Bagaimana mungkin harga masker yang awalnya 18 ribu bisa naik hingga 900 ribu? Bahkan, 3 perusahaan farmasi mengalami lonjakan saham yang luar biasa.
Ada yang menarik dari isu corona deh, Nabs. Kira-kira apa? Ya, maraknya isu virus corona menjadi perbincangan unik di jagat media sosial belakangan ini.
Apalagi, setelah beredarnya isu Indonesia positif terinfeksi virus corona. Yang kemudian menarik perhatian publik. Dan mendatangkan banyak argumen, mendatangkan banyak kepanikan, keriwehan, serta tak tanggung-tanggung permintaan masker mengalami peningkatan.
Di jagat sosial media, bertebaran informasi-informasi tentang bahaya virus corona. Tak sedikit dari banyak media yang mendendangkan hal demikian.
Informasi sangatlah cepat menyebar hingga ke pelosok-pelosok. Bahkan warga yang susah sinyal saja tetap tahu bahwa hari ini sedang marak kasak-kusuk seputar virus corona.
Bagaimana dengan warga yang akses internetnya lanciirrr bingit. Tentu semakin lanciirrr juga kepanikannya.
Masyarakat cukup panik dalam menghadapi kenyataan adanya virus corona. Sialnya, banyak yang latah menggunakan berbagai cara agar mendapatkan perlindungan.
Antisipasi masyarakat terkait virus corona yang sudah menginfeksi dua warga Indonesia ini meningkat. Masyarakat memburu sejumlah perlengkapan pelindung kesehatan, baik di apotek dan mini market. Akibatnya, penyediaan perlengkapan kesehatan menipis.
Terbukti di berbagai platfrom E-Comerce, harga masker kian melejit dan semakin tidak masuk di akal. Bagaimana mungkin harga masker yang awalnya 18 ribu naik hingga 900 ribu. Tentu sangat tidak wajar sekali.
Hal tersebut justru merugikan banyak pihak. Terutama melejitnya harga masker.
Dilansir dari laman Forbes, spesialis pencegahan infeksi Eli Perencevich, MD, seorang profesor kedokteran dan epidemiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Iowa, mengatakan bahwa kita sebetulnya tidak membutuhkan masker wajah dalam jenis apa pun.
Akan tetapi, ini ditujukan bagi orang-orang yang sedang dalam keadaan sehat.
Kebanyakan orang memakainya dengan cara yang salah, sehingga justru bisa meningkatkan risiko infeksi, karena mereka lebih sering menyentuh wajah mereka.
Orang-orang membeli masker dengan asumsi menghentikan virus mencapai mulut atau hidung mereka yang tersebar melalui udara. Padahal, proses penularan virus corono adalah melalui tetesan, bukan melalui udara.
Ini artinya, kita tidak dapat menghirupnya cuma-cuma dan masker bedah yang diburu secara masal hingga meludeskan stok toko-toko saat ini sebetulnya tidak banyak membantu.
Perencevich menegaskan, hanya gunakan masker jika kamu sedang sakit karena dimaksudkan agar tidak menularkan sakit kepada orang lain.
“Jika kamu sedang flu atau kamu berpikir berisiko mengidap corona, pada saat itulah kamu perlu menggunakan masker untuk melindungi orang lain. Bahkan di rumah, jika kamu merasa sedang sakit, gunakanlah masker untuk melindungi anggota keluargamu yang lain,” ujarnya.
Padahal masker bukalah satu-satunya jalan untuk mencegah virus corona agar aman dan terkendali.
Seorang Profesor Ilmu Pengendalian Infeksi Universitas Juntendo, Tokyo, Satoshi Hori mengatakan, masker tidak mempunyai efek pencegahan seperti yang mungkin diharapkan masyarakat.
Yang lebih penting justru adalah mencuci tangan dengan sabun, atau menggunakan alkohol.
Meskipun telah ada bukti ilmiah ini, namun kepanikan konsumen menjadi pendorong permintaan masker tetap meningkat. Para pedagang masker memasang harga yang sangat tinggi dari harga sebelumnya.
Dilansir dari Kompas, dari businessinsider, setidaknya tiga perusahaan farmasi mengalami peningkatan keuntungan karena wabah virus corona Wuhan.
Pada Senin (27/1/2020), saham Inovio Pharmaceuticals, Moderna Inc., dan Novavax Inc. melonjak karena virus corona yang telah menyebar hingga ke beberapa negara.
Sedangkan, perusahaan farmasi Novavax Inc. mencatatkan keuntungan sebanyak 19 persen pada Senin (27/1/2020), dan sejak 23 Januari 2020 keuntungan sahamnya sebanyak 22 persen.
Setidaknya tiga perusahaan farmasi mengalami peningkatan keuntungan karena wabah virus corona Wuhan. Hmmm