Sudah agak lama saya tidak melakukan ritus ziarah ilmiah dan melanjutkan penelitian sebagaimana yang sering saya lakukan beberapa waktu lalu. Karena kebetulan satu dan lain hal memang beberapa proyek penelitian yang kami sedang lakukan agak vakum sementara.
Untuk itu, kemarin sekalian ada keperluan saya menyempatkan untuk berziarah di salah satu sosok aulia yang mempunyai peran besar dalam menyampaikan dakwah islam di kawasan Lamongan Selatan. Perannya yang begitu besar hingga kini masih bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Memang hingga saat ini, tidak banyak tulisan yang mengangkat sosok-sosok ulama yang berjasa menyebarkan Islam di wilayah Lamongan bagian selatan. Yang banyak tercatat dan masyhur dikenal adalah sosok-sosok penyebar Islam di wilayah utara. Seperti kita tau ada Sunan Drajat, Sunan Sendang Duwur.
Secara historis, daerah selatan Lamongan bukan merupakan daerah awal islamisasi di kawasan Lamongan. Bisa dikatakan ketika islam masuk di kawasan Lamongan Utara, wilayah selatan masih dikatakan abangan. Akan tetapi setelah era walisongo abad 14, hingga saat ini dakwah Islam berangsur-angsur datang.
Tulisan berikut merupakan salah satu ikhtiar untuk mengenalkan dan membumikan kembali sosok-sosok yang berjasa dalam islamisasi di wilayah Lamongan Selatan.
Kedungklanting dan Kiai Bakar
Salah satu sosok yang mempunyai pengaruh dalam perkembangan Islam di Lamongan selatan adalah KH. Moh Bakar. Kiai Bakar berjuang di daerah Kedungklanting, Kembangbahu. Selatan kota Lamongan.
Kiai Bakar dikenal sebagai ulama yang alim sekaligus mursyid tarekat yang berhasil memasukkan nilai dan semangat tarekat dalam nadi kehidupan masyarakat. Hingga kini tarekat dan ajaran yang dibawanya masih terus lestari.
Nama KH. Moh Bakar bukanlah nama asal, beliau mempunyai nama asli Tarso. Beliau merupakan putra dari Sambiyo bin Joyodarmo yang berasal dari desa Kedungmegarih, Kembangbahu.
Secara genealogi keilmuan, KH. Moh Bakar pernah mengenyam tarbiyah di beberapa pesantren seperti di Pondok Pesantren Kiai Malik Kumisek Lawangan Agung Sugio, Pondok Pesantren KH. Mojo atau Kiai Assa’adah Pacul Gowang Jombang, Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban di bawah asuhan KH. Khozin bin Syihabuddin, Pondok Pesantren Kiai Khusen Manyar Sekaran Lamongan.
Di Pesantren yang disebut terakhir, Kiai Bakar dinikahkan dengan salah satu putri dari Kiai Khusen yang bernama Syamsiyah. Setelah menikah, Kiai Bakar kembali di desa ayahnya di Kedungmegarih dan memulai dakwah dari satu desa ke desa lain.
Beberapa saat kemudian, Kepala Desa setempat memberikan amanah kepada Kiai Bakar untuk menjadi kiai di Kedung Megarih, serta mendirikan pondok pesantren di Kedung Klanting. Kiai Bakar menerima amanah tersebut. Dengan tulus ikhlas, Kiai Moh. Bakar mengemban amanah dan menyebarkan ilmunya semata-mata karena Allah SWT, bukan untuk mencari popularitas, penghormatan, atau keuntungan pribadi.
Sedikit demi sedikit Kiai Bakar membangun pesantren miliknya. Pada tahun 1908 M didirikanlah sebuah langgar atau musholla yang digunakan sebagai tempat utama aktifitas keilmuan.
Dalam hal pendidikan pesantren, Kiai Bakar masih memegang teguh ajaran dari para gurunya di pesantren. Kiai Moh. Bakar memilih metode pembelajaran klasik untuk pendidikan agama Islam di Pondok Pesantren Darussalam.
Metode-metode seperti sorogan, wetonan, dan bandongan menjadi bagian penting dalam kegiatan belajar mengajar. Kitab-kitab yang digunakan pun merupakan kitab-kitab yang berfaham Ahlussunah wal Jamaah dan mengikuti mazhab Imam Syafi’i.
Jaringan Tarekat Rowobayan
Selain fokus mendidik santri dan masyarakat akan syariat. Kiai Bakar juga berinisiatif memberikan edukasi kepada masyarakat melalui jalan tarekat. Di era itu, tarekat di Lamongan belum banyak berkembang.
Pada tahun 1912 M, Kiai Moh. Bakar mulai mengaji tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah melalui Mbah H. Nur Pucuk Lamongan. Setelah itu, Kiai Bakar memperdalam ajaran tarekat ke Kiai Abdul Hadi Rowobayan Padangan Bojonegoro.
Pada tahun 1926 M, tarekat ini menjadi ajaran di Pondok Pesantren Darussalam. Pada tahun 1928 M, tarekat Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Kholidiyah di Pondok Pesantren Darussalam telah diakui sebagai cabang pendidikan tarekat oleh pimpinan pusat Rowobayan Padangan Bojonegoro.
Hal ini dibuktikan dengan diajarkannya mengaji setiap hari selasa atau disebut dengan selasanan, dan juga diadakannya khataman28 yang dilaksanakan sampai sekarang.