Berbicara lingkar studi, pastinya tak akan jauh dari perihal yang membuat kita terus belajar. Ia terbentuk dari titik-titik niat kecil, hingga jadi lingkaran yang mengatmosfer.
Studi, sudah dipastikan kamu tak asing mendengarnya. Ya, belajar. Studi identik dengan proses belajar. Bagaimana diri kita terus belajar dalam hidup ini. Oleh karena itu, lingkar studi yang kami dirikan akan menjadi baik.
Saya dan Coplo semula hanya berdiskusi di warung kopi. Tak lama kemudian, kami memutuskan mengadakan lapak baca di kampus. Walau buku yang kami lapak masih sedikit. Tapi, itu toh tidak menjadi masalah.
“Sesok ayo gawe lapak baca nek kampus piye?” Tanya saya pada Coplo.
“Yo rapopo to, Do.”
Seketika itu. Saya langsung menghubungi seseorang yang ahli dalam hal buku. Mungkin, siapa mereka tak perlu kami ceritakan. Semua pasti sudah mengetahuinya.
Sedikit menyinggung tentang Lingkar Studi Ampel. Lingkar studi ini terinspirasi dari buku yang berjudul “Rumah Kertas” karya Carlos Maria Dominguez. Dan yang satunya lagi. Buku karya John Steinbeck, berjudul Dataran Tortilla.
Dalam buku Rumah Kertas diceritakan. Bahwa buku mampu mengubah takdir seseorang. Begitupun, seseorang mampu mengubah takdir buku-buku. Kalau di Buku Datatan Tortilla, dijelaskan pentingnya membangun persahabatan.
Ini alasan Lingkar Studi Ampel sangat menjunjung tinggi persahabatan. Sebab, Ampel berasal dari kata Amigos De Papel atau Sohibul Kirtos atau kawan baik kertas-kertas (buku).
Diakui atau tidak, membangun atmosfer baru. Seperti yang dilakukan kemarin. Mahasiswa banyak acuh tak acuh. Ini juga perlu diadakan riset sebenarnya. Seberapa penting buku dalam diri setiap manusia?
Apakah buku tidak begitu penting? Ya, bisa saja. Apalagi mahasiswa yang masih menyandang kategori muda. Lantas, kenapa acuh pada buku-buku yang berserakan?
Begini, saya sepakat dengan pendapatmu. “Saya tidak suka membaca buku” itu adalah jawaban yang basi sebetulnya. Yuks, kita amati lagi. Pertajam analisamu. Jangan hanya asumsi tanpa referensi.
Tokoh-tokoh hebat yang ada di Indonesia. Mereka sangatlah cinta dan gemar membaca buku. Soekarno, beliau juga sangat senang membaca buku. Sehingga mampu menuliskan pemikiran-pemikirannya.
Gusdur, beliau juga suka membaca buku. Tidak bisa dipungkiri. Kamu juga bisa meneliti lagi. Dari beberapa tokoh di Indonesia. Mereka-mereka juga gemar membaca buku.
Analoginya begini, Nabs. Mereka bisa berbicara dengan lantang di depan umum. Jika refernsi yang ada dalam otak sedikit. Secara otomatis, tidak banyak yang akan dikatakan.
Mari kita sering-sering membaca buku. Dengan tulisan-tulisan itu kita akan terasa nyaman. Jangan sampai, kamu membaca buku malah nge-down. Maka dari itu, awali baca buku dari yang kamu suka.