Nggojlok secara elegan adalah bagian dari seni memuji orang lain secara tidak klise dan vulgar. Tentu, tak sembarangan orang bisa melakukannya.
Semenjak minggu kemarin saya jadi termenung, bingung mau nulis apa. Tema kali ini sangat berbeda daripada sebelumnya. Kali ini tema nulisnya “gojlok konco” dalam bahasa Indonesia bermakna “ngejek teman”.
Di Maktabah, tempat kami belajar menulis, tiap Minggu kami diberi tema khusus untuk menulis. Itupun, tema kami pilih dan tentukan sendiri. Saya pikir tema ini sangat mudah, eh ternyata susah-susah gampang.
Meski sulit, kali ini saya akan mencoba mengawali dari menggojlok diri sendiri terlebih dahulu sebelum nggojlok teman. Jangan sampai hanya pandai menggojlok teman namun tak punya kemampuan menggojlok diri sendiri.
Sebab di luar sana banyak orang terbiasa menggojlok teman, eh giliran digojlok balik dianya marah-marah. Itulah pentingnya kita harus belajar menggojlok diri sendiri.
Saya awali dari diri sendiri terlebih dahulu, eh ternyata susahnya minta ampun. Hampir saja saya tak mampu mengenal diri sendiri. Hahaha, sedikit nampak bodoh masa iya tak mengenali diri sendiri. Saya orangnya kurus pakai banget, berambut gondrong namun tak lurus-lurus amat.
Kalau dilihat dari kejauhan nampak seperti pohon beringin. Sialnya pohon beringin tidak ada yang menjulang tinggi, kebanyakan pendek dan rimbun. Pohon beringin terkenal auranya yang terlihat angker.
Aura angkernya itu lo mungkin yang hampir mirip orde nganu. Kata orang-orang sih semenjak saya gondrong sedikit nampak angker (rumbuk).
Saya juga punya dua orang sahabat yang bernana Muhammad Qomaruddin dan Joko Kuncoro. Kami bertiga sudah akrab semenjak di bangku perkuliahan. Bahkan kami bertiga saling menemani dalam sepak terjang berorganisasi. Hingga sampai saat ini pun juga masih dipertemukan, saya kadang juga bingung, kok bisa ya???.
Padahal gaya berfikir pun kadang-kadang berbeda, apalagi kalau sudah berdebat. Debatnya tak pernah main-main, melempar setiap benda yang ada di sekitar. Tak jarang juga melempar kenangan masa lalu.
Tetapi menariknya setelah keluar dari forum perdebatan kita tetap bisa ngopi santai bersama-sama. Seakan-akan tak pernah ada apa-apa sebelumnya, yah kira-kira begitulah gambaran persahabatan yang kokoh.
Saya mulai dari Mohammad Qomaruddin, dia lebih akrab disapa Rudi. Namun, kemarin sempat diusulkan merubah nama panggilan oleh Jokun sapaan akrab Joko Kuncoro. Jokun sempat mengusulkan nama panggilan Rudi menjadi Qomar.
Harapan Jokun sangat kuat, dia memaknai Qomar itu seperti rembulan. Dapat menyinari atau mencerahkan orang-orang di sekitarnya, terutama kaum Hawa.
Qomar terkenal tirakatnya, dia telah bertahun-tahun berpuasa untuk tidak mendekati kaum Hawa. Saya sendiri juga heran, pertahanannya sangat kuat.
Bahkah akhir-akhir ini saya memutuskan belajar tirakat itu darinya secara diam-diam. Tidak banyak loh orang yang mampu menjalaninya apalagi di zaman seperti ini.
Jokun sapaan akrab dari Joko Kuncoro. Menurut Mas Rizki, Jokun sangat lucu. Bahkan pernah digojlok Mas Rizki, “kamu diam aja sudah lucu”. Apalagi gaya khasnya yang kadang suka senyum-senyum kalau ngomong. Eitz tapi kalau marah-marah kadang suka menakutkan, hahahaha.
Dalam situs web yang pernah saya baca, Jokun sempat dikisahkan sebagai seorang “mahasiswa dan aktivis progresif, pernah disengat luka karena cinta, tapi baik-baik saja”.
Itulah betapa kuatnya si Jokun diterpa harapan diguncang keadaan tetap baik-baik saja. Lagi-lagi gue belajar banyak darinya dalam urusan tahan, menahan, bertahan, dan pertahanan.
Ada beberapa hal yang harus kita contoh dari mereka berdua, misalnya soal urusan komitmen perjuangannya di dalam organisasi. Qomar dan Jokun tergolong kader yang teguh memegang komitmen. Hingga saat ini mereka masih aktif, bahkan dalam situasi dan keadaan apapun. Mereka berdua sudah teruji dalam persoalan komitmen, dan aktif menemani para kader berdiskusi.
Padahal banyak teman seangkatannya sudah berguguran bagaikan godong jati yang jatuh dari pohonnya. Tapi tidak bagi mereka, mereka memutuskan untuk tetap terus melanjutkan proses dalam keadaan dan situasi apapun. Proses upgraiding kapasitas sesuai bidang, peran, fungsi dan wilayah kinerja mereka masing-masing.
Selain itu, mereka berdua juga sama-sama seorang jurnalis, aktif menulis sesuai dengan bidangnya. Itulah beberapa gambaran tentang sahabat gue, Qomar dan Jokun.
Ketika mereka sedang tidak se-frekuensi, saya belajar jadi perekat. Ketika mereka sedang se-frekuensi, saya belajar jadi moderat. Mereka berdua bukan hanya sosok sahabat, tetapi juga layak disebut sosok guru.
Terlepas dari itu semua, nggojlok secara elegan adalah bagian dari seni memuji orang lain secara tidak klise dan vulgar. Tentu, tak sembarangan orang bisa melakukannya.