Sungguh dunia telah sempit dan datar, realita telah dikalahkan caption dan kebutuhan akan colokan ces-cesan.
Aman, bagi rumahku yang sedikit jajan dan sedikit gula di dapur. Saat permintaan dan kesukaan jajan tiba-tiba berkurang. Kini meja tidak lagi dipenuhi wadah atau kaleng biskuit.
Cukup satu dua tiga wadah jajan dan yang paling penting sepaket colokan ces banyak lubang. Cep. Jamuan dan njagong pasti akan jadi gayeng.
Coba tebak, hidangan apa yang paling dicari anak kisaran kelas 5 SD hingga 12 SMA zaman sekarang saat lebaran. Khongguan, rempeyek, atau kue manis di atas meja?
Atau pernahkah ada tamu yang tiba-tiba celingukan di ruang tamu memandang sekeliling tembok, dan tampak malu untuk bilang sesuatu. Dan saat kita pancing bertanya seolah kita tahu jawabannya “ah mungkin mau kebelakang” eh ternyata tidak.
“Mau ngeces”.
Yah, memang. Daya dan kuota telah menjadi primer. Kini, HP sudah menjadi power rangers. Alat sakti mandraguna yang bisa apa saja. Dan manusia zaman sekarang makin bergantung kepadanya.
Kamu mau telpon, kirim email, foto, shooting video, desain grafis ringan hingga editing video sudah bisa pakai HP. Dan HP telah menumbangkan banyak alat sebagai bukti kesaktiannya. Kalkulator, camera pocket, laptop kecil, handycam, dan teman-temannya telah dibantai HP.
Superioritas ini juga akan terus membesar saat banyak sistem dan kemanfaatan dijejalkan di dalamnya. Ram akan semakin besar dan Rom semakin gemuk. Hmm ~
Semakin banyak saja ketergantungan kita dengan HP, akan semakin kita butuh colokan listrik. Dan ini juga semakin dibutuhkannya satu hidangan baru di atas meja. Yaitu colokan ces.
Manusia dengan HP nya dibatasi MAh. Bila kekuatan MAh nya kecil sudah bisa dipastikan kabel dan adaptor mencari-cari colokan setrum. Akankah jadi anak berkalung ces?
Suatu hari saya pernah membuat janji khusus dengan seorang teman yang jauh rumahnya. Sebuah persiapan cukup lama, mengingat biaya yang besar untuk ke sana. Dan saya harus jauh-jauh hari ijin khusus untuk memastikan kita bisa saling bertemu.
Singkat cerita, kita bertemu pada warung di bawah pohon. Warung yang berdiri di atas lahan milik negara yang dipakai beberapa pedagang sekitar dua tahun lalu. Meski berdinding bambu namun tidak mengurangi suasana bertemu.
Kami bertemu. Biasa, basa-basi, tanya kabar, tanya keluarga, dan baru sekitar sepuluh pertanyaan, kita seolah bingung mau berkata apa. Dan sambil menutupi malu, kita mengambil HP masing-masing.
Scroll ke atas bawah, buka tutup aplikasi dan menjawab chatingan di grup dan japri yang sedari tadi sudah mengetuk-ngetuk nomer.
Betapa kaku dan kikuknya, kita terkadang tertawa membaca chat atau status teman jauh. Tapi garing dengan teman yang ada di hadapan.
Sungguh dunia telah sempit dan datar, realita telah dikalahkan caption dan colokan ces-cesan.
Apakah kita saling menyapa dan bertanya saat kabel kita kurang panjang atau tangan yang tidak bisa menjangkau colokan listrik?
Kita akan kehabisan kata-kata karena semuanya telah dikuras oleh chat dan aplikasi. Dan kita lupa bahwa ada seseorang di samping kita. Dan kita sama-sama lupa bahwa sebelah kita juga orang.
Saya berharap pabrik membuat MAh baterai sedikit saja. Jangan ditambah, buat juga kabel adaptor ces lebih pendek lagi agar sedekat mungkin bisa duduk bersama dan sesering mungkin kita bertanya dan menyapa.
Sehingga kaku dan garingnya dunia, bisa terkikis oleh senyum dan tawa sesungguhnya bersama-sama.
Anak zaman yang hilang tenggelam pada kotak grup Whatts App, jatuh dalam sekat komunikasi yang semakin luas tanpa batas dan jauh hingga lupa jalan kembali dan terasing dari lingkungannya.