Tarif iuran Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan dinaikkan pemerintah. Rencananya, kenaikan akan diberlakukan mulai 1 Januari 2019. Hingga saat ini, besaran jumlahnya masih terus digodok. Kabarnya, kenaikan tarif akan naik pada pengguna kelas mandiri I dan II.
Kenaikan tarif ini sebagai solusi ancaman defisit yang dialami BPJS Kesehatan. Karena itu, pemerintah merasa perlu untuk menaikkan tarif iuran. Menurut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI, Puan Maharani mengatakan masyarakat harus menjaga kesehatan. Hal ini akan membantu keuangan BPJS di waktu mendatang.
“Kelas I dan II ini kan kenaikannya sebagian besar dari mereka itu untuk bisa menjaga kesehatannya secara preventif. Saya rasa di mana pun namanya fasilitas kesehatan itu enggak ada yang seperti kita lakukan waktu dulu, melihat iurannya,” kata Puan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (9/10) dikutip dari CNN Indonesia.
Tentu, dengan adanya kenaikan tariff, harus ada peningkatan pelayanan. Secara logika ekonomi, kenaikan harga harus selaras dengan peningkatan kualitas produk atau pelayanan.
Meski begitu, kenaikan ini cukup membuat masyarakat berpikir.
Seorang warga Bojonegoro, Ninik Suryati tidak memprotes kenaikan tersebut. Dia mengaku hanya merasa keberatan jika mengalami kenaikan. Sebelumnya, tarif iuran BPJS Kesehatan pernah mengalami kenaikan. Nantinya, akan naik lagi sebesar dua kali lipat.
“Saya kan langganan BPJS Kesehatan kelas mandiri II. Kalau lima orang kan bakal terasa banget. Rencana bulan ini akan saya turunkan ke kelas mandiri III jika tidak ikut naik,” kata ibu rumah tangga asal Kelurahan Klangon tersebut.
Ninik mengaku bahwa dia terbantu dengan adanya BPJS Kesehatan. Pasalnya, terdapat anggota keluarga yang sakit. Butuh perawatan sewaktu-waktu dan selalu mengkonsumsi obat dari resep dokter. Namun, kalau terus naik dia bakalan kerepotan. Jadi, perlu untuk ganti kelas agar biaya lebih murah.
Perduli dengan kesehatan itu sangat baik. Masyarakat memang harus memperhatikan kesehatan. Baik dirinya sendiri maupun lingkungan. Namun, sakit adalah hal yang berada di luar kendali manusia. Masyarakat hanya bisa berusaha mencegah.
Melansir NU, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj meminta pemerintah agar segera mengatasi masalah keuangan BPJS. PBNU setuju dengan kenaikan harga iuran BPJS kesehatan bagi kelas satu dan kelas dua. Sementara untuk kelas tiga, tidak boleh ada kenaikan.
“Karena BPJS mengalami defisit yang sangat berat. Oleh karena itu bisa mengganggu stabilitas rumah sakit yang bisa berdampak negatif kalau ini tidak segera diatasi,” katanya di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis, (26/9) dikutip dari NU.
Memang benar jika masalah ini harus segera diatasi. Namun, setiap solusi menimbulkan dampak. Uapaya pemerintah tidak boleh menimbulkan dampak negatif. Masalah kesehatan adalah masalah individu dan struktural.
Seorang netizen juga berkomentar. Melalui akun twitternya, Dandhy Dwi Laksono mengatakan juga perlu upaya pemerintah dalam mengatasi penyebab ganguan kesehatan pada masyarakat.
“Menjaga kesehatan diri seketat apapun, jika hidup bersama cerobong PLTU batubara, menghirup polusi lalu-lintas atau kebarakan hutan akibat kebijakan tata ruang, iuran berapapun tak pernah cukup,” tulisnya dalam akun twitter @Dandhy_Laksono.
Jadi, akan kurang adil jika kenaikan hanya ditegaskan pada masyarakat. Perlu adanya kebijakan yang lebih mendukung hal itu. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan tidak boleh mengorbakan satu pihak. Terlebih lagi masyarakat. Negara harus menjamin akses pelayanan kesehatan demi meningkatkan kesejahteraan, bukan malah menyengsarakan rakyat.