Sang penyihir seolah memantrai dunia bersama sang penyair langit. Kicauan sang maha benar melepaskan segala pengusik mimpi yang bersemayam dalam tipuan kehidupan.
Entah berapa langkah hingga aku dapat merengkuh cahaya yang dapat kulihat walau haya samar. Itulah tujuanku. Aku mengecap kepada rasa hidup yang penuh dengan warna lewat buku buku tua yang berserakan di rak perpustakaan yang sepi pengunjung ini.
“ Apa kau merindukanku? “
Tanyaku pada Buku Roman Tetralogi karya pramoedya Ananta Toer yang tersimpan rapat di antara sekat novel novel modern yang menurutku hanya berisi cerita ringan dan terlalu imajinatif tanpa merubah pemikiran si pembaca menjadi solutif, ataupun kritis.
“ Kasihan sekali kau, Roman berkualitas yang semakin berdebu karena tak ada yang membacamu. Dan kau kalah oleh cerita renyah yang menjadi camilan remaja sekarang sehingga mereka kecanduan akan Pemikiran pemikiran klise yang membuat mereka menjadi generasi yang buta cinta tapi tanpa memaknai arti cinta yang sesungguhnya.”
Ku bersihkan buku tersebut, dan ku timang timang karena buku ini yang mengajariku sehingga aku bisa menjadi seperti sekarang, tidak terikat kepada paradigm paradigma klise yang menjerat kaum perempuan sepertiku, yang menuntunku dari kebutaan warna abu abu menjadi pelangi yag menghias kehidupan, bukan paras semata.
Kadang aku memiliki keheranan dengan Orang yang aku temui, pemenjaraan pemikiran dan halusinasi euforia yang berelegi senandung cinta yang membuat orang terkungkum pada sebuah tempat yang abstrak. Dan terikat oleh pemikiran pemikiran tua yang cenderung tidak relevan lagi terhadap Perkembangan zaman yang semakin modern ini.
Aku memang bukan seorang pengkritik, tapi terkadang aku terlalu muak kepada buku buku novel yang bertema klise yang memuat kisah cinta sepasang insan, dan memang hal tersebut sudah menjadi kebutuhan setiap remaja yang haus akan halusinasi semata, dan pemuas imajinasi semu nya terhadap kisah kisah remaja yang katanya paling indah.
“Jika generasi muda hanya berhalusinasi tentang perikatan cinta sepasang insan. Maka hanya akan melahirkan generasi yang jalan di tempat. Para pemuda hanya sibuk merangkai kata kata bualan untuk setiap perempuan yang ditemuinya. Sedangkan si pemudi hanya berkutat pada pemikiran lama dan pengebirian hak hak mereka dalam masyarakat bukanlah hal mustahil karena pemikiran pemikiran kolot yang tidak mengerti arti perkembangan zaman” Batinku dalam hati.
Aku melangkahkan kaki ku keluar perpustakaan, pemandangan jalan raya yang nampak lengang hanya satu dua kendaraan yang beralalu lalang mengejar seonggok impian yang entah dimana letaknya.
Aku teringat dulu ada seorang gadis siswi SMA di sekolah Kapujanggan yang berada di seberang perpustakaan ini selalu mampir untuk menyempatkan membaca disini. Nampak ia adalah gadis desa yang bersahaja, dan pantang menyerah.
Setiap sepulang sekolah dengan mendorong sepeda onthel ia nampak bersemangat untuk pergi ke perpustakaan ini, entah hanya sekadar beristirahat atau membaca buku.
“Mbak Tina, ada buku baru?“
Pertanyaan langganan Gadis tersebut setiap minggu kepada penjaga perpustakaan. Sipenjaga perpustakaan hanya tersenyum melihat semangat gadis itu.
“ Belum ada, Sis “ Jawab petugas perpustakaan tersebut.
“ Yah… “ Nampak siska cemberut karena mendengar jawaban tersebut.
“Siska sudah makan ? “ Tanya Tina kepada Siska.
“Engg.. hehe belum. Tadi siska ga dikasih uang jajan sama ibuk.”
Siska menundukkan pandangannya.
“ Kebetulan saya juga belom makan. Di sebelah ada warung mi ayam yang enak. Siska mau ? “
Siska masih saja menunduk dan diam seribu bahasa.
“Sudah ayok , mbak aku titip dulu ya“ kata tina kepada Jannah, rekan pustakawannya. Lalu tina menarik tangan siska menuju warung tersebut.
“Pak, mi ayam dua, sama minumnya es teh dua “ kata tina kepada penjual mi ayam tersebut.
“Mbak saya sungkan “ ucap siska.
“ Udah gapapa. Sekali kali. “
“ iya mbak, makasih. “
Senyuman mengambang di bibir gadis yang ayu tersebut.
” Ayo duduk “
“ Sebenernya mbak suka dengan semangat kamu sis. Setiap hari sepulang sekolah kamu selalu keperpustaKaan. Kamu berbeda dari teman teman sebaya mu yang taunya hanya pergi sekolah , pulang sekolah, lalu main “ Tina membuka obrolan.
“Saya hanya gadis desa mbak. Dengan segala keterbatasan ekonomi. Orang tua juga bukan dari kalangan berpendidikan, mereka hanya petani. Dan merupakan sebuah keberuntungan saya bisa dapat beasiswa sekolah di SMA Kapujanggan. Jadi sebisa mungkin saya ndak menyia nyiakan kesempatan itu mbak. Walau harus ngonthel sekitar 2 jam dari desa ke kota dan sebaliknya. Pagi jam 3 saya harus bantu ibuk jualan di pasar sampai setengah 5. Setelah itu saya pulang dan sholat shubuh, dan bersiap siap berangkat. Tapi saya sempatkan belajar dulu mbak sebelum berangkat hingga pada pukul 5 lebih 15 baru berangkat sekolah. Dan disini sampai kira kira ja 7 kurang seperempat“ Siska bercerita dengan senyuman yang masih mengambang.
Tina hanya berkaca kaca mendengar cerita tersebut. Ada sesuatu yang menghantam perasaanya. Tuhan, bisakah kau memberikan spoiler untuk masa depan anak ini mendatang ? ia mulai bersedih dan menertawakan dirinya sendiri.
Dalam jiwanya api semangat sudah kian padam hingga ia merasa tak bergairah untuk menjalani kehidupan yang monoton ini. Tapi siska? Gadis polos ini merubah pemikirannya tentang arti sebuah semangat yang sesungguhnya.
“ Siska kan sudah kelas tiga, setelah ini siska mau kuliah dimana? “
“Ndak tau mbak. Saya ndak dibolehin kuliah sama orang tua, karena faktor ekonomi. Makanya mbak saya tiap hari kesini karena saya tau mustahil rasanya saya bisa meangenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Jadi sebelum masa belajar saya habis saya manfaatkan waktu semaksimal mungkin mencari ilmu untuk bekal saya nanti. Yah begitulah mbak, ketika orang orang membicarakan tentang masa depan untuk kuliah dimana, saya hanya bisa diam. saya tahu mereka memiliki ambisi dan impian yang luar biasa, dan didukung oleh ekonomi yang baik jadi itu bukan hal yang mustahil jika mereka berusaha mbak. Kalau saya ? saya hanya anak petani mbak, buat makan sehari hari saja susah. Apalagi kuliah? Dan saya sendiri juga ragu mbak bicara tentang masa depanku nantinya “ jawab Siska.
Tak terasa air mata mulai menelusuri pipi tina yang sedari tadi memerah menahan gejolak dalam hatinya. Sungguh mulia sekali harapan kecil si gadis kecil ini, ada sesuatu yang menampar pipi tina dan mencambuk perasaannya yang tercambuk.
“ Oh Tuhan, maafkan aku “ batin Tina sambil menyeka airmata di pipinya. Memang dunia ini penuh dengan ilusi, dan terkadang Tuhan membatasi beberapa hal yang seharusnya manusia tak mengetahuinya, karena jika manusia tahu akan hal itu pastilah ia akan berada dalam penyesalan.
“ Mbak Tina kenapa ? “ tanya siska kepada tina.
“ Nggapapa. Ayo dimakan mi nya. Nanti keburu dingin. “ Jawab siska dengan suara yang serak.
“ Iya mbak, makasih ya “
“Iya. Ngomong-ngomong Siska gak kepengen cari beasiswa kuliah juga ?”
“Saya nggak ngerti gitu gituan mbak. Malah nanti kalau bapak sama ibuk ga ngijinin gimana ? “
“ Sudah, soal itu nanti mbak tina yang ngurus. Yang penting kamu selalu semangat belajarnya. Kan kamu sering baca bukunya Pramoedya Ananta Toer, jadi mbak ga perlu jelasin tentang itu lagi ke kamu karena kamu udah pinter.”
Tina hanya kembali menunduk dan tersipu malu.
Hari berganti hingga sampai pada saat saat menjelang kelulusan. Siska semakin intensif dalam belajar untuk menghadapi Ujian Nasional serta Ujian Seleksi Masuk Perguruan Tinggi dan Tina mulai mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan beasiswa Siska, termasuk meyakinkan orang tua siska. Berkali kali tina membujuk orang tua siska dan memberikan pengertian tentang beasiswa yang akan di ambil oleh anaknya.
“Kalau gitu saya ndak papa. Tapi kalau ada biaya lainnya apa sampean mau taggung jawab? soalnya ya begini kondisi keluarga siska, sampean tau sendiri “ Ucap ayah siska kepada Tina.
“ Iya pak saya yang tanggung jawab” Jawab Tina dengan mantap.
Siska merasa lega akan jawaban tersebut. Dan untuk ibu nya memang sejatinya mendukung impian siska, namun ia tetap patuh kepada keputusan suaminya.
“Kalau itu terbaik buat siska, saya sebagai ibuk hanya bisa merestui, Ndhuk. Saya dan bapak juga ndak begitu paham soal urusan itu. Jadi saya minta tolong ke sampeyan untuk membimbing tina.” Imbuh Ibu siska
Akhirnya hari yang ditunggupun tiba, pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi jalur beasiswa resmi diumumkan.
Dengan segera Tina dan Siska mengecek hasilnya di Komputer perpustakaan karena memang Masih sedikit orang yang memiliki komputer pada saat itu, dan untuk Warung Internet sudah ada beberapa namun juga berlokasi di pusat Kota.
Dengan perasaan yang tak tentu mereka membuka hasil pengumuman tersebut .
Dan hasilnya perjuangan mereka berhasil. Siska masuk di salah satu perguruan tinggi Negeri di kota S.
“ Perjuangan Kita berhasil sis! “ Kata Tina kepada Siska.
“ Iya mbak. Saya makasih banget kepada mbak siska.” nampak siska menangis di balik senyumannya yang manis itu.
“Ini bukan akhir, tapi ini adalah awal perjuangan kamu, tetap pertahankan semangat kamu.”
“ Iya mbak, “ siska tertunduk.
Blakkkk!
Suara jendela perpustakaan membuyarkan dunia khayalanku.
“Sepertinya akan hujan.” Aku melongok keluar jendela dan menutup kembali jendela yang masih terbuka.
“Bu siska, kita Makan dulu.“ Nampak dari pintu perpustakaan seorang wanita paruhbaya datang membawa dua mangkok mi ayam yang masih panas.
“ Iya mbak “
Lalu Mereka Pun duduk.
“Mbak, aku inget dulu jenengan pernah jajanin aku mi ayam didepan sekolah, dan jenengan juga yang ngasih aku semangat hingga bisa sampai sekarang. Saya minta maaf karena belum bisa balas budi ke jenengan “
“ Oh endak bu, itu semua memang hasil kerja keras jenengan. Saya hanya bantu sedikit “
Aku hanya tersenyum. Aku melihat keluar perpustakaan, melihat warung mi ayam yang sama sekali tak berubah dari dulu sewaktu pertama Kali mbak Tina mengajakku makan disana. Seorang gadis polos yang penakut, yang tak berani menghadapi ketakutan itu. Gadis yang penuh dengan keragu raguan dan kebimbangan, dan gadis yang selalu menyerah pada keadaan.
Tapi semua itu berubah ketika mbak Tina hadir merubah fakta tersebut, hingga gadis yang penakut merubah ketakutannya menjadi sebuah tanggung jawab , dan mengerti tentang kehidupan dan bukan hanya sekadar hidup.
Tapi masih saja ada satu ketakutan yang menghantuiku setiap saat, yakni takut tidak bisa membalas budi kepada orang orang yang berbuat dalam hidupku.
“ Kok jadi nostalgia ya bu “ Ucap Mbak Tina dengan senyum yang mengambang
“ Iya mbak “ Kemudian aku membalas senyumannya, lalu kamipun menikmati semangkuk mi ayam persis seperti dulu ketika Siska seorang gadis kecil polos masih belum mengenal dunia dan Sangat berbeda dengan Siska yang sekarang seorang kepala sekolah SMA Kapujanggan.