Potensi media online dan media cetak sama. Ada yang berkualitas, ada yang sekadar medium hoaks. Kini, semua tergantung pada kualitas pembaca.
Di era yang serba canggih ini, kita tidak perlu lagi berlangganan surat kabar harian untuk bisa membaca atau mengetahui berita terbaru setiap harinya.
Kini, melalui smartphone, kita dapat menemukan berita terbaru yang bisa diupdate setiap detiknya dengan hanya berbekal koneksi internet.
Meningkatnya kemudahan mengirim dan mengakses berita melalui media berdampak pada banyaknya berita bohong atau hoak yang beredar.
Berita yang ada di media online tidak semuanya fakta dan kadang tidak dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya. Hal ini berimbas pada menurunnya kepercayaan publik terhadap media.
Katadata Insight Center (KIC) bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta SiBerkreasi pernah melakukan survei terkait hoaks.
Survei tersebut menemukan 30% sampai 60% orang Indonesia terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi melalui dunia maya. Sementara hanya 21% sampai 36% saja yang mampu mengenali hoaks.
Kebanyakan hoaks yang ditemukan terkait isu politik, kesehatan dan agama.
Penemuan hoak pada media cetak dan elektronik lebih sedikit dibandingkan media online karena berita yang diterbitkan dalam media cetak dan elektronik telah dipilah dan disaring oleh gatekeeper dari media tersebut.
Gatekeeper atau penjaga gawang ialah pihak yang berperan dalam menentukan penyajian berita yang akan diterbitkan oleh media massa.
Gatekeeper memiliki peranan yang sangat penting sebagai social control yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan pemikiran publik.
Sedangkan media online memungkinkan siapapun dapat menulis dan menyebarkan informasi dengan mudah, baik melalui website, blog, atau sosial media.
Menulis di media online terasa lebih bebas dan sesuai dengan kemauan penggunanya.
Tidak ada wewenang gatekeeper dalam penulisan media online terutama media pribadi. Karena diri sendirilah yang menjadi penulis dan penyebar berita dalam bersosial media.
Kini banyak media cetak dan elektronik yang melakukan upgrading dengan membuat laman resmi mereka untuk menyebarluaskan informasi melalui media online.
Seperti media cetak Jawapos. Jika sebelumnya publik hanya bisa membaca berita dari Jawapos lewat surat kabar kini berita juga dapat diakses melalui laman resmi Jawapos.
Tetapi, berita yang disajikan dalam laman tidak selengkap yang dituliskan dalam surat kabar. Membaca berita melalui media online dengan media cetak tentunya ada rasa berbeda. Tergantung tingkat kenyamanan dari pembacanya.
Berbicara tentang berita tentu tidak terlepas dari siapa orang yang membuat berita, kita mengenalnya dengan sebutan jurnalis.
Jurnalis tidak hanya bertugas mencari, menulis, dan menyebarkan berita, tetapi juga memiliki tanggungjawab moral untuk mengedukasi masyarakat melalui informasi yang diberitakannya.
Tetapi adanya berita hoak, melanggar fungsi media sebagai ajang edukasi dan informasi bagi publik. Hendaknya jurnalis tidak menerbitkan berita bohong atau informasi dengan sumber yang tidak jelas.
Hasil pena jurnalis akan dinilai sebagai fakta oleh masyarakat dan secara spontan masyarakat akan menganggapnya sebagai suatu kebenaran.
Sebagai orang yang mendapat trust publik, jurnalis harus mengedepankan fakta daripada pendapat pribadinya.
Menjunjung kebenaran bukan hanya tugas jurnalis, tetapi juga kita semua yang berkiprah dalam dunia kepenulisan berita. Publik berhak mendapatkan fakta sesuai keadaan yang sesungguhnya.
Memilih tetap berlangganan surat kabar atau beralih ke media online? Keduanya sama-sama memiliki peluang terserang hoak, maka sebagai pembaca kita tidak hanya langsung mempercayai berita yang disuguhkan media, namun juga melakukan analisa apakah berita tersebut telah sesuai faktanya atau malah sebaliknya.
Perlu untuk membaca berita dari berbagai referensi dan perspektif agar kita dapat menangkap informasi secara utuh dan lengkap. Marilah kita menjadi pembaca yang cerdas dan kritis sehingga tidak mudah percaya dengan berita yang belum tentu kebenarannya.
Tiza Seftiana Dewi merupakan mahasiswa UIN Tulungagung.