Masyarakat Samin di Dusun Jepang Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro, memiliki pedoman hidup dan nilai luhur jika dipandang dari kehidupan modern. Berikut analisisnya.
Teori Sibenertika Parson mengenai sistem sosial dapat dipahami sebagai suatu sinergi antara berbagai sub-sistem sosial yang saling mengalami ketergantungan dan keterkaitan.
Adanya hubungan yang saling keterkaitan, interaksi dan saling ketergantungan. Masyarakat sebagai suatu sistem secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk equilibrium.
Kehidupan sosial (masyarakat) sebagai sistem sosial harus dilihat sebagai suatu keseluruhan atau totalitas dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain, saling tergantung dan berada dalam satu kesatuan.
Sistem sosial sifatnya tidak empiris (abstrak) sehingga komponennya tidak dapat dilihat tapi hanya dapat dibayangkan dengan suatu kontruksi berfikir.
Konsepsi ajaran masyarakat Samin terhadap sistem sosial kemasyarakatan tidak terlepas dari ajaran Samin mengenai pemeliharaan tingkah laku manusia yang berbudi. Pada kesimpulannya manusia harus berbuat kebajikan, kejujuran, dan kesabaran.
Ajaran tersebut dikenal oleh masyarakat samin sebagai Angger-angger yang meliputi tiga hal yakni, pertama, angger- angger pratikel (hukum tindak tanduk), kedua, angger-angger pangucap (hukum berbicara, dan ketiga, angger-angger lakonana (hukum perihal apa saja yang perlu dijalankan).
Hukum yang pertama merupakan yang terpenting dan dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Samin hingga saat ini, yaitu ojo nganti srei, dengki, dahwen, open, kemeren, panasten, rio sepodho podho, mbedhog colong playu, kutil jumput, nemok wae moh, dari prosa tersebut mempunyai maksud jangan bersikap sombong, iri hati, bertengkar, membuat marah terhadap orang lain, bersifat cemburu, menginginkan hak milik orang lain, bermain judi, mencuri, mengambil barang orang yang tercecer di jalan juga tidak boleh.
Ini merupakan ajaran yang sangat hati-hati, bersifat lembut batiniah yang mendalam, untuk menciptakan kondisi lingkungan yang harmonis antar sesama masyarakat dan tidak terdapatnya saling curiga.
Hukum yang kedua berbunyi pengucap saka lima bundhelane ana pitu, lan pangucap saka sanga bundhelane ana pitu, maksudnya adalah berbicara berdasarkan pada angka lima, tujuh, dan sembilan.
Angka tersebut dianggap sebagai simbolisasi yang menyebutkan bahwa maknanya adalah memelihara mulut dari segala perkataan yang tidak senonoh, atau kata-kata yang menyakitkan hati orang lain. Dengan perkataan yang buruk akan dapat mengakibatkan hidup manusia tidak sempurna.
Hukum yang ketiga berbunyi lakonana sabar trokal, sabare di eling-eling, trokale dieling- eling, trokali dilakoni, maksudnya bahwa menjalankan sikap sabar dan tawakal serta selalu mengingatkan dalam hidup sehari-hari. Kejujuran, kebenaran, dan kesabaran menjadi dasar pijakan yang kuat bagi masyarakat Samin.
Jika ada yang melanggar prinsip dan ajaran dari ketiga pedoman tersebut maka ia yang melanggar akan mendapatkan sangsi sosial dengan dikucilkan dari komunitas mereka, dan jika pelanggaran yang dirasa sudah melampaui batas, maka sesepuh masyarakat Samin akan mengeluarkan orang tersebut dari komunitas dan tidak mengakuinya sebagai sadulur.
Aturan-aturan tersebut ditegakkan untuk menciptakan ketertiban sosial (social order) dengan cara seminimalisir mungkin menerapkan pengendalian sosial (social control), baik yang bersifat intern maupun ekstern.
Pengendalian diri bagi masayarakat samin sangat ditentukan pada cermin diri sendiri. Konsep diri menjadi ukuran tindakannya, nilai-nilai sosial yang sering disosialiisasikan antara lain; ojo nglarani yen ora pingin dilarani.
Dapat dijelaskan bahwa masyarakat samin adalah masyarakat petani miskin. Kemiskinan itu bukan berupa harta benda, melainkan kemiskinan yang berbentuk budaya, misalnya sejarah, kesenian, adat istiadat dan lain sebagainya.
Maka dari itu kebiasaan masyarakat samin yang tinggal berkelompok dan bersama-sama diluar masyarakat pada umumnya, di suatu wilayah atau daerah tertentu yang membentuk sebuah komunitas.
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya.
Referensi
Kartamihaerdja, Prajoga, dkk. 1979-1980, Masyarakat Samin di jawa Timur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa. Edisi I. PN Balai Pustaka, Jakarta.
Poespowardjoyo, Soerjanto. Masyarakat Teknologi dan Keterasingan; Strategi Kebudayaan Suatu Pendekatan Fisiologis. Cetaka II. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sukmana, Oman. 2003, Proses Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Samin, dalam Agama Tradisional; Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger. Penerbit LKIS, Yogyakarta.
Widianto, Paulus. 1983, Samin Surosentiko dan Konteksnya, dalam Prisma. No. 8 tahun XII.