Kemerdekaan, menurut Bung Karno, adalah jembatan emas menuju cita-cita demokrasi. Sementara Nation and Character Building, harus dilakukan dalam proses bermerdeka.
Indonesia merupakan negara multikultural yang memiliki keanekaragaman di berbagai hal, baik itu agama, etnis, maupun ras. Keanekaragam ini juga yang menjadikan Indonesia selalu eksis di mata dunia sampai saat ini.
Satu fakta unik yang membanggakan dari keanekaragaman tersebut adalah Indonesia tetap mampu menjaga toleransi, kerukunan, dan tata krama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semua itu tidak terlepas dari semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Semboyan dan ideologi inilah yang menjadi pedoman untuk menjalani kehidupan yang damai dan tentram di masyarakat.
Membahas Pancasila dan keanekaragaman ini, maka tak terlepas peran dari salah satu tokoh pendiri bangsa, yaitu Ir. Soekarno yang notabene presiden pertama Indonesia.
Semasa anak-anak hingga remaja, Bung Karno menghabiskan waktunya untuk mendapatkan pendidikan yang layak demi mempersiapkan masa depannya. Beliau memulai pendidikan dasarnya dengan bersekolah di Eerste Inlandsche School (EIS) Mojokerto tempat ayahnya mengajar.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Bung Karno melanjutkan pendidikan ke sekolah Hogere Burger School (HBS) di Surabaya.
Memasuki era teknologi Revolusi Industri 4.0 banyak perubahan yang terjadi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dimasyarakat Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila, semboyan bangsa, maupun konsep nation and character building yang digagas Bung Karno seakan tergerus dimakan zaman.
Satu pertanyaan penting yang muncul, mengapa itu bisa terjadi?
Melihat data dan fakta yang terjadi, dapat dikatakan bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut. Dalam hal ini, penulis berasumsi bahwa, faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah mulai tergerusnya nilai karakter yang tertanam dalam diri masyarakat Indonesia.
Sudah seharusnya hal tersebut menjadi satu perhatian bagi seluruh elemen bangsa. Jika, hal seperti ini masih dianggap biasa bukan tidak mungkin kedepan akan terjadi degradasi moral anak bangsa dan ini bisa jadi penyakit serius bagi masa depan Indonesia.
Di mana ada kehidupan manusia, di situ ada pendidikan. Kalimat ini merupakan gambaran bahwa selagi manusia masih hidup maka sepanjang itu juga pendidikan akan mengiringi.
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembangkan masyarakat dan memanusiakan manusia. Untuk itu pendidikan memiliki dua fungsi besar dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan.
Fungsi pendidikan, yaitu preserveratif dilakukan dengan melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada didalam masyarakat dan direktif dilakukan oleh pendidikan sebagai agen pembaharuan sosial, sehingga dapat mengantisipasi masa depan.
Pendidikan dalam hal ini memberikan pengarahan kepada seseorang agar lebih teratur dalam menjalani kehidupan. Di dalam pendidikan manusia mempelajari aspek-aspek ilmu pengetahuan, baik yang bersifat alam maupun sosial.
Namun, satu hal yang sering terlupakan ketika mencari ilmu pengetahuan, yaitu pendidikan moral atau karakter. Padahal, pendidikan karakter ini sangat besar manfaatnya bagi kelangsungan kehidupan suatu bangsa karena dengan terbentuknya karakter individu akan paham hal apa yang harus dilakukannya.
Menurut T. Ramli, pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengedepankan esensi dan makna terhadap moral dan akhlak sehingga hal tersebut akan mampu membentuk pribadi peserta didik yang baik.
Sedangkan Thomas Lickona, berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk memberikan pemahaman terkait dengan nilai moral yang selanjutnya nilai tersebut akan tertanam dalam diri seseorang untuk diaplikasikan dalam kehidupannya.
Berdasar buku Pendidikan Karakter karya Doni Koesoema (2007: 49) dijelaskan bahwa Pancasila lahir atas hasil musyawarah BPUPKI. Dalam musyawarah tersebut pemikiran Bung Karno sangat mendominasi di antara tokoh nasionalis yang lain.
Selain itu, Kahin dan Dahm dalam Kaelan dan mengutip dari Wahyudin (2016: 32) mengakui keistimewaan seorang Soekarno dalam meletakkan filosofi negara. Mereka berpendapat bahwa, perumusan Pancasila yang dikemukakan Soekarno merupakan konsep khas yang tidak ada pada pemikiran filsafat negara lain di dunia.
Kemerdekaan menurut Bung Karno adalah “jembatan emas” menuju cita-cita demokrasi, sedangkan pembentukan nation and character building dilakukan di dalam prosesnya. Kalau pada suatu saat Bung Karno menyatakan bahwa, “revolusi belum selesai,” maka dalam konsep nation and character building pernyataan demikian dapat dimengerti.
Artinya baik nation maupun character yang dikehendaki sebagai bangsa merdeka belum mencapai standar yang dibutuhkan. Maka dalam hubungan nation and character building seperti yang diuraikan di atas, beberapa hal yang terkandung dalam gagasan tersebut, yaitu:
Pertama, Kemandirian (self-reliance), atau menurut istilah Presiden Soekarno adalah “Berdikari” (berdiri di atas kaki sendiri). Kedua, Demokrasi (democracy), atau kedaulatan rakyat sebagai pengganti dari sistem kolonialis. Ketiga, Persatuan Nasional (national unity). Keempat, Martabat Internasional (bargaining position).
Empat hal tersebut merupakan upaya Bung Karno agar bangsa Indonesia memiliki karakter kebangsaan yang dapat membawa Indonesia menjadi negara yang besar.
Perwujudan dari kesemua itu, akan dirasa sangat berhasil apabila rakyatnya memiliki rasa kebangsaan. Rasa kebangsanaan adalah kesadaran berbangsa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini.
Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yaitu pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itulah timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme.
Jika kita menelisik sejarah masa pemerintahan Bung Karno, dapat diketahui upaya penerapan nation and character building berhasil diterapkan dengan pelaksanaan politik mercusuar dalam pelaksanaan Asian Games 1962.
Terlihat dengan jelas bagaimana Bung Karno menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa, Indonesia merupakan bangsa besar yang mampu melaksanakan event Internasional tersebut. Keberhasilan dalam melakukan bargaining position menjadikan Indonesia disegani dunia saat itu.
Karakter sebenarnya hal yang tidak sulit diperbincangkan, tetapi sulit untuk diamalkan. Untuk bisa berkarakter seseorang harus mampu memiliki pemahaman yang benar tentang nilai-nilai moral, aturan-aturan yang tegas, dan keteladanan.
Oleh karena itu, penerapan pendidikan karakter berdasarkan konsep nation and character building gagasan Bung Karno penting digalakkan kembali. Pelaksanaan tersebut tidak dapat berjalan begitu saja tanpa usaha-usaha cerdas dari berbagai elemen bangsa. Usaha tersebut pada dasarnya terus digencarkan oleh pemerintah dengan dicanangkannya program “Revolusi Mental”.
Akan tetapi, usaha tersebut masih kurang terlaksana dalam masyarakat kiranya program tersebut dapat dikonsep lebih matang lagi agar kedepan karakter kebangsaan Indonesia akan tampak hasilnya.
Satu hal luar biasa yang dilakukan pemerintah saat ini dan berhasil menunjukkan bairganing position Indonesia dimata dunia adalah pelaksanaan Asian Games 2018. Kedepan harapannya usaha-usaha tersebut semakin meluas dan tertanam dalam diri masyarakat sehingga konsep nation and character building ini akan terus menjadi jiwa dan rohnya bangsa Indonesia.
Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, H. Abu. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Basari, Hasan/Bernhard Dahm, Sakarno dan perjuangan kemerdekaan, Jakarta: LP3ES, 1987. Judul asli: Sukarnoa nd the struggle for Indonesia.
Otho H. Hadi. 2003. Nation and Character Building Melalui Pemahaman Wawasan Kebangsaan. Jurnal Pembangunan Nasional. Vol. 32 (03): 18-27.
Suparno, dkk. 2002. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Kanisius.
Wahyudin. 2016. Pembangunan Karakter Bangsa Era Soekarno. Jurnal Elementary. Vol. 2 (2): 28-36.