Typographical error atau kesalahan typografi atau salah ketik atau typo, ternyata bukan hal yang remeh. Kebiasaan itu merupakan fenomena psikologis yang patut dipelajari.
Pernah nggak sih, ngelihat teman yang tulisannya typo melulu. Atau pernah nggak sih, merasa gemes banget saat melihat tulisan typo dan, rasanya, kayak pengen banget ngebenerin tulisan itu?
Yap, sesungguhnya, typo merupakan fenomena psikologis yang patut dipelajari. Baik bagi si penulis typo, maupun orang yang peka pada kehadiran typo di dalam tulisan.
Typo, terlepas dari dampak berbahaya yang bisa menggeser makna, juga bisa mengurangi estetika intonasinya. Sehingga, bagi para pembaca yang peka, bisa memicu ilfil yang luar biasa.
Typo, sesungguhnya bukan masalah besar. Asal pesan yang disampaikan bisa dipahami penerima pesan. Toh, di dunia ini, banyak orang yang bisa membaca dan memaklumi tulisan typo.
Tapi typo, menjadi masalah besar ketika pesan yang disampaikan mbleset. Tapi tenang saja, tidak apapa. Toh mblesetnya pesan itu tak lepas dari takdir Tuhan, bukan? Jadi typo itu biasa aja. Nggak bahaya-bahaya amat.
Julie Boland, profesor linguistik dan psikologi di University of Michigan, Amerika Serikat, menyatakan, orang ekstorvert cenderung mengabaikan typo dan kesalahan tata bahasa. Sedangkan orang introvert sebaliknya, menganggap typo sebagai masalah yang bikin risih.
Mbak Julie mungkin benar. Typo terjadi pada orang yang suka berbicara. Dan suka berbicara, biasanya cenderung mengabaikan hal-hal kecil. Ini beda dengan orang yang sedikit bicara. Orang sedikit bicara sangat telaten memperhatikan hal-hal kecil.
Sialnya, banyak juga lho Mbak Julie, orang yang sangat teliti dan hati-hati dan sedikit bicara, tapi juga sedikit pula jumlah tulisannya. Jadi jarang terlihat menulis secara typo. Sama aja dong, Mbak. Wqwq ~
Penelitian secara serius yang dilakukan Mbak Julie dan tim di University of Michigan ini termasuk keren sekali. Sebab, mampu membalik kepercayaan klasik bahwa orang ekstrovert jarang typo, sementara orang introvert hobinya typo terus.
Dalam kepercayaan klasik tersebut, orang ekstrovert menganggap komunikasi itu penting dan karena itu mereka teliti pada hal-hal kecil. Sementara orang introvert sering typo karena alih-alih memperhatikan tulisan, lha wong mereka saja tak memperhatikan diri sendiri wqwq.
Tapi berkat penelitian Mbak Julie, akhirnya kita tahu bahwa orang ekstrovert yang suka bicara dan suka pidato dan suka memotivasi orang lain ternyata lebih sering typo, karena tidak teliti dan abai pada hal-hal kecil.
Peneliti bidang psikologi dan ilmu kognitif, sekaligus pengajar di Universitas Sheffield Inggris, Dr. Tom Stafford menjelaskan, menulis merupakan kerja “tingkat tinggi”. Sebab, menyusun huruf jadi kalimat bukan perihal yang mudah.
Menulis memerlukan kinerja sensorik yang lebih besar dibanding membaca. Kita lebih mudah mengerti apa yang ditulis dibandingkan menulis. Sebab, fokus yang dipakai berbeda sehingga kita lebih cepat menemukan kesalahan penulisan atau typo pada apa yang kita baca, dibanding apa yang kita tulis.
Beberapa pekan lalu, beredar tulisan Bupati Bojonegoro Anna Muawanah yang berbunyi RESAIGN. Ya, tentu maksudnya RESIGN, tapi keliru RESAIGN. Ini tentu bisa dibaca dari sisi psikologis penulisnya.
Saat seseorang ingin menulis Resign tapi keliru Resaign, misalnya, bisa jadi bukan tanpa alasan. Tambahan huruf “A” di dalam kata tersebut, tentu bisa dibaca menggunakan bermacam pisau perspektif.
A merupakan awalan kata “aku”. Ya, aku, adalah simbol ego yang paling mudah diketahui. Bisa jadi, si penulis sedang ingin menekankan keakuannya, atau ingin menunjukan kemampuannya, karena “A” juga bisa dimaknai sebagai “aktualisasi diri”.
Typo terjadi karena kita berada di dalam situasi yang mendesak. Ketika berada dalam keadaan seperti ini, biasanya kita rentan melakukan kesalahan kecil maupun besar, termasuk typo.
Tapi ketika nulis dalam keadaan santuy dan tetap typo, itu memang malas memeriksa hasil kerja. Melakukan sesuatu tapi malas me-reviewnya. Tapi gapapa, ada editor. Biar editor punya kerjaan lah.
Typo itu celah rizki-nya editor. Jadi, typo harus ada biar editor bisa tetap bekerja. Ini cara Tuhan membagi rizki bagi para editor. Yang aneh adalah, suka typo tapi nggak sewa jasa editor.
Nah, buat kamu yang hobi typo dan nggak suka sewa jasa editor, tenang saja. Tuhan maha baik. Banyak orang di dunia ini yang bisa memahami dan memaklumi typo-mu kok. Sebab, bisa memahami pesan yang disampaikan secara typo, adalah tanda orang-orang yang cerdas.