Sebagai Kota Ramah HAM, tiap pembangunan yang dilakukan Bojonegoro harus bernafas kemanusiaan. Sejauh ini, bagaimana penerapannya?
Pernah nggak Nabsky merenung? Atau ngawang-ngawang tentang pembangunan daerah, wabilkhusus daerah yang konon jadi lumbung pangan dan energi, apalagi kalau bukan Bojonegoro.
Ngomong-ngomong pembangunan Bojonegoro, saban orang harusnya memiliki versi sendiri. Mengingat, NKRI menggunkan sistem pemerintahan bercorak demokrasi. Sepantasnya saban orang berani bersuara untuk kebaikan bersama.
Perlu diingat dan diketahui, Bojonegoro menyandang label yang tidak geme-geme lho, Nabs: Human Rights Cities alias Kota Ramah Hak Asasi Manusia (HAM). Woww…
Arah pembanganunan Bojonegoro tentu spesial. Entah infrastruktur entah SDM, harus bernafas kemanusiaan. Misal nih ya, jalan khusus untuk difabel atau guide block yang berwarna kuning berada di trotoar. Kamu sadar ngga sih? Hehe
Nabsky bisa lihat di beberapa jalan yang ada di sekitar Kecamatan Bojonegoro (Kota); misalnya di Jalan Veteran, sekitar Alun-Alun Kota Bojonegoro, Jalan Teuku Umar, dan sebagainya. Sudah benar belum penerapan dari pemasangan infrastruktur tersebut?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V dalam jaringan (daring) alias online, pembangunan merupakan proses, cara, perbuatan membangun. Turunannya ada pembangunan ekonomi, infrastruktur, pembangunan politik, pembangunan sosial, dan lain-lain.
Berbicara mengenai pembangunan Bojonegoro pada masa lalu, tentunya tidak lepas dari sejarah. Terkait itu, bisa diketahui dalam buku Sejarah Kabupaten Bojonegoro (Menyingkap Kehidupan Dari Masa Ke Masa) yang disusun panitia penggali dan penyusun sejarah hari jadi kabupaten daerah tingkat II Bojonegoro.
Lalu belum tahu, bisa dicari tuh di Perpustakaan Daerah Bojonegoro yang berada di Jalan Pattimura. Itu sih kalau masih ada. Biasanya kan sering nggak ada. Iya kan ya?
Dari buku tersebut, banyak ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang bisa Nabsky peroleh. Terkhusus mengenai sejarah Bojonegoro yang ada kaitannya dengan pembangunan di masa lampau.
Di mana, Bojonegoro merupakan kabupaten agraris. Hasil panen seperti padi, tembakau, dan hasil pertanian yang lain cukup terkenal di tingkat regional bahkan nasional, sebut saja emas hijau alias tembakau dari Bojonegoro yang berkualitas internasional.
Perlu digaris bawahi, ketidaktahuan generasi millenial terhadap sejarah lokal (Bojonegoro) bukan rahasia lagi. Seyogianya pemerintah hadir untuk memberikan edukasi tentang Sejarah dan Kebudayaan di Bojonegoro.
Mengingat, Bojonegoro merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam, seni, dan budaya. Bangunan Cagar Budaya (BCB) tersebar di beberapa titik terkadang kurang tahu cara merawatnya hingga terbengkalai bahkan ada yang dijual.
Nama-nama pahlawan yang digunakan sebagai nama jalan di Bojonegoro seperti Lisman, pejuang Tionghoa (dokter) dari Bojonegoro yang ikut perang sipil Spanyol yaitu Tio Oen Bik, Tentara Republik Indonesia Pejar (TRIP) di Bojonegoro, dan sebagainya. Sebagai warga Bojonegoro seyogianya tahu akan hal itu lho.
Kini, Bojonegoro telah tumbuh dan berkembang. Juga menyandang sebagai Human Rights Citeis atau Kota Ramah HAM (Hak Asasi Manusia). Mirip dengan Gwangju (Korea Selatan), Barcelona, dan beberapa kota lain yang tersebar di planet biru (bumi).
Dalam buku Panduan Kabupaten/Kota Ramah HAM yang diterbitkan International NGO Forum on Indonesian Development (2018) dijelaskan tentang kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan politik di Bojonegoro.
Bahwa 40 persen kawasan Bojonegoro adalah hutan; 78.000 hektare hutan produktif, dan tentunya sumber daya minyak. Secara sosial, orang Bojonegoro dengki melihat orang lain sukses. Karena hidupnya lama dalam konflik dan penindasan. Nah, lho.
Kita tak perlu malu mengakuinya. Yang perlu dilakukan: memperbaiki dalam konteks pembangunan sumber daya manusia (SDM), agar lahir insan progresif nan produktif.
Kabupaten dengan lambang pita bertulis Jer Karta Raharja Mawa Karya, sudah sepatutnya komit sebagai Kota HAM yang ditandai dengan pembentukan Perbup No. 7 2015 tentang Bojonegoro Kabupaten Ramah HAM dan deklarasi pada 2016. Ingat kan? Masak lupa?
Karena itu, tiap pembangunan infrastruktur di Bojonegoro harus fardhu ain bernafaskan HAM. Ramah semua kalangan seperti ibu hamil, lansia, dan difabel. Khususnya pembangunan jalan dan trotoar.
Karena itu, fenomena psikologis berupa gronjalan, jeglongan, dan beberapa paving yang mencuat ke atas tentu tak ramah HAM dan membahayakan pengguna jalan.
Kita tentu patut mengapresiasi adanya Mall Pelayanan Publik (MPP) berada di Jalan Vetaran. Sebab tujuannya memudahkan masyarakat Bojonegoro mengurus surat-surat.
Ketika berada di Jalan Veteran, nabsky jangan lupa meninjau guide block berwarna kuning di area trotoar jalan. Bagaimana keadaannya? Juga beberapa guide block yang kurang presisi plus ameh nabrak tiang.
Tahu kan, apa fungsi guide block berwarna kuning? Iya-iya, percaya deh. Hehe
Coba bayangkan Nabs, kalau kawan kita (difabel) menggunakan fasilitas tersebut. Tentu sebutan kota ramah HAM bukan hanya seremonial belaka. Masak garis kuning nabrak tiang? Hmm
Ngomong-ngomong pembangunan Bojonegoro. Tak bisa lepas dari peranan Pemerintahan Desa. Sebab, desa cerminan terkecil sebuah kota. Karena itu, keterbukaan aliran dana dan pelibatan semua warga (ogak wong iku-iku wae), perlu diawali dari desa.
apabila pembangunan berjalan baik, misalnya keterbukaan secara nyata dan gamblang aliran dana, proyek yang dikerjakan secara tanggung jawab bukan abal-abal atau proyek setan yang artinya tidak ada keseuaian antara proyek di lapangan dengan laporan, dan melibatkan semua warga desa dalam upaya membangun desa (ogak wong-wong iku ae).
Pemerintah Desa, sepatutnya gercep
menganalisis SDM warga desanya, agar tahu dan tentunya menambah rasa cinta terhadap warganya dalam rangka optimalisasi pembangunan desa. Tujuannya, untuk mewujudkan desa yang berdaya dan mandiri. Ingat, Pemerintah Desa menjadi subjek dalam pembangunan, bukan objek.
Secara historis, desa menjadi objek terjadi ketika rezim Orde Baru. Ketika berada di era keterbukaan OGP (Open Government Partnership), warga negara seyogianya menjadi civil society yang kritis dan solutif terhadap fenomena.
Semoga ke depan, pembangunan Bojonegoro bisa terlaksana dengan baik. Jika Nabsky ingin meneropong lebih terhadap pembangunan suatu daerah, bisa coba cari di search engineer (mesin pencari) Mbah Gooogle.
Kunjungi website pemerintah kabupaten Bojonegoro, website BAPPENAS, website NGO yang ada di Bojonegoro seperti; Ademos, Idfos, Bojonegoro Institute (BI), dan lain-lain untuk nambah referensi.
Dan terakhir, karena ini era keterbukaan, apabila Nabsky ada unek-unek, bisa memanfaatkan fitur lapor secara online yang tersedia di website PEMKAB Bojonegoro. Kalau tidak ditanggapi, ya berarti nasib.