Individu memiliki wilayah dinamis dan spesifik berupa ruang pribadi (personal space) atau zona pribadi (personal zone). Meski batasnya tak terlihat secara kasat mata, ia dibawa kemana-mana.
Ketika kita sengaja mendekati seseorang yang tidak kita kenal di ruang terbuka, orang tersebut akan bereaksi sedemikian rupa. Misalnya orang tersebut akan mundur dengan wajah cemberut.
Atau menahan tubuh kita agar tak terlalu dekat. Tanpa kita sadar, kita telah melanggar ruang pribadi seseorang lewat cara tersebut.
Konsep awal dari ruang pribadi ini dikemukakan oleh Edward T. Hall lewat buku berjudul The Hidden Dimension. Melalui buku yang terbit pada 1966 itu, Hall mengatakan jika ruang pribadi sebagai Dimensi Tersembunyi atau Hidden Dimension. Sebab, kebanyakan penafsiran ruang tersebut di luar kesadaran manusia.
Edward T. Hall pun merumuskan konsep Proxemics. Sebuah studi yang menelaah persepsi manusia atas ruang (pribadi dan sosial). Cara manusia menggunakan ruang, dan pengaruh ruang dalam komunikasi.
Proxemics adalah satu di antara beberapa subkategori dalam studi komunikasi nonverbal, termasuk haptics (sentuhan), kinesik (gerakan tubuh), vokal (paralanguage), dan kronemis (struktur waktu).
Dalam karya bukunya tentang Proxemics, The Hidden Dimension, Hall menekankan dampak perilaku Proxemic (penggunaan ruang) pada komunikasi interpersonal.
Menurut Hall, studi tentang proxemics berharga dalam mengevaluasi cara orang berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika Ruang Pribadi Bekerja
Ruang pribadi tak hanya dimiliki oleh manusia saja. Bahkan hewan pun memiliki wilayah atau zona pribadi. Seekor mamalia mungkin menandai batas wilayahnya dengan air kencing. Kebanyakan pengganggu mengenali tanda tersebut dan mematuhinya.
Bagaimana dengan manusia? Manusia menandai wilayahnya atau kepemilikan pribadinya dengan cara yang lebih kreatif. Untuk rumahnya, manusia membuat pagar sehingga tak ada seorang pun yang bisa memasuki wilayah itu tanpa ada izin.
Contoh lain, seorang istri yang ingin memberitahukan hubungan yang jelas dengan suaminya kepada orang lain, biasanya menggandeng lengan si lelaki ketika mereka berjalan kaki. Atau, seseorang ketika difoto dengan mobil barunya, dan ingin menunjukkan kepemilikan atas mobil tersebut mungkin meletakkan tangan di atap atau kakinya di bumper.
Orang yang menyandarkan badannya, tangannya atau kakinya pada suatu benda atau wilayah, secara simbolik mengisyaratkan kepemilikan atau penguasaan atas benda atau wilayah tersebut.
Jika benda atau wilayah tersebut sebenarnya bukan milik atau di bawah kekuasaan kita, sang pemilik sebenarnya kemungkinan besar akan tersinggung dengan perilaku kita.
Seberapa luas wilayah atau ruang pribadi itu terikat pula oleh budaya. Semakin luas zona atau ruang pribadi seseorang, semakin enggan pula orang tersebut untuk berinteraksi dengan orang lain.
Di Arab, interaksi dengan jarak yang cukup dekat adalah suatu hal yang biasa. Sudah jadi budaya orang Arab untuk berinteraksi dengan jarak yang cukup dekat. Bagi orang Amerika atau Eropa, cara atau budaya orang Arab ini akan terasa menganggu.
Di Barat, interaksi antar manusia biasanya punya jarak tertentu. Perbedaan budaya ini punya pengaruh tersendiri. Jadi, tiap negara punya budaya yang berbeda-beda dalam hal ruang dan jarak saat berinteraksi.
Ruang dan jarak memang dibutuhkan oleh manusia. Khususnya dalam konteks berkomunikasi dengan orang lain. Meski hadirnya teknologi mampu memangkas ruang dan jarak, kebutuhan akan personal space manusia tetap tak bisa digantikan.