Game bisa jadi metode pendidikan. Tapi game juga bisa jadi metode kebodohan, jika dilakukan secara berlebihan.
Sudut pandang terhadap game masih negatif. Guru dan orang tua, menganggap game sebagai benalu pendidikan. Tapi, game juga bisa dijadikan sebagai media pembelajaran.
Sedari kecil kamu pasti pernah mendengar kalimat: jangan main game terus biar nggak bodoh. Belajar dulu sana. Lha, dikira game tidak mengajarkan sesuatu. Tidak memberi pemahaman nilai apapun.
Kalau memang game tidak mengajarkan apapun, bagaimana dengan anak TK yang selalu bermain? Apa itu bukan suatu bentuk dari pembelajaran? Game, kalau dilihat dari kacamata yang tidak remang-remang, memberi banyak pembelajaran kok.
Pembelajaran bukan hanya seputar rumus, hitungan angka dan lain sebagainya. Mengasah kreativitas termasuk pembelajaran. Melatih kesabaran juga pembelajaran. Mengenalkan strategi apalagi.
Game, kini telah diimplementasikan dalam berbagai bidang. Termasuk pendidikan. Implementasi game dalam pendidikan, mampu menawarkan metode belajar yang inovatif dan efektif.
Tentunya, didukung konten dan penyampaian yang tepat. Bukankah ini sebuah optimisme? Game sebagai metode pendidikan, menjadi media pembelajaran di masa depan. Mungkin saja terjadi.
Kini, game sudah bisa masuk dalam berbagai sektor. Dari profesi berhubungan dengan game, hingga lahirnya cabang olahraga e-sport berprestasi.
Game, kini juga sering jadi senjata saat sedang mati gaya. Dari PNS yang nggak tahu mau ngerjain apa hingga anak start-up yang nga punya ide buat bikin konten apa-apa, main game adalah alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Dengan begini, masih mau memandang game sebagai hal yang negatif? Era semakin maju. Jangan sampai tangan kita tidak bisa menyentuh. Apalagi mundur 21 tahun kebelakang.
Game akan terasa menyenangkan. Jika kamu bisa belajar darinya. Begitulah tujuan game sebagai pendidikan. Bermain sambil belajar. Sekarang sudah banyak juga game yang dibuat untuk pendidikan.
Sebuah pembelajaran yang hadir dari sebuah game. Misalnya seperti Rocksmith. Buat yang tidak tahu apa itu Rocksmith, kamu bisa cari artikelnya di edisi Jurnaba.co yang sebelum ini.
Dalam penelitian kolektif dilakukan Universitas Jenewa (UNIGE), Universitas Columbia Santa Barbara dan Universitas Wisconsin yang sempat dipublikasikan Psychological Bulletin mengungkapkan, game — terutama genre perang — mampu meningkatkan kemampuan kognitif otak seperti persepsi, atensi, dan waktu reaksi.
Kesimpulan ini didapat dari pengumpulan hasil penelitian selama 15 tahun terakhir. Tidak hanya game bergenre perang saja. Bahkan penelitian ini dikaji lagi dengan berbagai macam genre permainan.
Peneliti lain yang mengkaji game dengan genre selain perang, yang melibatkan 8.970 orang berumur 6-40 tahun, menemukan fakta bahwa mereka yang bermain game punya ketangkasan kognitif lebih baik dibanding yang tidak.
Penelitian tersebut mencakup kemampuan mengerjakan tugas ganda dan mengubah rencana sesuai peraturan yang ditentukan. Hasilnya, kemampuan kognitif pemain game, satu setengah kali lebih baik dibandingkan mereka yang bukan pemain game.
Game memang baik. Tapi, kebanyakan main game hingga lupa makan dan minum dan belajar tentu tidak baik. Alih-alih kecerdasan kognitif meningkat, justru berdampak buruk. Tidak fokus pada pekerjaan adalah satu di antara banyak dampak negatif main game.
Asal tidak berlebihan game akan berdampak positif bagi kamu. Yang penting harus diimbangi dengan hal lain. Tulisan ini tidak mengajakmu berdiam di dalam kamar seharian sambil main game.
Semoga citra game lebih baik lagi. Dan semoga, orang-orang yang main game juga tidak berlebihan. Game bisa menjadi metode pendidikan. Tapi game juga bisa jadi metode kebodohan, jika dilakukan secara berlebihan.