Di tepi jalan raya Baureno (Bowerno) Bojonegoro, ada sebuah Toko Buku legendaris yang setia membersamai ramainya arus lalu lintas. Meski orang-orang hampir tak ada yang memerhatikan, nyatanya ia tetap eksis hingga sekarang. Seakan hendak memberi pesan kepada masyarakat tentang pentingnya budaya membaca (iqra’) di sepanjang zaman.
Legendarisnya begitu terkesan dari eksistensinya yang konsisten, selalu buka saban hari. Barangkali ada orang yang melihat-lihat koleksi bukunya, membaca sinopsis di sampul belakang, kemudian tertarik untuk membeli. Meski kenyataannya jarang sekali yang menghampiri Toko Buku Baureno ini, untuk tak mengatakan sama sekali.
Setelah sekian lama menata niat untuk mampir ke sana, setiap melintas di depannya, akhirnya kesampaian juga. Sewaktu kali pertama masuk, toko buku ini langsung menyuguhkan koleksinya di kedua rak yang saling berhadapan. Begitu menawan hati untuk sekedar melihat judul-judul bukunya di setiap barisan yang tertata rapi.
Menariknya, saya tak menemukan buku karya-karya terbaru di sini, bahkan sebagian merupakan buku bekas yang tentu masih layak baca. Seperti buku yang bernuansa ekologis berjudul Hukum Lingkungan dua jilid karya Munadjat Danusaputro. Tidak sedikit pula buku yang berbahasa inggris, seperti buku tentang kedokteran ataupun novel.
Meski mulai jarang dikunjungi orang, pemilik Toko Buku Baureno, Ibu Tia, masih begitu ramah, komunikatif dan hafal letak-letak buku sesuai judulnya. Misalnya, saat mencarikan buku sastra klasik Angkatan Balai Pustaka. Ia tak memerlukan waktu lama, untuk menemukan dua buku berjudul Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis Sutan Sati, dan Salah Asuhan karya Abdoel Moeis.
Meski saya tak jadi membawanya, Ibu Tia masih sabar menemani dalam mencari harta karun buku lawas yang banyak menyelinap di sela-sela rak, dan tanpa ragu mempersilahkan saya untuk mengambil sendiri. Setelah hampir sejam mencarinya, akhirnya hati dan pikiran terpaut pada empat judul buku.
Di antaranya; Sastra Ekologis, Wahyu Pembebasan: Relasi Majikan-Buruh, Di Bawah Bayang-bayang Amerika Serikat, dan Terjemah Al-Barzanjie. Keempat buku tersebut masih tergolong cetakan lama, masih tersegel dan dijamin orisinal.
Namun yang mengejutkan, dari bagusnya kondisi dan kualitas bukunya, tak sebanding dengan harganya, hanya 55.000 rupiah.
Barangkali harga segitu, bila dibelikan di toko buku kenamaan di jantung kota Bojonegoro, hanya dapat satu buku atau bahkan kurang. Kalaupun dapat sebuah buku, belum menjamin kualitas bacaannya sebagus yang ada di Toko Buku Baureno.
Untuk diketahui, sejarah berdirinya toko buku ini, berawal dari suami Ibu Tia yang berjualan majalah di Kota Surabaya. Lama berselang kemudian pindah ke Rembang. Sebelum akhirnya pada tahun 2007, memutuskan untuk memboyong semua koleksi majalah beserta buku-bukunya ke tanah kelahiran. Sejak saat itulah berdiri, Toko Buku Baureno.
Di era keemasannya, menurut cerita Bu Tia, dulu begitu ramai dikunjungi banyak pelajar. Misalnya, mencari Kamus Bahasa Inggris, buku Ujian Nasional, buku tes CPNS, ataupun mencari referensi biografi tokoh. Namun seiring bergantinya kurikulum sekolah, ditambah derasnya arus digital, toko buku legendarisnya kian sepi ditinggal peminatnya.
Walaupun demikian, Toko Buku Baureno pernah memainkan peranan yang intim di tengah budaya literasi. Dan eksisnya yang melegenda hingga hari ini, masih begitu patut untuk dikunjungi dan diramaikan kembali. Lokasinya berada di sisi selatan jalan raya, di antara Masjid Besar Baiturrohman dan Taman Gajah Bolong, sumonggo.