Mass Rapid Transit atau MRT yang ada di Jakarta jadi wahana untuk merevolusi transportasi Ibukota. Meski belum digunakan secara maksimal, moda MRT diyakini jadi solusi konkret dari permasalahan transportasi di Ibukota.
Keberadaan MRT memang sudah lama ditunggu oleh warga Ibukota. Kereta cepat ini secara resmi beroperasi pada 2019. Sempat digratiskan, kini para penumpang harus membayar untuk bisa menikmati layanan MRT.
Setelah masa uji coba berakhir, suasana stasiun maupun di dalam MRT cenderung lebih lengang. Warga Jakarta nampaknya masih lebih memilih bus Transjakarta yang tarifnya lebih murah. Jadi tak mengherankan jika MRT ini jadi pilihan ke sekian bagi warga Jakarta, terutama para kelas pekerja.
Salah satu warga yang menikmati kemudahan dari MRT adalah Reny Budilestari. Bersama dengan anaknya, Reny menjajal transportasi MRT lewat stasiun Lebak Bulus. Menurut eks Dosen Institut Kesenian Jakarta tersebut, MRT membuat para penumpang jadi lebih mandiri dan disiplin.
“MRT membuat penumpang jadi lebih disiplin. Aturan naik tangga, ada tandanya. Mana yang naik dan turun. Ada tanda yang diam dan bergerak kalau di tangga jalan,” ungkap Reny.
Fasilitas di stasiun maupun di dalam gerbong MRT memang sangat modern. Penggunaan e-ticket hingga bangunan yang serba futuristik membuat kita seolah dibawa ke peradaban lain.
Selain itu, banyak pula kemudahan yang didapatkan kepada perempuan dan anak-anak. Misal, keberadaan gerbong khusus untuk anak dan perempuan. Ada pula tempat duduk khusus bagi ibu hamil, lansia dan penyandang disabilitas.
Sayangnya, warga Jakarta masih banyak yang enggan berpindah dari transportasi pribadi. Masih menurut Reny Budilestari, warga Jakarta masih gemar menggunakan mobil pribadi dibandingkan dengan naik MRT. Namun Ibu satu anak itu yakin jika cepat atau lambat warga Jakarta akan beralih ke MRT dan meninggalkan kendaraan pribadinya.
“Sudah banyak yang meninggalkan mobil pribadi, meski presentasenya kecil. Tapi dengan akan diberlakukan rute ganjil genap yang semakin luas, mungkin ya akan mengurangi lagi pemakai mobil pribadi,” tambah alumni Universitas Indonesia tersebut.
Tarif MRT memang bervariasi. Paling murah Rp 4 ribu. Sedangkan yang paling mahal mencapai Rp 17 ribu. Semua tergantung jarak tempuh.
Kini tugas pihak-pihak terkait adalah memastikan bahwa MRT adalah sarana transportasi yang baik dan ideal kepada masyarakat. Dengan terus melakukan sosialisasi lewat berbagai platform atau medium, MRT bisa dilirik lebih banyak pengguna transportasi di Ibukota.
Naiknya tarif ojek online nampaknya juga bakal berpengaruh terhadap para pengguna MRT. Diperkirakan akan lebih banyak masyarakat yang menggunakan MRT sebagai moda transportasi usai kenaikan tarif ojek online.
Berdasarkan peraturan Menteri Perhubungan, penyedia jasa ojek online memang harus menyesuaikan tarif sejak 9 Agustus 2019. Ada kenaikan yang cukup signifikan di peraturan baru tersebut.
Penyedia layanan ojek online seperti Gojek dan Grab sudah melakukan sejumlah penyesuaian tarif. Gojek misalnya, yang sudah memberlakukan tarif baru untuk 88 daerah yang terbagi ke dalam 3 zona.
Kenaikan tarif ojek online bisa jadi membuat MRT mulai banyak dipilih oleh warga Ibukota. Masyarakat tentu akan memilih moda transportasi yang tak hanya murah, tapi juga efisien.
Transportasi massal seperti MRT memang dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah metropolitan. Harapannya, MRT bisa jadi pilihan transportasi utama dan mampu mengurangi kemacetan di Ibukota.
Kira-kira MRT mampu jadi moda transportasi nomor satu di Ibukota nggak ya Nabs? Kita lihat saja beberapa tahun ke depan.