Liverpool butuh waktu 30 tahun, Leeds United 16 tahun. MU baru tujuh tahun. Wahai fans Setan Merah, bersabarlah!
Linimasa Twitter-ku pagi ini sungguh tidak menyenangkan. Sebuah akun bola membuat utas perayaan gelar juara liga sepak bola Liga Inggris.
Utas pertama menampilkan Henderson dan skuat Liverpool mengangkat piala Liga Primer dengan penuh riuh gembira. Liverpool layak bergembira setelah tiga puluh tahun penantian juara.
Utas kedua menunjukkan Leeds United mengangkat trofi juara Divisi Championship. Prestasi ini menjadikan skuat asuhan Marcelo Bielsa berhak promosi ke Liga Primer Inggris. Penantian setelah 16 tahun.
Nah, bagian terakhir dari utas tersebut menampilkan pemain Manchester United terduduk di atas rumput lapangan sambil tangannya memegang mata.
Seolah menampilkan ekspresi seseorang yang tengah bersedih atau mengeluarkan air mata. Tujuh tahun sepeninggal Alex Fergusson, MU berubah menjadi tim medioker.
Jika ada motivator, maka kalimat ini layak disampaikan dan lantas dijadikan kredo bagi fans MU: Liverpool butuh waktu 30 tahun, Leeds United 16 tahun. MU baru tujuh tahun. Sabar, wahai kalian fans Setan Merah!
Riset yang dilakukan Football Fans Census tahun 2012 menempatkan Manchester United, Liverpool, dan Leeds United sebagai tim yang paling dibenci oleh fans netral.
Sementara kedua fans, baik Masnchester United dan Liverpool, menilai kedua klub ini adalah rival abadi. Fans Leeds United menilai Manchester United adalah rival abadi mereka. Oh, segitiga. Benci tapi rindu.
Rivalitas ketiga klub ini akan menjadikan Liga Primer Inggris musim depan lebih semarak. Tentu tidak hanya rivalitas fans dan penggemar di luar lapangan, melainkan juga adu strategi di dalam pertandingan.
Jurgen Klopp penganut mazhab strategi gegenpressing dan serangan cepat (blitz krieg), sementara Marcelo Bielsa masyhur dikenal sebagai guru sepakbola indah dengan totalitas penguasaan bola.
Lantas, Ole Gunnar Solskjaer, apa strateginya? Bermain reaktif lalu serangan balik, tapi pusing saat ketemu tim yang bertahan total?
Jika demikian, maka fans MU harus melipatgandakan kesabaran untuk musim-musim depan. The next next next next next years is ours!
Sepakbola, dengan segala rivalitas dan persaingannya, tetaplah sebuah permainan. Rivalitas dalam sepakbola tidak boleh mengoyak-oyak kehidupan manusia.
Sepakbola dengan segala rivalitasnya, harusnya tak menjadi sumber kesengsaraan dan kebencian antar manusia, melainkan sumber kebahagiaan dan saling menghargai.
“Permainan berakhir setelah 90 menit, tetapi hidup harus terus berjalan,” demikian kata legenda sepakbola Brasil, Socrates.
Ahmad Fuady merupakan dosen sekaligus fans MU garis Diehard tapi bijaksana.