Pandemi Covid-19 membuat pelaksanaan perhelatan empat tahunan, Olimpiade Tokyo 2020 terpaksa batal digelar tahun ini.
Olimpiade Tokyo 2020 yang semula akan diselenggarakan pada 24 Juli sampai 9 Agustus 2020.
Namun karena pandemi belum menunjukkan tanda-tanda mereda maka event besar empat tahunan itu terpaksa ditunda tahun depan (read: 2021).
Melalui event ini, dapat dilihat bagaimana kita sebagai penonton merasa bangga setiap jengkal pencapaian para atletnya.
Ketika kita menonton sebuah pertandingan olahraga, tentulah kita akan bersorak-sorai meneriakkan “Indonesia” ataupun merasa bergairah saat kita berada dititik kemenangan.
Namun, lain lagi ketika kita berada diujung kekalahan, pastilah kita akan merasa tak bergairah untuk menontonnya.
Problematika ini tentu saja dialami oleh setiap orang yang menonton laga berlabel Tim Nasional Indonesia.
Tetapi yang pasti, tanpa disadari melalui olahraga kita dapat bersatu meneriakkan satu nama yakni, “Indonesia!”.
Lantas sejak kapan semangat nasionalisme memenuhi ruang-ruang perhelatan event olahraga?
Mengutip dari Otto Bauar, nasionalisme adalah suatu persatuan sifat dan karakter yang muncul karena adanya perasaan senasib dan sepenanggungan.
Perasaan senasib dan sepenanggunan tak akan muncul dengan ujug-ujug.
Tetapi melalui proses panjang yang beritme tak semudah membalikkan telapak tangan.
Momen-momen emas akan digembor-gemborkan dan akan selalu dikenang dalam kacamata olahraga.
Tentu masih segar dalam ingatan ketika Susi Susanti berhasil menorehkan tinta emas perjalanan Indonesia di Olimpiade Barcelona 1992.
Momen itu akan selalu dikenang oleh pecinta olahraga, karena untuk pertama kalinya, Merah Putih berkibar dan Indonesia Raya berkumandang dilevel olimpiade.
Selepas pertandingan, Susi Susanti berteriak sebagai upaya untuk meluapkan segala perjuangannya yang berbuah manis yakni menggondol emas untuk negeri tercinta.
Ketika Indonesia Raya bergelora di Stadion Barcelona, tangis keharuan Susi Susanti tak terbendung.
Rasa nasionalisme inilah yang menjadi pengingat bahwa meskipun berasal dari “minoritas keturunan Tionghoa” tapi tetap berdarah sama yakni, “Darah Indonesia!”.
Sebenarnya, semangat nasionalisme dalam ranah olahraga tidak hanya ditujukan dengan prestasi atau kemenangan saja, tetapi juga komitmen dan dedikasi untuk negara.
Pengakuan Suliana yang merupakan anggota dari Tim Bola Basket Cahaya Lestari Surabaya (Chun Lik She), menyatakan bahwa ketika CLS berada dibawah rezim Orde Baru.
Awalnya, CLS berencana untuk mengikuti event internasional di luar negeri.
Namun, karena adanya permasalahan pada pembuatan passport maka mereka batal berlaga.
Tetapi semangat pantang menyerah CLS perlu diacungi jempol.
*Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Melalui Olahraga*
Beberapa tahun yang lalu, Lindaweni Fanetri sedang berlaga di BWF World Championship 2015 Jakarta. Ketika itu ia berhasil menembus partai semifinal.
Namun, sebuah tragedi menghantam ia menderita cedera kaki, tak mau kalah dengan pesaingnya ia tetap berlaga meskipun kakinya telah berada difase hampir kritis.
Pada partai itu ia harus menelan kekalahan tetapi satu tekad yang membara adalah tak mudah putus asa walaupun ia sedang cedera.
Menyimak pernyataan itu tentulah dapat disimpulkan bahwa semangat nasionalisme dalam olahraga dapat diartikan sebagai rasa cinta pada tanah air, bangga menjadi atlet Indonesia, memiliki motivasi bertanding dan berprestasi untuk negara (Qoriah, 2015).
Melalui olahraga dapat menjadi media menanamkan semangat nasionalisme dan nilai-nilai kehidupan tanpa adanya paksaan.
Melalui olahraga pula identitas nasional dan solidaritas nasional dapat terbentuk (Frey & Eitzen, 1991).
Sehingga tak heran ketika dua kubu yang bersebelahan dapat akur hanya karena olahraga.
Masih terngiang dalam ingatan saat Joko Widodo dan Prabowo Subianto saling berpelukan tatkala menyaksikan pencak silat bertanding di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang, beberapa tahun yang lalu.
Seperti yang kita ketahui bahwa Joko Widodo dan Prabowo Subianto adalah dua lawan kuat yang bertanding dipentas pemilihan Presiden Republik Indonesia 2019, pada saat itu (read: 2018).
Bila menilik dari uraian diatas, sebuah pertanyaan ulung dilayangkan, lantas, bagaimanakah cara kita menumbuhkan semangat nasionalisme melalui olahraga?
Pertama, perbaikan sarana dan prasarana olahraga. Para atlet professional yang tergabung pada tim nasional tentu saja mendapatkan berbagai sarana dan prasarana olahraga yang memadai.
Namun, bandingkan dengan para atlet yang masih mencoba menanjaki garis karier, tentu saja sarana dan prasarana masih serba terbatas.
Untuk itu, apabila pemerintah serius untuk memperbaiki sarana dan prasarana olahraga yang ada tentu saja prestasi-prestasi dalam cabang olahraga yang belum terdengar kiprahnya dapat bermunculan.
Tetapi apabila tak diperbaiki, jangan harap olahraga kita bakal berkembang pesat seperti Thailand!
Kedua, memperbanyak kegiatan atau event olahraga sekup domestik.
Melalui memperbanyak kegiatan atau event olahraga dapat meningkatkan semangat berpacu untuk meraih prestasi sehebat-hebatnya para atlet.
Apabila tak diperhatikan, bukan tidak mungkin Fung Permadi yang begitu berprestasi dapat berpaling ke negara lain hanya karena kurangnya perhatian pemerintah.
Karena sejatinya para atlet butuh perhatian dari pemerintah. Bukan hanya perhatian tentang finansial saja.
Tetapi juga berbagai macam perhatian yang seolah luput dari penanganan pemerintah.
Dimas Bagus Aditya, Mahasiswa Ilmu Sejarah, Universitas Airlangga.