Meski cuaca panas, kuliner pedas tetap membuat berselera. Lewat masakan, tubuh bisa berkeringat dan jiwa bersemangat. Apalagi jika diterpa deburan angin persawahan. Segar, terasa seperti dilahirkan kembali ke dunia.
Atmosfer semacam itu bisa terasa di Kecamatan Kanor, Bojonegoro. Ladang tembakau bisa dilihat di kanan-kiri jalan. Musim kemarau dimanfaatkan pemilik lahan untuk menanam tembakau. Alhasil, pemandangan tanaman tembakau tampak begitu luas, hijau nan syahdu.
Tak jauh dari Pasar Kanor, tepatnya di ujung pertigaan terdapat sebuah bangunan. Bangunan ini berada di salah satu sudut pertigaan jalan. Tampak tulisan “Warung Belut Lek Kur” terpampang di kaca jendela bangunan tersebut.
Nabs, olahan belut termasuk kuliner populer di Bojonegoro. Terlebih dimasak dengan bumbu pedas-asin yang alami. Bukan kayak cuitan mulut tetangga, rasanya nggak enak tapi pedasnya terasa di hati. Masyarakat Bojonegoro memang penyuka masakan pedas.
Warung belut tersebut menyediakan menu belut pepes. Belut dimasak dengan bumbu pedas, lalu dibungkus daun pisang. Sekilas, terlihat mirip lemet pohung (menyok), tapi ukurannya lebih besar. Tidak sebesar lontong juga sih.
“Kok ketapatan hari ini dapat belut dari Balen. Biasanya dapatnya dari Kanor sendiri, jauh lebih gede dibanding ini,” kata pemilik warung, Lek Kur.
Warung makan tersebut cukup terkenal dengan olahan belutnya. Namun, selain belut ada juga olahan ikan. Baik ikan sungai atau ikan tambak. Pada Sabtu (10/9/2019) siang, tim Jurnaba kurang beruntung saat makan di sana. Selain pepes belut, hanya ada ikan patin yang juga dimasak bumbu pedas.
“Ada ikan lagi ya ikan patin ini mas. Sama, dimasak pedas juga,” kata Lek Kur.
Pemilik warung itu mengatakan bahwa sebelumnya, dia tidak mendapat ikan. Padahal, biasanya dia mendapatkan stok ikan dari penjual langganan.
Nasi di warung Lek Kur juga bervariasi. Selain nasi putih, terdapat nasi jagung. Boleh juga dicampur jika pelanggan mau. Kemudian, nasi tersebut disiram dengan sayur lodeh. Kebetulan, hari itu tersedia lodeh waluh (labu kuning).
Menurut seorang pengunjung, Teguh Putiroy mengatakan, dia biasa makan siang di sana. Terlebih saat hari libur kerja. Dia sering ke warung tersebut bersama keluarga atau teman kantor.
“Iseng-iseng aja kalau ada waktu bareng teman kantor. Ada yang ngajak makan, ya biasanya ke sini,” kata Teguh.
Harga makanan pun cukup ramah lingkungan. Eh, ramah kantong maksudnya. Untuk satu orang, seporsi nasi jagung dengan dua pepes belut tidak mencapai Rp 20 ribu. Itu sudah termasuk tempe, kerupuk dan minum.
Tentu saja, menikmati kuliner pedas sangat nikmat. Ditambah pemandangan lahan tembakau yang memanjakan mata. Suasana pedesaan yang rindang dan teduh kental terasa. Udara sekitar masih bersih. Angin berhembus cukup kencang. Pasalnya, Kanor berada tepat di samping aliran Sungai Bengawan Solo. Karena itu angin terasa berhempus sepoi-sepoi. Seperti nafas segar bumi yang hidup.