Lagi dan lagi. Imam Besar Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Insomniah wa Jurnabiyah membuat kejutan yang sepengakuan saya, senantiasa membuat jiwa dan raga ini tertawa.
Bojonegoro, 24 Februari 2021. Saya menyunting tulisan Widodo ihwal konsep Kelas Litreasi Jurnaba (KELIR). Di sebuah warung kopi yang berada di Jalan Panglima Polim, Sumbang.
Sore itu, bersama sang empunya tulisan, Ira Aristiasari, dan kawan Ira, saya lupa namanya. Obrolan yang disaksikan oleh kopi, cangkir, dan makanan ringan itu, tidak terlalu lama.
Widodo asyik dengan gawai. Ia mencoba mengais rezeki melalui gawai hanya dengan menonton video
tanpa seksama. Ira dan kawannya, juga berdiskusi tentang topik lain.
Saya pun begitu. Lebih menaruh perhatian pada menyunting tulisan Widodo.
Sebelumnya, Widodo berkata, “Bung, mek opo we?”, “Ki lo, ngedit tulisanmu tentang konsep kelas literasi Jurnaba”. Kemudian Widodo menjawab, “Oalah”. sesekali juga memancing dialektika dengan Ira dan kawannya.
Pada Kelas Literasi Jurnaba (Kelir) yang akan dihelat pada Sabtu, 27 Februari 2021, yang akan menjadi pengatur ritme acara yang diisi Widodo Ramadhani dan Shoffan Maulana, adalah Ira Aristiasari.
Tak selang berapa lama, pertemuan pada sore menjelang sandekolo itu usai.
Saya mengayuh sepada ontel untuk ngopi plus ngangsu kaweruh bersama kawan-kawan Front Nahdliyin (FN), Fakultas Hukum (FH), dan Sunan Ampel Student from Bojonegoro (SASB) di sebuah warung kopi yang dekat dengan gapura Perumahan Rakyat “PERAK”.
Saya dan seorang kawan, memiliki gagasan untuk memberikan kendaraan tempur untuk resimen mahasiswa menjadi penghuni terakhir di warung kopi itu. Juga sempat menyaksikan hujan turun membasahi bumi.
Tiba-tiba, ada notifikasi dari Imam Besar Jurnaba. Nah, di sanalah, saya senyum-senyum sendiri. Memperoleh hasil editan konsep Kelir, wqwqwq. Banyak aspek kelucuan dalam tulisan itu, khas Jurnaba, mengabarkan degup kebahagiaan.
Yang menjadi perhatian lebih adalah bagaimana hubungan antara kelas literasi Jurnaba dengan
obat herbal. Dalam sanubari bergumam, “Asem og. Enek..enek..ae, hahaha”. Hal itu membuat saya berfikir dan agak merenung.
Kemudian lahirlah gagasan. Namun sebelum memberikan pandangan tentang itu, saya juga mencari beberapa referensi. Nah, singkat pengetahuan saya, korelasi antara Kelir dengan obat herbal merupakan tahapan dari Sekolah Literasi Guratjaga itu sendiri.
Loh, kok bisa?
Ya, karena sebelum memberikan pandangan tentang itu. Harus membaca terlebih dahulu. Membaca ayat-ayat kauniyah. Dan proses pembacaan itu, saya lakukan pada tanggal 24-25 Februari 2021. Kemudian memahami hakikat menulis.
Banyak sekali godaan untuk menarikan jari di atas tuts keyboard. Alhamdulillah, pada pukul 16.23 WIB saya sudah memperoleh tulisan sebanyak 400-an kata. Eh, tetapi dalam tugas Imam Besar harus satu halaman.
Santai, berarti saya harus mencetak bolak-balik bak proses nggoreng telo. Agar halamannya tetap satu, hehehe. Baik, itulah korelasi antara kelir dan obat herbal.
Kelir hadir dari proses Guratjaga dan menjadi pembeda di antara
triliunan kelas menulis di jagat raya.
Atau dalam kata lain, kelas menulis yang anti mainstream yang didalalamnya ada unsur as-syifa’
yang bukan hanya sekadar as-syifa’ secara umum.
Dan entah sadar atau tidak, kita telah menulis sejarah baru. Ya, pada tanggal 25 Februari 2021 di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi ini, di negara NKRI Harga Mati yang benar-benar mati dalam dekapan imperialisme dan feodalisme, dan gembar-gembor Pancasila yang nilainya teramat sangat dalam itu.
Kita telah menulis sejarah baru. Sesuatu yang baru, harus menjadi lama bahkan membusuk terlebih dahulu karena fakror klimatologis agar bermutu. Ya, that is a history.
Kita membahas konsep kelas literasi, Imam Besar, Widodo, dan saya, membuktikan pada dunia,
bahwa sejarah bukan hanya milik orang besar nan agung atau the great man. Sebab dengan proses menulis, kita adalah sejarah itu sendiri.
Dan beberapa tahun ke-depan, tulisan ini akan menjadi dokumen primer. Yang akan dicari oleh generasi sejarawan selanjutnya, ketika akan meneliti Guratjaga, Kelir, Jurnaba, dan khususnya, Maktabah Rizkiawaniyah.