Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Cecurhatan

Datangnya Kilang Minyak dan Fatamorgana Masa Depan

Ruri Fahrudin Hasyim by Ruri Fahrudin Hasyim
February 26, 2021
in Cecurhatan, Headline
Datangnya Kilang Minyak dan Fatamorgana Masa Depan
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Kampung miliarder, sesungguhnya pernah disemat pada Kecamatan Gayam. Jadi, jika ingin tahu seperti apa masa depan Sumurgeneng Jenu, bisa dilihat dari kondisi Kecamatan Gayam saat ini. 

Dalam sepekan terakhir, kita ramai membicarakan warga sekampung memborong mobil berjamaah, yang mendadak jadi miliarder. Tepatnya di Desa Sumurgeneng Kecamatan Jenu, satu diantara tiga desa di kawasan pesisir Tuban yang lagi gencarnya pembebasan lahan atas sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN), berupa Kilang Minyak.

Miliaran uang ganti rugi yang tampak fantastis itu seolah menjadi gerbang awal menuju masa depan yang menjanjikan. Di mana kedatangan Pertamina bersama Rosneft membangun kilang Grass Root Refinery (GGR) membawa berkah bagi kehidupan masyarakat desa, sehingga gayung bersambut mereka sorak sorai penuh kegembiraan, lalu merelakan tanah moyangnya. Tapi benarkah demikian?

Mengikuti jejak pemberitaan. Kelimpahan uang ini yang pasti kemudian menjadi target menggiurkan bagi diler mobil di tengah kelesuannya di masa pandemi. Selain juga banyak sales berseliweran menawarkan produknya dari pintu ke pintu rumah warga, di mana gula di situ banyak semut mengerumuni berebut kemanisannya.

Sehingga situasi demikian mendorong dan turut membentuk keseharian masyarakat menjadi konsumtif dan tampak hedonis. Sebanyak ratusan mobil baru yang dibeli warga lalu menghiasi teras-teras rumah, bahkan ada yang membeli 2 sampai 4 mobil sekaligus. Artinya, penetrasi kapital yang merangsek ke pedesaan ini mampu menggeser sosial kebudayaan, yang dulunya gak neko-neko sekarang jadi perlente dan penuh gengsi.

Kembali pada pertanyaan tadi, iyakah segenap masyarakat benar-benar suka cita dengan datangnya Pertamina-Rosneft?

Atau barangkali mereka membeli mobil ramai-ramai itu sekedar ikut euforia saja. Karena sebetulnya mereka tak berdaya untuk menolak pembangunan kilang minyak di atas lahan produktifnya?, yang seharusnya menjadi nadi kehidupan bagi kaum tani.

Berangkat dari unggahan video tiktok berdurasi 18 detik yang mempertontonkan deretan mobil baru yang dikirim bersamaan dengan kawalan polisi, berhasil menghebohkan warganet dan menjadi trending bahasan di media sosial.

Namun selanjutnya, banyak yang nyinyir lantaran dulu masyarakat menolak keras pembangunan kilang. Kini seolah-olah mereka menelan ludahnya sendiri karena silau akan gelimang miliaran rupiah, yang bisa menyulap mereka menjadi orang kaya baru.

Padahal tidak sepenuhnya demikian. Justru fenomena menghebohkan yang diamini banyak orang, menjadi kamuflase atas kebenaran yang terpendam. Lalu berkembang menjadi opini dan ke-nyinyir-an yang liar, semakin memendam lebih dalam rintihan suara mereka yang kian lamat-lamat tak terdengar.

Seperti halnya pernyataan salah seorang warga yang dulu ikut menolak melepas lahannya, kemudian akhirnya berkata “saya sadar rakyat kecil tidak akan pernah bisa melawan negara” dengan nada menyerah tak berdaya.

Dari sini, kita boleh bilang bahwa datangnya proyek kilang minyak sebetulnya melenyapkan akses penduduk yang mayoritas tani pada tanah garapannya. Pertamina-Rosneft sebagai elit bisnis bersama pemerintah pusat dengan senjata politik PSN-nya, telah berhasil mengeksklusi para petani dari lahan pertanian yang hampir ribuan hektar.

Ada empat kekuatan eksklusi (power of exclusion) berupa regulasi, paksaan, pasar, dan legitimasi (Hall dalam M. Shohibuddin, 2018), yang turut memuluskan segala proyeksi aliansi bisnis-politik, dalam hal ini pembangunan kilang GGR.

Pertama, regulasi, berkaitan erat dengan instrumen negara dan hukum. Di mana Kilang Minyak Tuban ini menjadi bagian proyek dalam Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, bahkan ia menjadi PSN prioritas sehingga digenjot pembangunannya.

Saat awal-awal pembebasan lahan banyak protes bermunculan dari masyarakat desa-desa terdampak, sampai berkali-kali melakukan demonstrasi penolakan. Tapi selantang apapun suara mereka, sekeras apapun mereka berupaya, pelepasan lahan ternyata cukup mudah dilakukan.

Jelas saja dengan skema konsinyasi, yang berlandaskan UU No. 02 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah, skemanya tinggal titipkan saja uang ganti rugi di pengadilan, mau setuju atau apa tidak. Maka ini adalah bentuk dari perampasan lahan (land grabbing) oleh negara.

Kemudian pelaksanaannya dengan kekuatan eksklusi kedua, yakni paksaan (force), yang melibatkan aparatus kekerasan negara maupun non-negara. Seperti pencopotan spanduk penolakan yang menghiasi jalan poros desa oleh Polisi bersama Satpol PP. Bahkan ada tiga petani pernah dipenjara lantaran menggelar aksi protes saat ada kunjungan Presiden Jokowi dua tahun lalu.

Ketiga, berupa pasar, dalam memenuhi permintaan BBM dalam negeri sebagai upaya mengurangi impor, kilang GGR dirasa akan mampu mengolah minyak mentah sebesar 300.000 barel perhari, yang berupa bensin, solar, dan avtur. Maka untuk kepentingan pasar, harus ada yang berkorban, tapi persoalannya sejak semula dalam ekspansi modal yang dikorbankan selalu saja mereka yang strukturalnya paling lemah, yakni kaum tani pedesaan.

Tanah mereka dirampas secara legal, sekaligus mereka diciptakan sebagai buruh murah (Dede Mulyanto, 2018) untuk proyek pembangunan kilang. Setelah industri berjalan, tentu tak semuanya akan menjadi buruh tetap dengan upah layak, mengingat kilang minyak tergolong industri padat modal, yang tak memerlukan pasukan buruh melimpah. Lantas mereka akan beralih ke sektor jasa, ekonomi kreatif, bahkan terpaksa pergi merantau. Atau membeli sawah lagi di sekitar sana untuk tetap bertani, di bawah bayang-bayang cerobong korporasi yang tentu membuat sawah kian tak produktif. Selain kedepannya akan terancam kembali oleh korporasi yang rakus lahan, biar rumah mereka sekalipun bisa ikut tergusur.

Yang terakhir, adalah legitimasi, dari segenap pihak yang turut mendukung pembangunan kilang minyak, termasuk tokoh-tokoh agama yang biasanya menjadi panutan masyarakat pedesaan. Apalagi sorotan media yang menjuluki kampung miliarder juga turut mengonstruksi pola pikir masyarakat. Sehingga berbagai upaya eksklusi terhadap mereka dapat diterima secara politik maupun sosial.

Lalu proyek-proyek selanjutnya, terus akan memakai pola yang sama. Bahkan daya dukung regulasi semakin kuat dengan ditekennya 45 Peraturan Pemerintah dan 4 Perpres turunan UU Cipta Kerja, yang kian menggenjot investasi. Maka siap-siap saja jika kawasan hutan, lahan pertanian, dan rumah kita sendiri yang kemudian terdampak selanjutnya.

Tags: KilangKilang Minyak TubanTuban

BERITA MENARIK LAINNYA

Asy-Syabab Nusantara dan Perkembangan Sholawat Kontemporer di Bojonegoro (1)
Cecurhatan

Asy-Syabab Nusantara dan Perkembangan Sholawat Kontemporer di Bojonegoro (1)

April 13, 2021
Larangan Mudik, Cara Pemerintah Menyelamatkan Para Jomblo
Cecurhatan

Larangan Mudik, Cara Pemerintah Menyelamatkan Para Jomblo

April 12, 2021
Bupati Bojonegoro Gelar Pasar Murah Menjelang Ramadhan, Semoga Tidak Jadi Pasal Kerumunan
Cecurhatan

Bupati Bojonegoro Gelar Pasar Murah Menjelang Ramadhan, Semoga Tidak Jadi Pasal Kerumunan

April 11, 2021

REKOMENDASI

Syifa’ul Qolbi dan Pengenalan Sholawat Sejak Dini (3)

Syifa’ul Qolbi dan Pengenalan Sholawat Sejak Dini (3)

April 15, 2021
Hadrah Al-Isro’, dari Santri Ngaji hingga Perjuangan Syiar Sholawat (2)

Hadrah Al-Isro’, dari Santri Ngaji hingga Perjuangan Syiar Sholawat (2)

April 14, 2021
Asy-Syabab Nusantara dan Perkembangan Sholawat Kontemporer di Bojonegoro (1)

Asy-Syabab Nusantara dan Perkembangan Sholawat Kontemporer di Bojonegoro (1)

April 13, 2021
Larangan Mudik, Cara Pemerintah Menyelamatkan Para Jomblo

Larangan Mudik, Cara Pemerintah Menyelamatkan Para Jomblo

April 12, 2021
Bupati Bojonegoro Gelar Pasar Murah Menjelang Ramadhan, Semoga Tidak Jadi Pasal Kerumunan

Bupati Bojonegoro Gelar Pasar Murah Menjelang Ramadhan, Semoga Tidak Jadi Pasal Kerumunan

April 11, 2021
Salafushologi, Mutiara Pendidikan di Era Disrupsi

Salafushologi, Mutiara Pendidikan di Era Disrupsi

April 11, 2021

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved