Pustaka Ilalang, sebuah penerbitan di Lamongan, mempersembahkan launching buku berjudul Tadarus Sang Begawan dalam rangka ulang tahun Herry Lamongan yang ke-60.
Acara digelar di Aula Perpustakaan Daerah (Perpusda) Kabupaten Lamongan, Kamis, 27 Juni 2019, kemarin, tak hanya riuh dan ramai, melainkan juga khidmat penuh permenungan.
Ulang tahun Herry yang jatuh pada 8 Mei tersebut, dipersembahi berbagai karya dari para sahabat dan muridnya. Secara khusus, sebuah buku berjudul Tadarus Sang Begawan (Membaca Karya, Kiprah dan Perjalanan Kepenyairan Herry Lamongan).
Mungkin banyak yang belum tahu siapa Herry Lamongan. Bahkan, orang Lamongan sendiri, bisa jadi, belum begitu mengenalnya. Namun, bagi dunia kesusastraan, terutama puisi, hampir dapat dipastikan semuanya mengenal sosok Herry Lamongan.
Bukan hanya di Lamongan. Herry Lamongan malang melintang di dunia persajakan Indonesia. Enam hal yang tidak dapat dipisahkan dari sosok Herry Lamongan adalah topi, kaca mata, kumis yang bergaris-garis, kopi, rokok, dan puisi.
Pria kelahiran Bondowoso, 8 Mei 1959 ini memiliki nama asli Djuhaeri. Sebagian besar masa remajanya dilalui dengan berpindah-pindah tempat mengikuti tugas ayahnya yang seorang polisi.
Kecintaannya yang begitu besar terhadap dunia sastra, sudah terlihat sejak kecil. Ia mengaku sering membaca buku-buku karya sastra Indonesia Angkatan Balai Pustaka dari perpustakaan sekolah, koleksi buku-buku pribadi ayahnya, hingga mencuri baca di toko-toko buku.
Meskipun sejak usia muda sudah bersinggungan dengan dunia sastra, Herry Lamongan mengaku baru mengawali karir kepenulisannya sejak 1983.
Semangat dan perjuangannya menulis puisi, serta menembus media cetak patut mendapat apresiasi. Herry Lamongan pantang menyerah ketika karyanya ditolak. Semakin ditolak, semakin ia gencar menulis dan mengirimkannya kembali ke media cetak.
“Jika lima karya yang saya kirim kesemuanya ditolak, maka saya akan menargetkan menulis sepuluh karya kemudian segera saya kirim”, begitu tuturnya.
Menulis puisi, bagi Herry Lamongan, bukan sekadar merangkai kata. Bukan pula ambisi dan perolehan materi. Namun, menulis puisi, baginya lebih pada panggilan jiwa. Sebagaimana ungkapan Herry Lamongan yang dikutip oleh pemandu acara siang itu:
“Saya akan terus berkarya sebagai kesaksian sederhana atas kehidupan saya”.
Menurut Alang Khoiruddin, pendiri Pustaka Ilalang Group sekaligus ketua umum Forum Penulis dan Pegiat Literasi (FP2L) Lamongan, buku ini awalnya dimaksudkan sebagai kado ulang tahun ke-60 Herry Lamongan sekaligus hadiah atas purna tugas beliau sebagai seorang guru.
Namun, seiring dengan respon sahabat, teman, dan pencinta literasi, khususnya di Lamongan, buku ini diharapkan benar-benar menjadi media tadarus dalam meneliti, menelaah, mengkaji, mempelajari secara utuh dan mendalam atas karya, kiprah, dan perjalanan kepenyairan Herry Lamongan.
“Beliau yang sudah malang melintang di dunia kepenyairan Indonesia tetap memilih untuk mengabdi sebagai guru SD dan tinggal di kota sekecil Lamongan. Beliau adalah satu-satunya penyair di Lamongan yang berani menambahkan kata Lamongan sebagai nama belakangnya,” ucap Alang.
Dihadiri sahabat Herry Lamongan dari berbagai daerah, keluarga Herry Lamongan, serta pencinta literasi dari kalangan siswa, mahasiswa, dan pendidik, acara ini dibuka dengan pembacaan dan musikalisasi puisi dari sastrawan Lamongan yang sebagian besar ikut memberikan sumbangsih terhadap terwujudnya buku Tadarus Sang Begawan.
Sebut saja Atafras, yang mempersembahkan puisi berjudul Ode Untukmu, Fatimah Kimora, Emi Sudarwati (Pegiat Literasi dari Bojonegoro yang juga merupakan keponakan dari Herry Lamongan), Mahfud Aly, dan ditutup dengan persembahan Sazma Aulia Al-Kautsar, putra ketiga Herry Lamongan, yang ikut memberikan kesan tentang ayahnya sebagai sosok ayah dan guru, serta membacakan dua buah puisi karya ayahnya.
Kepala Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan, Kandam, S.Pd, M.Pd, dalam sambutannya mengatakan, kegiatan literasi (membaca dan menulis) merupakan sebuah solusi menanggulangi penurunan tingkat kecerdasan seseorang, terutama generasi muda yang mungkin telah berlebihan dalam penggunaan gadget.
Kandam juga berharap, perpustakaan tidak hanya jadi tempat membaca. Namun, lebih dari itu, perpustakaan diharap menjadi bagian interaksi sosial bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama para pegiat literasi.
“Silahkan, seluruh fasilitas yang ada di perpustakaan ini dimanfaatkan dengan maksimal. Saya akan memfasilitasi itu. Saya ingin nantinya ada pertemuan komunitas-komunitas literasi se-Jawa Timur misalnya, ya, di sini tempatnya,” kata Kandam.
Pada Desember 2019, jelas dia, aula Perpusda bakal dipugar menjadi tempat yang lebih nyaman, khususnya demi kemajuan literasi di Lamongan. Menurut Kandam, sesuai pesan Sekda Lamongan (Yuhronur Efendi), perpustakaan itu bukan milik kedinasan di Kabupaten Lamongan, tapi milik komunitas literasi yang ada di Kabupaten Lamongan.
Sebelum kegiatan launching buku dan sambutan Herry Lamongan, sejumlah perwakilan penulis mendapat kehormatan secara simbolis mengikuti penyematan pin Porprov 2019 oleh Kepala Dinas Perpustakaan Daerah (Perpusda) Kabupaten Lamongan yang merupakan gawe besar bagi Kabupaten Lamongan, Gresik, Tuban, dan Bojonegoro pada tanggal 6 — 13 Juli 2019 mendatang.
Bagi Herry Lamongan, kegiatan ini sungguh surprise luar biasa. Diusianya yang genap 60 tahun dan memasuki masa purna tugas, Herry Lamongan berharap bisa terus bermanfaat, berkarya, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan kemajuan literasi, terutama di Kabupaten Lamongan.
“Kalau mau tahu kantor saya, mau ketemu saya, silahkan datang ke warung kopi-warung kopi terdekat”, kelakarnya diiringi tawa dari seluruh audience yang hadir memenuhi aula Perpusda.
Dalam kesempatan yang sama, Herry Lamongan membacakan sebuah puisi sederhana yang ditulisnya dengan nada khas dan penuh keharuan, hingga tak terasa air matanya berlinang. Baginya, sebuah kehormatan tersendiri di usianya yang ke-60 tahun mendapat kado semacam ini.
Testimoni dari para sahabat Herry Lamongan yang datang dari berbagai daerah menjadi penutup kegiatan ini. Sebut saja Pringgo Hr, Ashabul Maimanah (Istri Herry Lamongan), M. Helmy Prasetya, A. Syauqi Sumbawi, Gampang Prawoto (Bojonegoro), Dr. Sutardi (Wakil Rektor Unisda Lamongan), Among Kurnia Ebo (Rektor Klathak University Yogyakarta yang telah berhasil menjelajahi lima benua delapan puluh enam negara berkat ketekunannya dalam dunia menulis), dll.
Pringgo Hr mendapatkan kesempatan pertama. Sebagai sahabat, menurut Pringgo Hr, Herry Lamongan mengajarinya selalu bersikap teduh, low profile, dan tidak mudah emosi dalam menghadapi sesuatu. Sangat berbeda dengan dirinya yang mudah naik pitam dan berapi-api. “Saya kalau ngomong dan emosi, sering dijawil sama beliau”, tuturnya.
“Mas Herry dan saya adalah dua dunia yang berbeda, bainnassama wal ardh meskipun kita sama-sama seorang guru. Mas Herry saking cintanya dengan dunia sastra sering lho lebih memilih mementingkan komunitasnya di dunia sastra dari pada keluarganya”, ucap Ashabul Maimanah, istri Herry Lamongan, saat diminta memberikan sambutan sebagai wakil dari keluarga.
Berkat pengertian, cinta, ketulusan, dan support yang luar biasa dari keluarga inilah, Herry Lamongan tetap terus mengibarkan sayap di dunia persajakan Indonesia dan terus memotivasi serta menginspirasi banyak penulis-penulis muda, khususnya di Lamongan.
Tentang buku Tadarus Sang Begawan yang ditulis kurang lebih 61 penulis sahabat Herry Lamongan dari berbagai daerah tersebut, mengulas biografi singkat sang maestro, kado-kado puisi, cerpen, kesan persahabatan, esai-esai, dan ulasan karya Herry Lamongan dari para sahabat.
“Sebenarnya karya yang masuk ke redaksi sangat banyak sekali. Bahkan, satu minggu sebelum buku ini naik cetak, masih saja ada tulisan yang dikirim ke redaksi”, tambah Alang.
Hal ini terjadi karena antusias dan apresiasi dari pengagum Herry Lamongan yang sangat luar biasa. Bahkan, sebagian ada yang mengaku akrab dengan Herry Lamongan dari dunia maya dan belum pernah sekalipun berjumpa.