Ketan identik makanan orang tua. Tapi, Fahrudin Zamrony mampu ubah ketan jadi makanan milenial. Selain usaha ketan, dia juga kerap dipercaya sebagai Liaison Officer (LO) di sejumlah event.
Bertopi hitam putih, pria dengan kumis tebal itu terlihat khusyuk meladeni pembeli. Sesekali, dia melempar tawa pada segerombol kawannya yang hadir di kedai ketan dan kopi miliknya.
Kedai ketan dan kopi terletak di Jalan Panglima Polim tersebut, riuh canda tawa para pembeli. Para pembeli yang mayoritas anak muda itu, tak hanya beli langsung pulang, tapi juga nyangkruk di tempat untuk jagongan.
Kepada Jurnaba.co, pemilik kedai yang akrab disapa Rony itu bercerita tentang kedai unik yang dia kelola. Dibilang unik karena ia tak sekadar menyediakan kopi. Tapi juga ketan — makanan yang nisbi lebih dikenal orang-orang tua.
“Memang awalnya ingin menyajikan ketan secara milenial,” kata pria bernama lengkap Fahrudin Zamrony tersebut.
Serupa bermacam jenis gethuk, Rony mengakui, sejauh ini, ketan memang identik makanan orang tua. Bahkan, jarang anak muda yang mengenal atau menginginkannya. Tapi, baginya, itu sebuah tantangan.
Mengambil nama neneknya, Srikanah, pada 2013 lalu, Rony mengawali usaha berjualan ketan. Hanya, ketan yang dia jual tak sekadar ketan seperti ditemui di pasar. Dia mengemasnya. Dengan kemasan anak muda.
Rony menceritakan, sebenarnya, kedai yang dia kelola lebih fokus menyediakan ketan. Untuk kopi, hanya pelengkap saja. Untuk ketan yang dia sediakan, selain dikemas secara milenial, juga bervariasi.
Pria 26 tahun itu mengatakan, untuk ketan campur keju, ada 18 variasi rasa. Dia juga mengakui, karena tergolong baru, proses memperkenalkan ke konsumen pun cukup lama.
Dia mengungkapkan, makanan berbasis ketan-ketanan masih belum terlalu dikenal di Bojonegoro. Sehingga, konsumen mayoritas anak-anak muda yang pernah kuliah di luar kota. Atau pekerja industri yang berasal dari luar kota.
“Dulu, awalnya masih asing. Namun sekarang, sudah mulai banyak yang kenal,” imbuh pria yang menjalankan bisnis bersama istrinya itu.
Rony mengakui, terinspirasi jualan ketan saat kuliah di UINSA Surabaya. Waktu itu, dia sering pergi ke Malang. Dan saat di Malang lah, dia tahu jika ketan bisa dikemas secara milenial. Sebab, di sana, dia sering menjumpainya.
Di lain sisi, kala itu, Bojonegoro masih belum ada. Sehingga, Rony pun memberanikan diri membuka usaha ketan variasi itu di Bojonegoro.
Berjualan ketan tentu bukan tanpa tantangan. Selain daya beli yang tidak stabil, stok ketan juga jadi tantangan khusus. Sebab, cari ketan bagus masih susah dan harus selektif.
Dia berkisah, mengawali usaha memang butuh modal keberanian. Dia, misalnya, saat pertamakali mengawali usaha, sempat diragukan orangtuanya. Sebab, serupa yang lainnya, orangtua Rony menginginkan dirinya menjadi PNS.
“Awalnya tentu diragukan. Tapi, lama kelamaan mendapat dukungan,” ucapnya sambil tertawa.
Selain usaha kedai, Rony juga menjadi Liaison Officer (LO) sejumlah artis Ibu Kota.
Selain Event Organizer (EO), untuk mendatangkan seorang artis maupun grup, dibutuhkan jasa Liaison officer (LO). Tugas LO tentu belum banyak diketahui khalayak. Meski, tiap event yang mendatangkan artis, selalu membutuhkan jasanya.

Rony, selain membuka usaha jualan ketan, juga menjadi LO. Tugasnya, selain menghubungkan dan berkoordinasi antar dua lembaga event, juga menyediakan segala kebutuhan artis.
Dia menjadi LO sejak kuliah dulu. Pertamakali, hanya ikut teman. Bantu-bantu. Dan bisa nonton acara gratis. Namun, lama kelamaan, dia dipercaya jadi LO yang mencukupi kebutuhan artis selama tour.
Rony masih ingat. Pertamakali dipercaya jadi LO, oleh kru Five Minutes pada 2012 lalu, di Surabaya. Setelah itu, pada sejumlah even, dia selalu diajak sebuah EO untuk menjadi LO.
“Jadi, LO sangat berhubungan dengan EO. Kalau pas dibutuhkan, pihak EO akan menghubungi LO,” ungkapnya.
Sejumlah band dan artis papan atas pernah menggunakan jasanya sebagai LO. Contoh saja Pas Band saat di Surabaya (2016), Padi saat di Semarang (2017), Rif/ dan Padi di Surabaya. Hingga Anji di Bojonegoro (2019) lalu.
LO, kata Rony, secara sederhana bertugas jadi perantara antara EO dengan artis. Sebab, tidak mungkin di tengah tour, artis maupun EO cari-cari kebutuhan sendiri. Sebab, EO punya acara lain. Sehingga butuh jasa LO.
Serupa membuka kedai ketan, menjadi LO juga bukan tanpa tantangan. Tiap LO harus standby di hotel. Tidak bisa kemana-mana. Sebab, dikhawatirkan, saat artis ada permintaan, LO tidak siap.
Menjadi LO juga harus siap bepergian keluar kota. Sebab, mengikuti tour artis. Eksistensi LO, kata Rony, juga tergantung jaringan. Jika jaringan ada di luar kota, tentu sering bertugas ke luar kota juga.
Lalu, bagaimana menjalankan usaha dan jadi LO secara bersamaan?
Rony menceritakan, dia membuka usaha kedai ketan, tidak sendirian. Tapi bersama istri. Bahkan, dia juga pernah mempekerjakan sejumlah karyawan. Nah, menjadi LO tentu tak begitu mengganggu kerja utama di kedai.
Sebab, selain tugas LO tidak setiap hari, saat meninggalkan kedai pun, masih ada yang menjaga kedai. Terlebih, dua pekerjaan itu tidak saling berseberangan. Dan bisa dikondisikan.
“Asal punya tekat dan keberanian, saya kira semua bisa dilakukan,” pungkas Rony.