Batik merupakan bentuk karya seni terapan yang dimiliki Indonesia. Kata batik diambil dari bahasa jawa. Yakni amba atau lebar dan tik dari titik. Membatik adalah sebuah seni untuk melukiskan suatu pola atau motif ke kain dengan alat canting yang diisi cairan lilin.
Karya seni ini telah ada sejak jaman Sriwijaya lho, Nabs. Menurut kisah yang dituturkan Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta dalam buku Batik Seni Tradisional yang ditulis Widodo, BA (1983). Seni ini kemudian dilanjutkan di masa kerajaan Majapahit, yang kala itu berhasil menaklukkan kerajaan Sriwijaya.
Dulunya, kain batik hanya dikenakan orang-orang penting dalam kerajaan. Mulai dari raja, sanak keluarga dan pejabat kerajaan lainnya. Lama kelamaan, kegiatan membatik dilakukan rakyat biasa. Karenanya, batik mulai dikenakan masyarakat secara luas.
Sejak 2009, tanggal 2 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Ini bertepatan dengan dicatatnya batik Indonesia sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Atau Warisan Budaya Tak-benda oleh United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).
Kala itu, tidak hanya batik yang mendapat pengakuan UNESCO. Ada pula wayang, keris, noken dan tari saman yang ditetapkan sebagai sumbangsih Indonesia dalam karya agung peradaban manusia seluruh dunia. Namun, khusus tanggal 2 Oktober itu, Nabs. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menetapkan peringatan Hari Batik Nasional.
Hari Batik Nasional menjadi cara Indonesia memperingati momentum diakuinya batik di seluruh dunia. Hal ini tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Berbagai daerah di Indonesia pun menciptakan motif-motif khasnya. Termasuk Bojonegoro yang kemudian meluncurkan motif batik pada akhir tahun 2009.
Filosofi dan Perkembangan Batik di Bojonegoro
Diluncurkannya motif batik di Bojonegoro dimulai dari sebuah pergelaran bertajuk Festival Desain Batik Khas Bojonegoro, Desember 2009. Pemerintah Bojonegoro kemudian mengenalkan 9 motif khas.
Di antaranya adalah mliwis mukti, jagung miji emas, parang lembu sekar rinambat, rancak thengul, gatra rinonce, sekar jati, sata ganda wangi, parang dahana mungal serta pari sumilak. Penamaan dan desain motif ini didasarkan atas kondisi, potensi, dan kultur Bojonegoro.
Seperti potensi hutan jati di berbagai kawasan Bojonegoro yang dituangkan dalam motif sekar jati. Menggambarkan daun-daun jati yang berguguran. Kemudian rancak thengul yang menggambarkan jajaran wayang thengul yang khas dengan postur dan pose yang kaku.
Banyak dari motif-motif batik ini menggambarkan potensi flora di Bojonegoro. Namun, ada pula motif yang menggambarkan kekayaan sumber daya alam, yaitu gas dan minyak. Kekayaan ini dituangkan dalam motif gatra rinonce. Yaitu gas dan patra alias minyak yang rinonce atau bisa dikatakan berderet-deret.
Meski begitu, 9 motif ini belum mampu menggambarkan Bojonegoro secara keseluruhan. Pada 2013, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro kembali meluncurkan 5 motif terbaru. Di antaranya adalah surya salak kartika, belimbing lining lima, pelem-pelem sumilar, sekar rosella jonegoroan serta woh roning pisang.
Dengan begitu, hingga Oktober 2019 ini, Bojonegoro memiliki 14 motif batik. Berbagai cara dilakukan untuk mengenalkan motif-motif batik ini. Pemerintah Kabupaten mewajibkan Pegawai Negeri Sipil serta sekolah-sekolah di kawasan Bojonegoro untuk menjadikan batik Bojonegoro sebagai seragam. Kain-kain batik ini juga dikenalkan melalui pergelaran pameran dan upaya publikasi siber lainnya.
Nah, kabar baik juga datang dari kancah perbatikan Bojonegoro, Nabs. Bupati Bojonegoro, Anna Muawanah menyatakan bahwa November ini Bojonegoro akan meluncurkan motif batik terbarunya.
“Sekitar awal November ini Bojonegoro akan meluncurkan motif batik baru, bertajuk Pinarak Bojonegoro. Jadi, ditunggu saja acara peluncurannya,” ungkap Anna Muawanah kepada tim Jurnaba.co melalui sambungan telepon.
Kabar baik ini diamini pula Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Bojonegoro. Kepala Disperinaker, Agus Supriyanto menyatakan bahwa proses desain telah dilakukan bersama dengan para pelajar dan masyarakat umum melalui sebuah sayembara.
“Pada tanggal 19-20 September 2019 lalu, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah mengadakan Lomba Desain Motif Batik Pinarak Bojonegoro. Tema yang diangkat adalah Wisata Alam Bojonegoro,” ujar Agus Supriyanto.
Turunan dari tema tersebut di antaranya mencakup potensi negeri atas angin, pengeboran minyak tradisional Wonocolo, bengawan solo, kayangan api, serta waduk pacal. Ini diharapkan mampu memperkaya motif batik yang mengusung tema destinasi wisata Bojonegoro.
Jadi, mari kita tunggu peluncuran motif-motif batik terbaru yang bertajuk Pinarak Bojonegoro ini ya, Nabs. Motif ini ibarat sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Sebab melalui batik, Bojonegoro mengenalkan potensi wisata sekaligus seni batiknya.
Sekali lagi, selamat memperingati Hari Batik Nasional yah. Jangan hanya pakai batik saat kondangan dan hari batik saja, heuheuheu.