Perbaikan kualitas pendidikan, harus jadi spirit utama heterogenitas (percampuran) kaderisasi PMII Bojonegoro.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah sebuah organisasi mahasiswa yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama, yang diinisiasi oleh anak anak muda NU di Surabaya untuk menggagas dan mendirikan sebuah organisasi kemahasiswaan kepemudaan dengan spirit Islam Ahlussunnah Waljamaa’ah.
Kegelisahan anak muda NU untuk membentuk organisasi kepemudaan kemahasiswaan tak lain adalah karena situasi yang tidak menentu karena carut marutnya perpolitikan di Indonesia. Hampir separuh abad lebih PMII hadir menjadi organisasi kemahasiswaan yang telah mengalami banyak perubahan dalam realitas yang beragam dan perkembangan, mulai dari peraturan organisasi hingga sistem kaderisasi.
Sistem kaderisasi PMII semakin hari semakin banyak mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan kebutuhan zaman. Maka penyesuaian pola kaderisasi berbasis kearifan lokal (local wisdom) harus menjadi konsen disetiap level kepengurusan organisasi PMII dalam melahirkan embrio kepemimpinan. Tentu untuk mengasah kapasitas kader sesuai kompetensinya serta produktifitas dalam menjalankan roda organisasi.
Sebagai organisasi yang telah melewati pergolakan dan dinamika sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia, PMII telah mengalami berbagai persinggungan antara idealitas dan realitas. Sehingga membuat PMII menjadi organisasi mahasiswa islam terbesar di seluruh Indonesia.
Dinamika dalam organisasi adalah sebuah proses pendewasaan untuk seorang kader dalam menempa diri untuk lebih matang lagi. Dalam mengasah kapasitas diri menjadi seorang organisatoris sejati, di era industry 4.0, seorang kader PMII harus mampu menyesuaikan setiap arah gerak serta konsep kaderisasi dengan berbagai perubahan yang terjadi.
Dalam proses perjalanan kaderisasi, secara mendasar hal-hal yang dianggap sederhana seringkali menjadi hambatan dan juga keterbatasan bagi para pengurus PMII untuk menata kaderisasi di segala level.
Begitu pun dengan PMII, baik di level Rayon, Komisariat, sampai Pengurus Besar. Di tengah kondisi yang memaksa ini, kita harus berpikir tepat dan bergerak cepat untuk melahirkan inovasi, menjadi dilematis tersendiri bagi para kader-kader penggerak di tingkat bawah.
Sebab proses kaderisasi nantinya akan terhambat seiring dengan ketetapan regulasi yang belum ada. Sejatinya proses mencari dan mengejar keilmuan tidak boleh terputus selagi hidup kita masih bernafas: Tholalabul ‘ilmi faridhotun ‘alaa kulli muslimin wal muslimat minal mahdi ilal lahdi.
Melihat dari beberapa kejadian historis yang ada pada lingkup kultur dan gerakan PC PMII Bojonegoro mulai dari hal yang paling fundamental terkait kultur kaderisasi hingga bersimpuh pada konstruk gerakan. Perlu bagi kami, memiliki sentral kaderisasi yang bisa menjadikan acuan khusus untuk seluruh kader PMII Bojonegoro.
Mengingat pentingnya hal ini, dengan banyaknya pergulatan sosial yang ada pada ruang lingkup pergerakan, hukumnya wajib bagi kami seluruh jajaran Pengurus Cabang PMII Bojonegoro, mewujudkan cita-cita bersama dan siap berdedikasi penuh untuk organisasi.
Untuk memperbaiki berbagai gejolak sosial tersebut, tentu harus dilakukan langkah-langkah komprehensif, agar nuansa kehidupan bermasyarakat kita kembali semakin edukatif dan produktif. Oleh karenanya, perbaikan kualitas generasi muda mutlak menjadi prioritas utama. Karena dari tangan pemudalah nasib bangsa kelak dibawa.
Sehingga dalam sistem kaderisasi PMII di Bojonegoro, dalam dua tahun terakhir, mulai mempertimbangkan realitas sehingga menangkap spirit dari PB PMII dalam meningkatkan intelektualitas, profesionalitas dan kemandirian.