Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah…” (Al- A’raf ayat 43).
Buku Tarikh Padangan merupakan bagian pertama dari dwilogi (dua seri) Tlatah Njipangan — kumpulan hasil riset literatur tentang kejayaan masa silam Nagari Jipang (cikal bakal Kabupaten Blora, Bojonegoro, dan Tuban Selatan).
Tarikh Padangan fokus membahas para penyebar islam di wilayah Jipang Padangan. Dimulai sejak abad 14 M (periode 1300 M), hingga perkembangannya pada abad 20 M (periode 1900 M). Di antara tokoh-tokoh penyebar islam yang pernah bersyiar di Jipang Padangan adalah:
1. Pada periode 1300 M, Sayyid Jamaluddin Akbar atau Syekh Jimatdil Kubro sudah berdakwah di Gunung Jali Jipang Padangan. Informasi ini berdasar catatan empiris Gus Dur dalam buku The Passing Over (1998) yang terkonfirmasi catatan Thomas Raffles dalam History of Java (1817). Informasi ini juga diperkuat uraian Kiai Agus Sunyoto dalam magnum opusnya: Atlas Wali Songo (2012).
2. Pada periode 1400 M, peradaban islam Jipang Padangan dilanjutkan ketokohan seorang ulama bernama Patinggi Jipang atau Mbah Jipangulu. Babad Cirebon dan Hikayat Banjar menyebut figur Patinggi Jipangulu ini adalah mertua dari Sunan Ampel. Keberadaanya juga disinggung J. Noorduyn dalam Further topographical notes on the Ferry Charter of 1358 (1968).
3. Pada periode 1400 akhir, peradaban Islam Jipang Padangan memunculkan nama Raden Usman Haji alias Sunan Ngudung (Sunan Jipang Panolan). Sunan Ngudung merupakan ayah Sunan Kudus. Informasi terkait peradaban pada masa ini, dicatat kitab Tarikh Aulia (1953).
4. Pada periode 1500 M, peradaban Jipang Padangan memunculkan tokoh bernama Mbah Nursalim Tegiri. Beliau merupakan utusan dari Giri Kedaton yang berada di wilayah Tegiri, Tebon. Di wilayah tersebut, beliau juga merawat bangunan Mesigit Tebon yang merupakan peninggalan penting dari Mbah Jimatdil Kubro. Syekh Nursalim Tegiri bagian dari era keemasan Giri Kedaton seperti disinggung oleh H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud dalam Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (1985).
5. Pada periode 1600 M, peradaban islam di Jipang Padangan memunculkan nama-nama ulama seperti Mbah Sabil dan Ketib Kasyim Menak Anggrung. Selain itu juga nama Mbah Sambu Lasem dan Mbah Jabbar Jojogan sebagai kerabat Mbah Sabil. Informasi ini bisa dilacak dari sejumlah catatan. Di antaranya Manuskrip Padangan, Manuskrip Kedungpring, hingga Manuskrip Bungah Gresik.
Peran Bengawan bagi Peradaban
Bengawan jadi faktor penting majunya islam di Jipang Padangan. Dari periode 1300 hingga 1900 M, Bengawan punya peran sebagai wasilah utama munculnya peradaban-peradaban islam di Jipang Padangan. Dari semua tokoh ulama di Jipang Padangan, disatukan satu benang merah yang sama, yaitu Bengawan.
Lokasi dan pusat peradaban Islam di Jipang Padangan, selalu berada tak jauh dari lokasi Bengawan. Tercatat sejak Mbah Jimatdil Kubro (1300) hingga Mbah Abdurrohman Klotok (1800), pusat-pusat peradaban Islam selalu berada di sisi-sisi bantaran Bengawan.
Fenomena 200 Tahunan
Acara Ngopi Sareng (Blora-Bojonegoro) dilakukan di Kuncen pada 2024 ini, seperti mengulang sejarah. Mbah Abdurrohman Klotok pernah menulis, pada 1820-1824, daerah Pakuncen juga jadi lokasi temu para sufi Kedungkluweh (Blora) dan Padangan (Bojonegoro).
Sekitar 200 tahun sebelum era Kedungkluweh dan Padangan, tepatnya pada periode 1620 – 1630, lokasi *Pakuncen* juga jadi tempat pertemuan antara Mbah Sabil Padangan, Mbah Sambu Lasem, dan Mbah Jabbar Jojogan. Informasi ini jelas disebut dalam Manuskrip Padangan.
Sekitar 200 tahun sebelum pertemuan Mbah Sabil, Mbah Sambu, dan Mbah Jabbar, Sufi Besar Persia bernama Nuruddin Abdurrohman Al Jami (1414-1492 M), menulis kitab berjudul Nafahat ul-Uns (Nafas Angin Persahabatan). Di Eropa, Kitab Nafahat al Uns ini disebut sebagai Sufi Reunion (Reuni para Sufi). Di dalamnya membahas biografi 200 Syekh Sufi.
Penulis kitab berjudul Nafahat al Uns ini bernama Syekh Nuruddin Abdurrohman Al Jami. Ya, namanya adalah: Nuruddin, Abdurrohman al Jami. Sepintas mengingatkan kita pada figur Syekh Abdurrohman Fiddari Nur.
Sufi Reunion in The Nafahat al Uns, seperti menunjukan bahwa angin persahabatan antara dua sisi Bengawan telah dipertemukan kembali. Angin Persahabatan yang lama dipisah Bengawan ini, mungkin kini sudah kembali menyatu.
Ditulis sebagai Pengantar Diskusi Ngopi Sareng: Peradaban Bengawan Jipang Padangan (4/4/2024).