Barang bekas identik perihal kumuh dan tersingkir karena dianggap tak berguna. Tapi, sesungguhnya, serupa kenangan, tak ada yang benar-benar rongsokan di muka bumi ini.
Raungan mesin pencacah besi terdengar di telinga. Asap akibat gesekan benda keras, sesekali melintas begitu saja, menabrak-nabrak mata. Salah satu tempat pemilahan barang bekas di Desa Sukowati Kecamatan Kapas Bojonegoro tersebut, kemarin (26/2) benar-benar terasa hidup.
Saya menemui Anang Romadhon, pemilik tempat. Salah satu sosok yang meyakini bahwa barang rongsokan tak berdiri sendiri. Ada banyak sisi positif bisa diambil dari banyaknya barang-barang bekas untuk mendulang rejeki.
Ya, sejak 1996, Anang Romadhon telah membuang urat malu di hadapan manusia. Dia bergelut dengan bermacam barang bekas untuk dikumpulkan dan diolah menjadi, setidaknya, uang.
Berbekal sepeda ontel, pria 40 tahun itu berkeliling ke berbagai tempat di Bojonegoro demi mencari barang rongsokan. Dia berkeyakinan, tak ada yang benar-benar rongsokan di muka bumi ini.
Meski memang, untuk memiliki keyakinan tingkat itu, gengsi dan urat malu harus di-nihilkan. Harus ditiadakan. Dan itu yang dilakukan Anang Romadhon.
Anang masih ingat, dulu, saat dia masih duduk di kelas 3 MTs, setiap pulang atau liburan sekolah, dia membantu bapaknya mencari barang bekas di sekitar Kota Bojonegoro.
Dengan sepeda ontelnya, dia mengayuh tak kenal lelah. Sementara, dia menutup telinga dan bersikap acuh dari omongan tetangga sambil membawa rengkek menuju tempat barang rongsokan.
“Waktu itu, saya hanya membantu bapak ketika ada waktu luang saja.” Ucap Anang.
Dari sana, dia memetik pelajaran penting: malu dan gengsi adalah dua hal sumber masalah dalam hidup. Itu dia ketahui karena saat itu, bapaknya memiliki 20 karyawan, tapi tetap menggunakan sepeda ontel.
Meski orang tuanya tak pernah menyuruhnya meneruskan pekerjaan tersebut, Anang tetap melakukannya. Dia hanya ingin ngetes tekad. Seberapa kuat dia menghadapi kejamnya dunia.
Pada 2005 lalu, Anang mendirikan tempat pemilahan barang rongsokan sendiri di dekat rumah, tepatnya di Desa Sukowati Kecamatan Kapas. Itu titik awal Anang merintis usaha sendiri.
Saat ini, dia telah memiliki 15 karyawan yang aktif bekerja di tempat tersebut. Tentu saja, itu berkat sikap istiqamah Anang dalam menjalani tekad, dan kemampuan untuk menihilkan urat malu di hadapan manusia.
Dari hasil jual barang rongsokan saja misalnya, belum termasuk yang lainnya, dalam sebulan pendapatan Anang mencapai Rp 5 juta. Belum pendapatan dari sisi pengolahan barang.