Banyak faktor yang menjadi sebab kerusakan lingkungan. Satu di antaranya keterbatasan informasi dan metode edukasi. Sehingga muncul awarness dari masyarakat.
Jakarta masih berurusan dengan banjir. Solusi tak kunjung ketemu, banjir malah semakin parah. Sejak tahun baru kemarin, air bah bolak-balik menghampiri. Bahkan, Selasa (25/2) kemarin termasuk paling parah.
Tidak hanya di Jakarta. Beberapa wilayah lain juga kerap banjir. Seperti yang terjadi belum lama ini di Bekasi, Karawang, Pekalongan, Cirebon. Juga Samarinda, Bengkulu dan Konawe Utara.
Peristiwa adalah bukti bahwa isu lingkungan bukan sebatas wacana. Indonesia sudah merasakan dampaknya. Banjir begitu sering terjadi. Terutama banjir bandang. Titiknya menyebar di beberapa wilayah.
Lebih luas lagi, kerusakan alam juga terjadi di ujung utara bumi. Melansir CNN Indonesia, seperempat es di satu pulau Benua Antartika meleleh. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), itu dapat menenggelamkan pulau-pulau di Indonesia.
“Menurut saya yang harus menjadi perhatian serius itu, penyebab dari es di Antartika mencair. Jika tidak dihentikan maka permukaan air laut pasti akan meningkat,” kata Kepala Departemen Advokasi Walhi, Zenzi Suhadi dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (26/2).
Tentu saja, kabar tersebut cukup mengerikan. Namun, seharusnya tidak mengagetkan. Isu lingkungan sudah lebih dulu muncul ke permukaan media. Hanya saja, dampak yang tidak dirasakan langsung membuat orang cukup apatis.
“Setelah kemaren nonton Before The Flood, baca ini jadi makin ngeri gini. Perubahan Iklim itu nyata euy. Kalo kita gak segera bebenah, lama-lama kita punah,” cuitan akun twitter anonimus, @negativisme.
Karena itu, sudah saatnya isu lingkungan menjadi pusat perhatian. Kerusakan alam yang terjadi butuh penanganan serius. Tidak boleh berhenti di meja diskusi. Sesegera mungkin harus ada aksi. Kapan lagi kalau tidak saat ini?
“Kalau mau menghentikan dampak dari pencairan es ini, Indonesia harus terlibat secara global dan domestik. Di mulai dari Indonesia dengan menghentikan deforestasi dan pengeringan kawasan gambut,” terang Zenzi.
Banyak faktor yang menjadi sebab kerusakan lingkungan. Satu di antaranya keterbatasan informasi dan metode edukasi. Sehingga muncul awarness dari masyarakat.
Selain itu, pemerintah perlu hadir. Segala kebijakan harus berpihak kepada lingkungan. Bukan sekadar nilai ekonomi yang menguntungkan. Jelas sekali itu akan memperparah keadaan.
Misalnya pembangunan infrastruktur pusat bisnis dan industri. Pembangunannya tetap harus terstandarisasi. Salah satunya berdasar AMDAL. Lingkungan alami tidak boleh dikesampingkan.
“Kalau merusak bumi, berarti bukan investasi,” cuitan Kepala Suku Mojok, Puthut EA melalui akun twitternya.
Isu lingkungan ada berbagai macam. Di antaranya pemanasan global, perubahan iklim, kebakaran hutan dan masih banyak lagi. Banjir hanya satu kasus kecil dari kerusakan alam.
Banyak yang bisa dilakukan untuk mencegahnya. Perilaku ramah lingkungan perlu diterapkan. Baik negara maupun masyarakat.
Negara harus mendukung melalui kebijakan yang sehat. Bukan hanya mementingkan investasi industri. Masyarakat juga menerapkan hidup ramah lingkungan. Misalnya meminimalisir produksi sampah.