Sendawa adalah ucapan terimakasih dengan bahasa asli tubuh, tanpa dipengaruhi peradaban grammar manusia.
Canda tawa dan bersendawa. Sendawa di tengah keramaian menjadi perkara yang tidak sopan. Seperti halnya buang angin sembarangan. Tapi, jangan remehkan sendawa. Sebab sendawa, adalah ucapan terima kasih.
Terimakasih atas nikmat yang diterima tubuh kita. Sendawa, merupakan salah satu ekspresi biologis. Ekspresi dari tubuh kita atas apa yang telah dicerna dan diterima. Jadi, jangan buat bercanda soal sendawa.
Nabs, saya bisa sangat tegas membahas sendawa.
Saat kamu tak bisa bersendawa, maka, ada yang salah dari tubuhmu. Mungkin saja tubuhmu rakus. Tamak dan tidak tahu terima kasih atas nikmat yang didapat. Hingga tubuhmu, menyimpan gas yang kita kenal dengan sebutan asam lambung.
Asam lambung saja disimpan, apalagi yang lain.
Dengan bersendawa, gas dalam tubuh kita akan keluar. Bersendawa adalah fenomena bersyukur. Tak bisa bersendawa bakal membikin tubuh kita tidak nyaman. Sama halnya saat kamu tak bisa buang angin.
Sendawa adalah mazhab kedua dari proses buang angin. Hanya beda jalur dengan kentut. Pernah dengar kan, orang yang habis operasi tak boleh makan dan minum sebelum buang angin.
Nah, buang angin — dengan berbagai macam mazhabnya — punya peran penting dalam hidup.
Kita kembali ke sendawa. Sendawa juga bisa diartikan sebagai ekspresi rasa terimakasih. Kenapa demikian? Selain asam lambung naik, sendawa sering dibarengi rasa kenyang.
Sendawa adalah ucapan terimakasih dengan bahasa asli tubuh, tanpa dipengaruhi peradaban grammar manusia. Sebab tubuh, punya bahasa sendiri.
Saat tubuh kita merespon rasa kenyang, ia mengekspresikan rasa terimakasih melalui sendawa. Beterimakasih atas nikmat yang didapat. Anehnya, perkara ini dianggap tidak sopan di tempat kita.
Nabs, kau tahu, di Korea, sendawa merupakan ekspresi rasa terimakasih. Terutama pada chef yang telah membuat masakan. Bersendawa justru sangat lazim dilakukan. Sebagai tanda sangat menikmati makanan.
Di Jerman, justru kamu tak sopan kalau tak bersendawa usai makan. Apalagi saat bertamu. Sebab sendawa, merupakan cara untuk memberi tahu tuan rumah. Bahwa kita puas dengan hidangannya.
Seorang reformis Protestan, Martin Luther, saat bertemu dengan orang yang habis makan dan tidak bersendawa, selalu bertanya, “Mengapa tidak bersendawa? Apakah kamu tidak menikmati makanannya?”
Nabs, sendawa merupakan bagian dari hubungan spiritual. Spiritual mental malahan. Butuh mental yang kuat untuk bisa bersendawa di depan publik. Kalau gak siap mental, bisa-bisa kamu makin kembung.
Selain rasa terimakasih, sendawa bagian dari ikhlas. Sebab, tak semua orang bisa merelakan kenikmatan di dalam tubuh terbuang sia-sia menjadi angin. Buktinya, ada kok teman saya yang nggak pernah mau bersendawa.
Tapi, lagi-lagi, Nabsky, semua perkara di dunia ini tidak baik jika berlebihan. Berlebihan dalam bersendawa juga tidak baik. Sebab, artinya, ada yang tidak beres di dalam tubuhmu.
Jika kamu terus menerus bersendawa. Satu hal yang harus kamu lakukan, periksa ke dokter. Sehingga, kau tahu, apa yang salah dalam tubuhmu.
Yang terpenting, jangan malu bersendawa. Sebab sejatinya, bersendawa adalah ucapan terimakasih. Asal, saat bersendawa, jangan di depan muka orang lain. Kalau itu sih bukan berterimakasih, tapi cari perkara.