Terdapat diskusi menarik antara penulis dan mahasiswa di perpustakaan kampus selepas zuhur tadi, Sabtu (19/8/23). Kemenarikan itu, karena tiba-tiba saja, penulis dihadiri dua mahasiswi yang ingin mengetahui kiat menulis makalah yang baik.
Padahal, janjian penulis sebelumnya dengan satu mahasiswa. Alhasil, mahasiswa dan mahasiswi yang hadir, seketika mangalir dalam diskusi bersama dengan penulis.
Pembukaan diskusi, dimulai kepada sebuah pertanyaan mahasiswi yang ingin mengetahui bagaimana kiat-kiat menulis makalah yang baik.
Terhadap pertanyaan yang dilontarkan, sepanjang yang penulis tahu, bila kiat menulis makalah yang baik itu ada tiga.
Pertama, harus benar menulisnya. Benar di sini memiliki makna, bahwa saat mahasiswa menulis makalah, sistematika kepenulisannya sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah.
Penulis memberikan ilustrasi sederhana. Saat mahasiswa membuat makalah, maka cara menulisnya disesuaikan dengan buku pedoman penulisan karya ilmiah yang dimiliki kampus.
Baik ketika menulis catatan kaki (footnote) maupun sistematika makalah sebagai misal, bisa merujuk kepada buku pedoman penulisan skripsi yang dibuat oleh fakultas.
Penulis sengaja mengarahkan ke sana, agar lahir kebiasaan mahasiswa dalam hal mengutip. Yakni, sejak dini style-nya sudah belajar menyesuaikan dengan buku pedoman penulisan skripsi.
Jadi, bila mahasiswa ditanya oleh rekannya atau dosennya, iya akan lantang menjawab, bila rujukan yang dipakai berdasarkan pedoman penulisan skripsi yang dimiliki. Apalagi, masing-masing kampus memiliki gaya penulisan yang menjadi ciri khas dan keunikan (gaya selingkung).
Kedua, memeriksa kebakuan kata. Baku sendiri dalam KBBI memiliki makna pokok, utama. Bisa juga berarti tolak ukur yang berlaku untuk kualitas dan kuantitas yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
Jika merujuk kepada makalah sebagai misal, maka kata-kata yang dipilih dan kemudian dituangkan dalam makalah perlu dicek kebakuannya.
Sebagai misal, orang tua. Kalau dahulu ditulis bersambung, tetapi kini ditulis terpisah “orang tua”.
Contoh yang lain lagi, kata “perihal”. Dulu tertulis “prihal”. Adapun sekarang dengan adanya pembaruan kata menjadi “perihal”.
Contoh lainnya, kata “sekadar”. Dulu menulisnya “sekedar” itu sudah baku. Tetapi kini, bakunya menjadi “sekadar”.
Kata-kata sebagaimana sampel di atas adalah contoh sederhana bagaimana sebagai mahasiswa juga update kebakuan kata-kata terkini lewat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Terlebih, KBBI online kini sudah bisa didownload via play store. Tentu, secara kasat mata, tidak perlu menenteng kamus jilid yang berat dan tebal. Tetapi cukup tutul saja icon KBBI, ketik kata yang dimaksud, kemudian akan terlihat baku atau tidak.
Ketiga, biasakan mengutip lewat buku. Makalah akan bermutu manakala kaya rujukan. Baik rujukan berupa buku di perpustakan, e-book serta e-jurnal.
Secara konventional, mengutip melalui buku adalah dasar belajar mengutip. Karena bisa jadi, bila cara pengutipan tersebut tidak diperkenalkan, bisa saja mahasiswa kala mengutip disebuah e-jurnal sebagai misal, akan menyertakan pula daftar catatan kaki yang tertera di bawah.
Padahal, perilaku tersebut tidak diperbolehkan. Karena, selamanya mahasiswa tidak akan mengerti cara menulis kutipan yang bersumber dari buku.
Mahasiswa juga tidak bisa mendeteksi perbedaan antara menulis catatan kaki dari buku, jurnal, skripsi, majalan dan sebagainya. Yang ada digebyah uyah bahkan menggunakan dengan style ilegal yang tidak digukan kampus.
Hal yang lain, dengan mahasiswa terampil mengambil rujukan buku sejak dini mulai dari membuat makalah. Tentu, pengalaman empiris mengutip akan memberi pelajaran berharga.
Sebagai contoh, saat mahasiswa membuat skripsi, kemudian memiliki pengalaman empiris kaya mengutip sumber buku saat membuat makalah, tentu kemudahan akan dirasa saat menyelesaikan skripsi. Itu karena, keterampilan mengutip buku sudah biasa dilakukan.
Hal di atas adalah hasil diskusi sederhana antara penulis dan mahasiswa di perpustakaan. Dari diskusi verbal, kemudian penulis coba gubah menjadi tulisan. Tujuannya, agar bisa dinikmati tidak sekadar segelintir orang. Tetapi banyak orang.
Semoga secuil gagasan ini bisa memberi manfaat. Amin ya rabbal ‘alamin.
Usman Roin, Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah UNUGIRI.