Memilih kades memang membingungkan. Seperti kebingungan saat harus memilih antara dia atau menantimu. Iya, menantimu berani ngomong sama aku.
Kabupaten Bojonegoro bakal melaksanakan pilkades serentak pada 19 Februari mendatang. Hirukpikuk suasana pilkades sudah terasa. Perbincangan di tengah masyarakat mulai ramai.
Banyak pendukung fanatik terhadap calonnya, dan mengkritisi calon lain yang dianggap tidak layak. Mereka menganggap calonnya adalah sosok sempurna. Sampai tak sadar kalau kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Nabs, siapapun yang sudah memenuhi syarat, wajib memilih calon kepala desa lho ya. Jangan sampai, hanya karena kamu belum bisa memilih pasangan hidup, lantas kamu juga malas memilih kepala desa ~
Milih calon pemimpin itu mirip milih jodoh. Selain amanah, juga harus punya keberanian dan rasa percaya diri. Jangan cuma dia yang beraninya lewat chat aja, tapi pas ketemu nggak berani ngomong, alih-alih menyapa. Huft.
Memilih calon kades memang membingungkan. Seperti kebingungan saat harus memilih dia atau menantimu. Iya, menantimu berani ngomong sama akuuh ~
Maka dari itu, kenali setiap kandidat dari cara mereka bermasyarakat sekaligus kenali visi dan misinya. Siapapun yang akan terpilih nanti, toleransi tetap diprioritaskan dan menjadi pondasi.
Jangan hanya karena beda pilihan membuat hubungan tidak harmonis sesama masyarakat. Kayak seperti: jangan hanya karena nggak diperhatiin berarti cintamu ditolak, nggak. Bisa jadi kamu diperhatiin dengan cara yang lain.
Menentukan pilihan memang sulit. Seperti halnya menentukan pasangan hidup. Tidak sembarang orang bisa layak dipilih. Sebab, yang paling tidak meragukanlah yang layak untuk dipilih.
Meski sulit dan pasti melewati fase galau-galauan terlebih dahulu, yang namanya pilihan ya harus dipilih. Kan nggak mungkin milih dia dan kamu sekaligus. Kan harus milih satu. Biar satu visi dan misi menuju masa depan. Hehe
Teman-teman yang baik, pilkades mengajarkan kita agar tidak baper kalau ternyata realita nggak sesuai dengan ekspektasi. Karena kebanyakan, mereka yang terpilih, biasanya bakal melupakan janji-janji manis selama berpacaran berkampanye.
Maka dari itu, ta’aruf pada calon kepala desa juga penting agar tidak menyesal dalam mengambil sebuah pilihan. Jadi, nggak cuma si dia aja yang harus dita’arufi, tapi juga calon kepala desa. Tentu dengan cara yang berbeda.
Lalu, bagaimana calon yang tidak terpilih? Ya harus menelan pahitnya rasa kecewa sekaligus belajar merela. Kayak pas si dia nggak milih kamu, tapi lebih milih orang lain.
Dalam kompetisi, memang harus ada yang terpilih dan ada yang tidak terpilih. Ibaratnya begini, kamu sudah berusaha mendekati orang yang kamu suka, tapi ternyata orang lain yang mendapatkannya. Terus mau apa?
Sebesar apapun usaha yang dilakukan, kalau ternyata bukan kamu yang diharapkan, memangnya apa yang bisa kita lakukan, selain mengikhlaskan.
Menang ora umuk kalah ora ngamuk. Menurut saya, prinsip itu perlu diimplementasikan kandidat kepala desa. Calon yang menang tidak perlu melakukan selebrasi terlalu berlebihan, sampai menggelar acara pesta-pora dan sebagainya.
Sementara bagi yang kalah, harus tetap berlapang dada menerima kekalahan.Tidak perlu mencari kesalahan orang lain, dan bisa lebih berintrospeksi diri.
Meski beda pilihan, semua harus tetap guyub rukun dan bareng bareng. Jangan sampai pilkades memecah belah kerukunan masyararakat. Pilihan boleh beda, tapi kerukunan antar warga harus tetap dijaga.
Perbedaan pilihan pada calon kepala desa, merupakan bentuk demokrasi yang ada. Warga harus pandai menyikapi perbedaan universal dalam politik untuk tujuan kesejahteraan bersama.
Fanida Nuruz Zahro’ adalah mahasiswi penyabar yang sabar menuntut ilmu dan sabar menanti cinta sejati.