Tiga babak hanyalah penanda, bahwa diri semakin tua. Harus makin sederhana. Karena di dalam kesederhaan, bersemayam kebijaksanaan. Terima kasih, bijaksana!
Tadi malam saat berkendara, lagu-lagu band asal Yogya ini menemani sepanjang perjalanan menuju rumah orang tua. Tiba-tiba melintas di pikiran untuk membuat tulisan ini.
Babak sebagaimana tertera di judul merujuk kepada pengalamanku sebagai penikmat dan pendengar lagu-lagu SO7. Tidak lebih dari itu. Lantas, kenapa tiga babak? Nanti akan dijelaskan di akhir tulisan ini.
Babak pertama tahun 1999-2004. Masa ini adalah masa aku menempuh jenjang MTs hingga SMA. Saat kelas dua MTs, di dinding kamarku terpasang poster berwarna hijau dengan lima cowok mayoritas rambutnya gondrong. Aku menahbiskan diri sendiri sebagai fans SO7.
Lagu Kita, Dan, Sahabat Sejati, Sebuah Kisah Klasik adalah sebagian lagu yang mengisi masa-masa awal remajaku. Hafal judul lagu serta lirik dan bisa menyanyikan lagu SO7 menjadi syarat bergaul dengan teman sebaya. Tanpa itu akan dicap gak gaul, ketinggalan, dan serasa berada di planet remaja yang berbeda.
Kondisi berkebalikan terjadi saat SMA di Yogya. Meski Eross adalah alumnus sekolahku, namun membicarakan dan menyanyikan lagu-lagu SO7 secara terbuka dalam pergaulan bukanlah hal yang keren.
Saat itu aku mengidolai dalam diam. Diam-diam senang saat radio memutar lagu-lagu SO7. Diam-diam pura-pura singgah di kamar kos teman yang sedang memutar lagu Seberapa Pantas, Berhenti Berharap, Pria Kesepian, Pejantan Tangguh.
Dalam kurun waktu itu mulai muncul nyinyir dan mencemooh SO7. Termasuk adalah tulisan umpatan di kaus kepada band ini. Band Yogya seperti Shaggy Dog, Endank Soekamti, Sastro Moeni, ataupun Jikustik lebih mungkin menjadi pembicaraan dibanding SO7.
Babak kedua tahun 2005-2015. Hanya lagu Radio yang aku tahu dan pernah dengar. Periode ini aku tidak begitu mengikuti perkembangan lagu-lagu SO7 secara khusus, dan lagu-lagu band lain pada umumnya.
Di sisi lain, ada pengamat sekaligus kritikus musik menilai periode ini kualitas lagu-lagu SO7 tidak seenak lagu di album-album sebelumnya.
Babak ketiga tahun 2015 hingga kini. Lagu-lagu SO7 kembali aku nikmati lewat kanal YouTube. Konser-konser SO7, baik yang disiarkan tv nasional maupun yang diunggah di YouTube, selalu mengundang daya tarik untuk dipirsani.
Barangkali motivasi emosional berikut ini menjadi salah satu alasan buatku untuk menikmati lagu-lagu SO7: perayaan menuju dewasa.
Romantisme yang muncul ketika dewasa membawa ke masa lalu, dan itu tertuju, salah satunya, ke lagu-lagu yang pernah menemani masa-masa remaja.
Lirik lagu yang dulu tidak menemukan konteks aktual, seiring dengan bertambah usia, pengalaman, dan pemaknaan, menjadi relate dengan perajalanan hidup.
Ditambah fakta ini: sederhana. Sejak awal kemunculannya, musik dan lagu SO7 dikenal sederhana dan mudah dinikmati. Selain sederhana segi musikalitas, kualitas pribadi personil yang sederhana tentu menjadi nilai tambah orang untuk mengagumi.
Barangkali, sederhana adalah kunci keberhasilan SO7 sehingga lagu dan musiknya bisa dinikmati hingga kini. Lintas generasi.
Demikian tiga babak SO7 dalam pengalaman pribadiku. Tiga babak tidak memiliki alasan historis ilmiah, semata-mata hanya alasan personal. Yaitu sebentar lagi dua digit angka di bilangan usiaku adalah tiga.
Tiga babak hanyalah untuk penanda, bahwa diri semakin tua. Harus makin sederhana. Karena di dalam kesederhaan, bersemayam kebijaksanaan. Terima kasih, bijaksana!
Oh iya, tiga lagu SO7 favoritku: Hingga Ujung Waktu, Waktu yang Tepat untuk Berpisah, dan Untuk Perempuan.