Stadion Sepak Bola merupakan simbol kejayaan kota. Pemberian nama, harus menyertakan landasan historis yang kuat, dan mampu menghadirkan spirit kejayaan masa lalu di era saat ini dan esok hari.
Seiring kembalinya Persibo Bojonegoro ke ranah Liga 2, menyulut kembali spirit sepak bola masyarakat Bojonegoro yang telah lama hilang. Kini, rencana pembangunan stadion dan sport center baru untuk Kota Bojonegoro, sedang ramai diperbincangkan masyarakat.
Konsultan Persibo Bojonegoro, Eko Setyawan, belum lama ini mengatakan, pihaknya berencana membangun stadion baru berkapasitas 40 ribu suporter. Sports Centre ini akan dibangun di atas lahan Pemkab Bojonegoro seluas 20 hektar yang terletak tak jauh dari pusat kota.
Bojonegoro merupakan kota besar di masa silam. Ada banyak istilah dan nama tokoh besar yang riil dan ilmiah, yang punya kontribusi nyata bagi Bojonegoro. Karena itu, Pemkab dan para Stakeholder harus tahu, bahwa Bojonegoro tak berdiri berdasar dongeng, tapi kenyataan.
Ada sejumlah pilihan nama untuk stadion baru Bojonegoro. Nama dan istilah ini, menjadi bukti otentik dan sahih bahwa kejayaan Bojonegoro memang benar-benar pernah ada. Istilah dan nama yang menggambarkan kejayaan ini, tak hanya didengar telinga, tapi dikemas abadi di dalam prasasti.
1. Gelora Brahmana
Bojonegoro yang dulu bernama Jipang, dikenal sebagai Tanah Brahmana. Tanah yang sangat dihormati Raja Wisnuwardahana Singasari. Dalam Prasasti Maribong (1248 M), Raja Wisnuwardhana menulis ketakdhiman dan penghormatan yang amat besar pada para Brahmana Bojonegoro. Penghormatan itu bukan tanpa alasan.
Para Brahmana Bojonegoro telah membantu leluhur Raja Wisnuwardhana dalam menyatukan Jawa dan mendirikan Kerajaan Singasari. Para Brahmana Bojonegoro telah menyatukan Jenggala dan Panjalu, dan telah membantu Raja Ken Arok dalam mendirikan Singasari.
Raja Ken Arok dan Raja Wisnuwardhana merasa berhutang budi dan sangat hormat pada para Brahmana Bojonegoro. Ini alasan Brahmana Bojonegoro dihormati Para Raja. Mayoritas Raja Jawa adalah keturunan Ken Arok dan Wisnuwardhana. Karena itu, nama “Brahmana” harus dikembalikan sebagai spirit identitas kejayaan Bojonegoro.
2. Gelora Nadikerta
Pada abad 14 M, Bojonegoro dikenal sebagai Nadikerta (Kota Sungai), imperium penguasa transportasi sungai Bengawan. Dalam Prasasti Canggu (1358 M), Raja Hayam Wuruk Majapahit memberi banyak titik Naditira Pradeca (pelabuhan sungai) untuk Bojonegoro. Jumlah titiknya melebihi jumlah yang ada di wilayah-wilayah lainnya. Raja Hayam Wuruk sangat menaruh hormat pada Bojonegoro. Sebab, penghormatan yang sama juga dilakukan kakek dari Raja Hayam Wuruk (Raja Wisnuwardhana).
Selain memberi penghormatan yang besar, Raja Hayam Wuruk juga mengakui kedigdayaan dan kebesaran Bojonegoro sebagai Nadikerta. Penguasa terbesar Majapahit itu, menganggap Bojonegoro sebagai pengendali distribusi kesejahteraan Hulu dan Hilir Bengawan. Karena itu, nama “Nadikerta” harus dikembalikan sebagai spirit identitas kejayaan Bojonegoro.
3. Gelora Mpu Nala
Mpu Nala Wiramandalika merupakan tokoh besar empiris dari Jipang (Bojonegoro), yang muncul pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk Majapahit (1334 – 1389 M). Nama Mpu Nala Wiramandalika tergurat abadi dalam Prasasti Sekar (1365 M), sebagai pejuang yang sangat disegani lawan dan dihormati kawan. Mpu Nala menjadi simbol hreroisme masyarakat Bojonegoro di era Kerajaan Majapahit.
Mpu Nala menjadi bukti otentik bahwa Bojonegoro sudah memiliki tokoh pejuang yang riil dan empiris sejak abad 14 M. Mpu Nala juga jadi bukti bahwa Bojonegoro menjadi wilayah sangat diperhitungkan sejak lama. Karena itu, nama “Mpu Nala” harus dikembalikan sebagai spirit identitas kejayaan Bojonegoro.
4. Gelora Arya Surung
Arya Surung merupakan nama tokoh asli Bojonegoro. Nama Arya Surung dicatat secara sahih dalam Prasasti Pamintihan (1473 M) yang dikeluarkan Raja Majapahit bernama Sri Raja Dyah Suraprabhawa (Bhre Pandan Salas). Prasasti ini ditemukan di lereng Gunung Pandan. Arya Surung disebut sebagai figur yang diberi hadiah oleh Raja Majapahit berupa wilayah bernama Pamintihan, karena kesetiaannya pada Kerajaan Majapahit.
Arya Surung menjadi bukti otentik bahwa masyarakat Jipang (Bojonegoro) menjadi sangat diperhitungkan para Bhre (dari Lasem sampai Pajang) karena jasanya sebagai seorang yang sangat setia dengan peran pendamai dan penyatu bagi negara di masa transisi. Karena itu, nama “Arya Surung” harus dikembalikan sebagai spirit identitas kejayaan Bojonegoro.
Hipotesa Konsklusif
Stadion Sepak Bola merupakan simbol kejayaan kota. Pemberian nama, harus menyertakan landasan historis yang kuat, dan mampu menghadirkan spirit kejayaan masa lalu di era saat ini. Brahmana, Nadikerta, Mpu Nala, dan Arya Surung adalah 4 istilah dan nama, yang secara otentik mampu menggambarkan kejayaan masa silam Kota Bojonegoro, berdasar landasan historis yang sangat kuat.