Narsis merupakan penyakit psikologis bagi para penulis mula. Sialnya, tak banyak yang menyadarinya ~
Menulis memang kegiatan yang menarik sekaligus keren. Tapi, menulis dengan cara narsis, selain kehilangan sisi keren-nya, juga bakal membikin orang lain merasa ilfil.
Dari fenomena di atas, saya bersama sejumlah kawan membikin challenge bertajuk “Menulis Diri Sendiri tapi Nggak Boleh Narsis”. Tentu, ini sulit sekali. Dan saya yakin tak banyak yang berani mencoba.
Ini bukan tanpa alasan. Jangankan nulis diri sendiri, lha wong nulis orang lain saja, ada kok penulis yang memasukkan diri sendiri secara narsis banget. Narsis boleh sih, tapi mbok yang elegan. Narsis kok nggak elegan.
Eh, emang ada ya, narsis yang elegan? Ada lah. Makanya rajin-rajin baca, biar tahu cara narsis yang tetap terlihat kece dan mempesona. Biar nggak bikin orang lain merasa ilfil.
Nabs, narsis merupakan sikap membanggakan diri sendiri, hingga terlihat norak bagi orang lain. Tahu nggak, sikap ini juga memicu orang lain jadi ilfil lho, sama si penulis.
Asal kamu tahu ya, istilah narsis pertamakali digunakan oleh psikolog kondang Sigmund Freud. Ya, si Sigmund Freud mengambil istilah ini dari salah satu tokoh mitologi Yunani yang bernama Narcissus.
Mengapa Sigmund Freud mengambil istilah narsis dari Narcissus?
Begini, Narcissus merupakan seorang yang tampan. Suatu ketika, dia melihat bayangan dirinya terpantul di atas danau. Saking bangganya sama diri sendiri, akhirnya dia mencintai bayangannya sendiri dan ingin memeluknya.
Nah, saat berusaha menggapai bayangannya sendiri di atas air, si Narcissus terjatuh dan tenggelam di dalam danau. Ya iyalah, bodoh banget sih si Narcissus ini. Wqwq ~
Setelah itu, muncul bunga bernama bunga “Narcissus” di sebelah danau tersebut. Konon, dalam mitologi mengatakan bahwa bunga itu adalah penjelmaan dari si Narcissus sendiri.
Nabs, sampai sini paham kan, betapa bahayanya menjadi narsis? Ya iyalah, harus paham. Hehe
Nah, biar nggak terjebak pada fenomena psikologis berupa sikap narsis, saya dan teman-teman bikin challenge kecil-kecilan, “Menulis Diri Sendiri tapi Nggak Boleh Narsis”.
Ini penting deh. Soalnya, di dunia tulis menulis, narsis ini sejenis penyakit tumor kronis yang tak mudah disadari keberadaannya. Makanya, jangan berhenti belajar. Jangan berhenti baca buku. Jangan baca diri sendiri melulu, tapi baca juga pemikiran orang lain.
Sebab, kamu tahu, narsis ini merupakan penyakit psikologis bagi para penulis mula. Sialnya, tak banyak yang menyadarinya. Padahal kalau diterusin, kasihan si penulis lho.
Ohya, meski berupaya menghindari sikap narsis, jangan serta merta kamu jadi pribadi yang rendah diri lho ya. Kamu harus tetap percaya diri. Tapi nggak narsis. Istilahnya, kalaupun terpaksa harus narsis, ya narsis yang elegan.
Gimana sih caranya narsis yang elegan? Banyak-banyakin baca buku, jangan banyak-banyak baca kelebihan diri sendiri. Hehe piss!!