Sebuah gambar tentang seorang ayah yang mengelabuhi rasa takut dan keceriaan anak kecil yang membuat dada saya serasa rontok tak beraturan.
Saya mendapat kiriman sebuah link video melalui pesan pribadi. Sebuah video yang direpost oleh sebuah akun Instagram. Saya membukanya. Berulangkali membuka dan melihat dan mendengar isinya.
Lamat-lamat, saya memahami pesan tersirat yang disampaikan video itu. Terlebih, seorang kawan dekat saya, juga tampak terbawa untuk berkomentar dalam kolom komentar di bawah postingan video itu.
Saya segera mengkonfirmasi kawan saya tersebut. Dia membenarkan jika dia merasa harus berkomentar, sambil mempertegas keharusan itu dengan kalimat: kita harus bersyukur hidup di Indonesia.
Tanpa membaca deskripsinya pun, sesungguhnya saya tahu apa pesan dalam video itu. Tapi, tetap saja saya membacanya. Saya agak susah untuk tak membaca gumpalan kalimat yang tertera tepat di depan mata saya.
Dalam video yang menampilkan seorang ayah dan seorang gadis kecil berambut ikal tersebut, tampak jika sang ayah seperti mengajarkan pada anaknya: saat mendengar bom, tertawalah, Nak!
Ya, mereka berdua tampak tak sabar seperti menunggu kado ulang tahun, beberapa detik kemudian, saat suara bom — yang seolah ada di belakang mereka itu — berdentum, mereka berdua tertawa lebar sekali.
Tawa yang begitu lebar muncul dari celah dagu berjenggot ayah yang terlihat tabah. Sementara tawa tak kalah lebar juga muncul dari pipi kemerahan si gadis kecil. Segenggam tawa yang terasa begitu absurd di dalam hati saya.
Saya menatap lama gadis kecil itu. Saya menangkap keceriaan bercampur rasa cemas membabi-buta di dalam wajahnya. Wajah gadis kecil tanpa dosa yang senyumnya mampu membuat hujan di dekat saya tiba-tiba mereda begitu saja.
Video itu bercerita tentang seorang ayah di Suriah yang mengajak anak perempuannya tertawa setiap mendengar suara bom, agar anaknya tak merasa takut. Sebuah upaya mengelabuhi ketakutan yang begitu mengharukan.
Dalam deskripsinya, tertulis: seorang ayah bernama Abdullah Muhammad, berusaha menyelamatkan putri kecilnya yang berusia 4 tahun dari mimpi buruk perang.
Ketika bom meledak di seluruh Aleppo, dia dan putrinya, Selve, membuat permainan. Yaitu, saat mereka mendengar bom meledak di dekatnya, mereka akan tertawa sekeras yang mereka bisa.
Momen kebahagiaan singkat memenuhi ruangan dan realitas brutal perang tetap ada di balik pintu. Ketika kenyataan terlalu mengerikan untuk dihadapi, cinta ayah masuk untuk membungkam bom.
Saya entah kenapa, merasa begitu terharu membaca deskripsi itu. Dengan keharuan seorang pria muda, saya mencari sumber video itu. Saya menemukan, video itu merupakan tweet sebuah akun Twitter bernama @Ali_Mustafa.
Dalam pengantar videonya, tertulis paragraf:
What a sad world,
To distract 4-year old Selva, her father Abdullah has made up a game.
Each time a bomb drops in Idlib #Syria, they laugh, so she doesn’t get scared.
Dalam video berdurasi 20 detik itu, saya bisa melihat tangis dan tawa menghablur menjadi satu. Sesekali, tampak bahwa ketakutan hanyalah ilusi. Tapi berkali-kali, rasa takut benar-benar tak bisa dihindari.
Video itu merupakan upaya seorang ayah untuk mengajak anak perempuannya tak takut pada mengerikannya perang. Dengan latar suara bom, seorang ayah dan anak perempuannya tampak begitu ceria.
Sebuah gambar tentang seorang ayah yang mengelabuhi rasa takut dan keceriaan anak kecil yang membuat dada saya serasa rontok tak beraturan.
Saya, seolah merasa seperti ingin melindunginya. Ingin mengajak keluarganya ke Indonesia, ke tempat paling aman di dunia.