Hari Pria Internasional yang diperingati tiap 19 November, memperingatkan kita bahwa pria tak hanya punya selera, tapi juga punya beban yang tidak sederhana.
Terlepas ada tidaknya perbedaan secara deskriptif administratif, pria tentu tak sama dengan lelaki muda. Apalagi anak lelaki remaja. Dilabeli sebagai pria, secara tak langsung bakal dibebani banyak perkara.
Dilansir dari Wikipedia, pria adalah sebutan yang digunakan untuk manusia berjenis kelamin jantan. Pria adalah kata yang umum digunakan untuk menggambarkan laki-laki dewasa.
Ya, pria adalah lelaki dewasa. Sampai pada titik ini, kedewasaan pria tak dijelaskan secara gamblang oleh Wikipedia. Sebab barangkali, Wikipedia kesulitan melakukan itu. Mengingat, indikator kedewasaan amat sulit ditentukan.
Menentukan kedewasaan pria melalui jumlah usia, tentu hanya akan membikin Wikipedia terlihat kurang cerdas. Sebab, banyak pria berumur yang tak punya kedewasaan dalam bersikap.
Karena itu, kedewasaan pria hanya bisa dirasakan orang-orang terdekat. Orang-orang yang bersinggungan langsung dengan sosok primata jantan tersebut. Dan satu hal yang amat penting: menjadi pria bukan perkara mudah.
Seorang pria akan selalu dihadapkan pada banyak masalah. Mulai dari masalah psikologis, ekonomis, hingga tentu saja, urusan biologis.
Seorang pria yang hidup sendiri dan belum punya pasangan, bakal punya tekanan psikologis untuk mencari-cari pasangan. Tentu saja, itu sebagai bukti sosial bahwa dia memang seorang pria.
Mencari pasangan tentu tak semudah memasang sekrup dan ring baja atau mempertemukan mur dan baut atau memasukkan bagian tubuh ke dalam bagian tubuh manusia lainnya. Tak semudah itu.
Pasangan adalah perkara yang mampu hadir dalam nyata, sunyata, sekaligus angan-angan. Dan sialnya, proses mencarinya pun tak semudah berangan-angan. Itu alasan kenapa ia sulit ditemukan.
Saat pasangan sudah ditemukan, misalnya, masalah pria tak langsung usai begitu saja. Pria punya beban dan tanggung jawab yang tidak sederhana. Seorang pria wajib membahagiakan pasangannya.
Bahagia yang tak sekadar bermakna tipis, tapi berlapis-lapis. Bahagia lahir dan batin. Bahagia psikologis sekaligus biologis. Bahagia teras dan ranjang dan dapur. Untuk memenuhi itu, tidak mudah. Butuh kekuatan fisik dan mental spiritual, tentu saja.
Sampai di situ, pria masih punya beban memenuhi kebutuhan (ekonomi) pasangannya. Pria yang sudah berpasangan tentu berbeda dengan pria yang masih hidup sendiri.
Ia punya kewajiban berbagi; berbagi nafkah, berbagi waktu, berbagi penghidupan sekaligus berbagi apapun yang berorientasi kebahagiaan. Pria berpasangan sudah barang tentu tak bisa mementingkan diri sendiri.
Di sinilah, barangkali, letak kedewasaan seorang pria diuji: kemampuan berbagi. Dan di titik ini pulalah, sesungguhnya, seorang perempuan bisa menilai seberapa pantas seorang pria cocok dijadikan pasangan.
Pria yang punya bakat berbagi — dalam sejumlah hal seperti disebut di atas — adalah pria yang cocok untuk dijadikan suami, dijadikan pasangan hidup. Indikator ini, tentu fasilitas istimewa seorang perempuan.
Dengan rentetan beban yang seolah tak pernah berhenti seperti itu, sudah sepatutnya menyadarkan kita bahwa pria tak hanya punya selera, tapi juga punya beban yang tidak sederhana.
Peringatan Hari Pria Internasional
Nabs, Hari Pria Internasional adalah peristiwa tahunan yang dirayakan setiap 19 November. Diresmikan pada 1999 di Trinidad dan Tobago. Hari dan kegiatan tersebut mendapat dukungan dari berbagai kalangan.
Hari Pria Internasional ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan pemuda dan pria, sekaligus menyoroti teladan lelaki.
Peringatan Hari Pria Internasional lebih dari perayaan seremonial. Namun lebih pada peringatan dan pengingat dan sedikit ancaman bahwa menjadi pria bukan perkara sederhana.
Selamat Hari Pria Internasional, untuk para pria di seluruh alam semesta.