Orang tua kami justru akan lebih mudah memberi kami gadget, hanya agar kami tak berlari-larian. Konon, itu demi menjaga keselamatan kami.
Menurut kamu, apa sih olahraga yang paling mudah? Yap, benar, berlari. Tinggal lari saja. Tak perlu bola, raket, tali atau beli purwa rupa alat olahraga. Modalnya dengkul saja.
Tapi, Nabs, dengan bertambahnya waktu, lari tidak sesimpel dahulu, era 90-an. Masa itu, lari tinggal keluar rumah, pulang sekolah lari, hujan-hujanan lari, dan mengejar layang-layang juga lari.
Ada satu guyonan: dulu masa di mana makanan adalah barang mewah, dan jika anak-anak berlama di rumah, maka tempe goreng, kerupuk dan ote-ote makin cepat habis. Maka, keluar dan berlari-lari lah.
Kita rindu saat jalan sepi motor dan kendaraan. Saat truk diesel lewat, dan keluar asap sewangi parfum, lalu beberapa anak telanjang dada berkejaran berebut aroma khas diesel, meski tak sewangi parfum ramadhan.
Masa ketika jalan bolong ada di mana-mana. Kubangan air saat musim hujan hampir selebar aquarium cupang. Dengan sedikit batu menonjol di sana-sini.
Ah, jalan yang masih teduh dengan jati dan mahoni. Setiap pagi, selalu penuh cecercitan burung kutilang dan emprit.
Era di mana sales motor semahir apapun, tak akan mampu menjual lebih banyak. Target ratusan paling tembus belasan saja. Jalan kaki dan ngontel masih jadi pilihan paling logis.
Beradu dengan tanah liat saat hujan dan zigzag milih jalan bagus di antara gundugan batu yang nyerempet hingga ke tengah.
Tapi, kini era berubah 180 derajat sejak negara api menyerang, eithh… sejak jalan halus mulus, maksudnya. Sales obral DP dan bejubel mobil dan motor sesak memenuhi jalan. Mulai tol hingga gang sempit pun penuh kendaraan.
Bayangkan, hampir tak ada rumah yang tidak ada motornya. Di desaku, bahkan ada satu adat baru, masuk SMA kudu naik motor. Meskipun tidak harus baru. Tapi, itu ternyata membeli kebebasan jalan kita. Adik kita tergadaikan keselamatannya di jalan.
Bermain di luar rumah menjadi barang mahal. Padahal, bermain menurut Hetherington dan Parke, berfungsi mempermudah perkembangan kognitif anak.
Dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungan, mempelajari segala sesuatu yang di hadapinya.
Dan, yang dijejalkan kepada anak adalah gadget, sesuatu yang instan, melatih pengetahuan kognitif dengan les dan tugas rumah sejak usia dini hingga cenderung menggadaikan pengalaman mengenal lingkungan dan melatih motorik anak. Dan keselamatan adalah salah satu argumen utama.
Berlari, sebagai olahraga paling murah-pun kini tak lagi murah. Berlari semakin membutuhkan tempat khusus, sepatu lari karena telapak kaki juga sudah lembut hingga tak tahan kerasnya kerikil dan aspal jalanan dan butuh waktu khusus, karena berbagi dengan kendaraan yang tak mau berhenti mengejar materi.
Toh pada akhirnya, ketika sawah berubah jadi rumah dan tembok mengkotak-kotak halaman, anak-anak yang akan tersisih. Dan taman hanya menyisakan sedikit lahan berbagi parkiran dan lapak jualan.
Sialnya, orang tua kami justru akan lebih mudah memberi kami gadget, hanya agar kami tak berlari-larian. Konon, itu demi menjaga keselamatan kami. Ya, orang tua lebih takut kotor akibat bermain, daripada perangkap lemah fisik dari kecanduan gadget.