Malam Minggu, konon menjadi malam spesial. Tentu, tidak semua orang sepakat dengan pendapat itu. Ada yang biasa saja dalam memaknai malam Minggunya. Sebaliknya, ada pula yang tidak biasa menafsirkannya.
Sebagai pemuda-pemuda yang kerap disibukkan dengan pikirannya sendiri, kru Jurnaba tentu memiliki berbagai makna dan lelaku dalam menjalani malam Minggu.
Lalu, bagaimana makna malam Minggu bagi para kru Jurnaba, berikut uraiannya.
1. Bakti Suryo Nugroho — Malam Minggu adalah Meditasi
Sebagai seorang spiritualis kontemporer yang menye-menye, Roy Suryo, eh, Bakti Suryo maksudnya, adalah lelaki yang sangat akrab dengan laku menenangkan diri atau populer disebut giat meditasi. Uniknya, dia bermeditasi hanya saat malam Minggu saja. Itu alasan kenapa tiap malam Minggu, dia bakal sulit ditemui.
Yang lebih unik lagi, dalam hal meditasi, Yoyoy tidak melakukan meditasi secara biasa. Namun secara luar biasa. Sebab, dia tidak hanya duduk dan memejamkan mata. Namun, lebih dari itu, dia juga berkomunikasi dengan sosok perempuan yang hadir melalui layar ponselnya.
2. Radinal Ramadhana —- Malam Minggu adalah Makan Serabi
Makan serabi memang bisa dilakukan kapan saja. Tapi, tidak bagi Radinal Ramadhana. Baginya, makan serabi hanya bisa dilakukan saat malam Minggu saja. Alasannya, malam Minggu adalah malam yang asyik untuk berdiskusi dengan si dia.
Dan berdiskusi bersama si dia, menurut Radinal, paling mantap dilakukan di tempat Serabi di jalan Dr Sutomo. Alasannya, tentu saja, menghemat biaya. Sehingga, sisa biaya malam mingguan bisa digunakan untuk persiapan menempuh hubungan lebih serius: menikah.
3. Adityo Dwi Wicaksono —- Malam Minggu adalah Gerbang Valhalla
Tidak seperti kru yang lain. Bagi Dito, malam Minggu adalah malam menancapkan diri dalam permenungan hidup. Dia tidak mau ke mana-mana. Dia lebih memilih menenangkan diri dalam proses berpikir. Apa yang dipikirkannya? Tak ada yang tahu.
Yang jelas, ketika jomblo-jomblo muda lain meratapi siksa kesendirian, Dito justru mensyukuri ketenangan sambil membaca bagaimana perjalanan hampa, bunyi dan suara hingga akhirnya sampai di gerbang Vallhala, gerbang jatuh cinta. Sebab konon, sudah ada yang menunggunya, di dekat gerbang Valhalla. Siapa dia? Hmm
4. Dian Wisnu Adi Wardhana — Malam Minggu adalah Ketabahan
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Bait puisi Sapardi Djoko Damono itu tampaknya memang patut direvisi. Sebab, ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Wisnu memang lahir di bulan Juni. Tapi Wisnu lebih tabah dari hujan karena tanpa hujan pun, ia mampu menghujani bumi dengan air mata kerinduannya.
Jika malam Minggu ada hujan di Kota Bojonegoro. Coba pegang tetes hujan itu. Bisa jadi, itu bukan hujan yang sebenarnya. Tapi air mata kerinduan Wisnu yang menghujan nan menghujam. Siapa yang dia rindukan? Hmm.. hanya dia sendiri yang tahu.
5. Mahfudin Akbar —- Malam Minggu adalah Berdistraksi
Berdistraksi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan mengendalikan fokus. Hanya orang-orang tertentu yang mampu berdistraksi dengan baik. Lelaki yang akrab disapa Anin ini adalah satu dari banyak pemuda yang ahli berdistraksi. Terutama berdistraksi saat malam Minggu.
Malam Minggu, bagi Anin, adalah malam berdistraksi. Jika hari-hari biasa ia disibukkan dengan naskah demi naskah konten harian, malam Minggu waktu baginya untuk menaskahkan kisah romance-nya sendiri. Dengan siapa? Tentu dengan sosok yang mampu membuatnya berdamai dalam sedih maupun senang.
6. Widyastuti Septiyaningrum — Malam Minggu adalah Menganalisis
Jika yang lain sibuk bermalam mingguan, Widya justru sibuk menganalisis komponen malam Minggu itu sendiri. Baginya, malam Minggu harus diurai, dibedakan dan diolah untuk digolongkan sesuai kriteria. Setelah itu, dicari kaitan dan ditafsir maknanya.
Malam Minggu, baginya bukan malam yang hadir begitu saja. Ada banyak komponen yang memicu lahirnya malam Minggu. Satu di antaranya adalah proses dialektika romantistik dan romantisme dialektik. Dengan siapa dia berdialektika?Tentu dengan sosok yang mampu membuatnya berdamai dalam sedih maupun senang.