Di Guratjaga, kita bisa belajar kapan saja dan dimana saja. Salah satu di antaranya belajar dari biji.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Dari Sabang hingga Merauke, terdapat berbagai jenis keanekaragaman hayati. Ada mawar, melati, anggrek, padi, sagu, kantong semar, bunga bangkai, pohon pisang, sawo, dan lain sebagainya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor geografis dan astronomis.
Beberapa orang ketika melihat tetumbuhan, wabilkhusus yang berwarna hijau akan menyebabkan sanubari riang. Dari yang gundah gulana, kemudian menyaksikan tetumbuhan, mak bedunduk, hati yang gundah gulana, sukar, dan semrawut akan hilang dengan sendirinya.
Tentu hal tersebut tidak lepas dari peran Sang Pencipta. Kemudian, melalui manusia yang diberi akal dan pikiran, memberi tafsir tentang ciptaan Sang Pencipta. Khususnya tentang ilmu yang mempelajari tentang kehidupan atau ilmu hayat. Di sekolah yang mainstream, kita kenal istilah biologi.
Ihwal tetumbuhan. Ada akar, batang, daun, buah, dan lain sebagainya. Sebelum tumbuh dan berkembang dengan indah, ada biji yang senantiasa mengasah kesabaran di bawah tanah. Dalam kesunyian bersama penghuni tanah yang lainnya.
Wabilkhusus di tanah negera agraris yang berkelok menjadi tanah industrialis ini. Biji senantiasa tabah, apabila Tuhan Yang Maha Kuasa mengizinkannya untuk tumbuh dan berkembang, biji akan menumbuhkan akar, batang, dan daun dengan riang.
Namun, sebaik apapun tempat biji bersembunyi, apabila tidak ditakdirkan oleh Tuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan riang, apalah daya.
Biji yang jamak terlihat, bentuknya kecil. Beberapa orang sering menganggap remeh biji. Dibalik ukurannya yang kecil, tersimpan manfaat dan tugas yang besar. Ada biji yang digunakan untuk mengobati panas dalam, biji selasih misalnya. Selain itu, biji yang kecil mengemban amanah yang besar untuk menumbuhkan dan mengembangkan akar, batang, daun, dan buah.
Sebelum melahirkan buah, yang terkandung biji di dalamnya, biji berproses dalam kesunyian. Tumbuh dan berkembang dengan bantuan air, sinar mentari, dan komponen biotik maupun abiotik.
Biji, nerimo ing pandum. Apabila sudah mucul akar, perlahan biji dilupakan. Apalagi kalau sudah ada batang, daun, buah, dan membentuk pohon. Biji yang kecil, menjadi dasar tumbuhnya suatu pohon dan bunga, ia memperoleh sedikit perhatian.
Ada kalimat dari Ramakrishna, “saat bunganya mekar, lebah datang tanpa diundang”. Namun perlu diketahui, bahwa sebelum ada bunga yang mekar dan ada lebah yang datang tanpa undangan, ada biji yang melakukan kerja untuk menumbuhkan dan mengembangkan bunga.
Oh, betapa kerennya biji. Ia rela tak memperoleh perhatian, namun menumbuhkan dan mengembangkan plus senantiasa membersamai bagian lain yang bahkan memperoleh perhatian lebih besar dari pada biji.
Biji, rela mengorbakan eksistensinya, demi adanya eksistensi yang lainnya. Biji senantiasa menemani tumbuh dan kembang akar, batang, daun, dan buah. Dari buah kemudian baru ada biji lagi. Untuk membentuk biji, juga diperlukan proses yang agak panjang. Tidak bisa satu kali tepukan tangan.
Dan perlu diketahui, homo sapiens juga nantinya akan menjadi bak biji. Tinggal nama, dan ditanam dalam tanah. Bersiaplah, mari menjadi biji dengan tingkat kealiman di bidang masing-masing. Salah satu diantaranya penyampai wasilah mengabarkan degup kebahagiaan, wqwqwq.
Begitulah. Di Sekolah Guratjaga, selain membuka bimbingan belajar (Bimbel) bagi siswa SMP-SMA, kami juga belajar tentang falsafah benda-benda. Agar kita bisa belajar dari hal-hal yang kecil.
Baik, Nabs. Itulah ihwal biji. Sebelum mengakhiri tulisan ini, ada puisi spesial untuk pembaca wabilkhusus Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Insomniah wa Jurnabiyah dimanapun berada. Berikut puisinya:
Aku ingin menjadi biji,
Kecil namun mbejaji
Aku ingin menjadi biji,
Melahirkan bagian-bagian yang berpenghuni
Aku ingin menjadi biji,
Rela hidup dalam tekanan nan sunyi
Aku ingin menjadi biji,
Rela mati, namun menghidupi.