Di salah satu sudut Desa Sukorejo Kecamatan Malo, terlihat beberapa orang yang sedang sibuk dengan kayu rotan. Mereka ternyata sedang memproduksi kurungan burung Perkutut. Kayu rotan menjadi salah satu bahan utama dari kurungan (sangkar) burung Perkutut tersebut.
Salah satu pengrajin yang ada di Desa ini adalah Sabri. Ia adalah pengrajin kurungan Perkutut pertama di Desa Sukorejo, Malo. Banyak orang yang datang belajar kepadanya untuk bisa membuat kurungan burung Perkutut sendiri.
Sabri menekuni usaha kerajinan kurungan burung Perkutut ini sejak 2007. Awalnya Ia hanya coba-coba saja. Namun sejak ditekuni dengan lebih serius, usaha ini mampu memberikan dampak yang cukup signifikan untuk perekonomian keluarganya.
Beberapa orang dari luar Kecamatan Malo yang melihat hasil karya kurungan burung Perkutut Sabri tertarik untuk membeli. Lama kelamaan, Sabri semakin memperbanyak produksi untuk bisa memenuhi permintaan. Karena kewalahan, dia akhirnya mengajak saudaranya untuk membantu proses produksi.
Karena kualitas cukup baik, produk kurungan burung Perkutut buatan Sabri dilirik pengusaha dari Surabaya dan Madura. Ada pengusaha kurungan burung asal Surabaya yang datang langsung ke Desa Sukorejo untuk memesan langsung dalam jumlah banyak.
Sabri sendiri secara pribadi belum siap menerima pesanan partai besar. Jumlah sumber daya manusia yang terbatas dan alat yang dimiliki menjadi alasannya. Apalagi untuk tahap pewarnaan dibutuhkan waktu yang lama serta ketelitian yang tinggi.
“Saya sendiri belum siap menerima pesanan partai besar. Apalagi saya tidak punya anak buah. Masih belum sanggup karena keterbatasan alat dan sumber daya manusia,” ujar Sabri.
Melihat potensi yang besar itu, tetangga di sekitar rumah Sabri mulai tertarik untuk belajar. Sabri pun dengan tangan terbuka menyambut para tetangganya yang ingin belajar memproduksi kurungan burung Perkutut. Ia tak mematok tarif apapun bagi orang yang ingin belajar dengannya.
Sampai saat ini sudah ada 8-10 orang yang berhasil dibantu Sabri. Kini, semua orang yang sudah digembleng Sabri itu mampu membuka usaha kerajinan kurungan Perkutut sendiri. Sabri sendiri senang melihat hal itu dan enggan menganggap mereka sebagai kompetitor.
“Saya nggak mau nyebut mereka sebagai pesaing atau apalah itu. Saya malah senang karena ilmu saya itu bisa berguna bagi orang banyak,” ujar pria yang hanya bersekolah sampai tingkat SD tersebut.
Saat ini, Sabri bisa membuat 5 sampai 6 buah kurungan per harinya. Menurutnya, jumlah tersebut terbilang sedikit jika dibandingkan dengan anak-anak yang pernah dia latih.
Meski diproduksi dalam skala kecil atau rumahan, omset yang dihasilkan tak bisa dipandang sebelah mata. Satu buah kurungan Perkutut yang sudah jadi biasa dihargai 60 – 70 ribu Rupiah. Jadi, jika dirata-rata per bulan, Sabri bisa mendapatkan 10 hingga 12 juta Rupiah. Jumlah yang cukup besar bagi usaha yang dirintis di desa.
Semua keterbatasan yang ada tak menjadi halangan bagi Sabri untuk terus berkarya dan bahkan membuka lapangan kerja bagi orang terdekatnya. Siapa sangka jika pria yang hanya lulus Sekolah Dasar ini mampu memberikan jalan bagi orang-orang di sekitarnya untuk bisa mendapatkan penghasilan.
Comments 1