Sungai dan hutan Bojonegoro adalah aset utama. Warisan mulia yang tidak hanya harus dijaga, tapi juga harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Mereka bukan cameo dalam konteks demografi daerah. Mereka adalah tokoh utama protagonis. Mereka adalah wisata masa depan Bojonegoro.
Apa yang khas dan identik dari Bojonegoro? Jika yang ada di pikiran kamu hanya nama-nama makanan, kami sarankan kamu segera mengambil air wudhu dan bertobat. Sebab, kamu terlalu fokus pada urusan perut. Dengan mengambil air wudhu, kami yakin pikiran kamu bakal lebih jernih dan luas. Sejernih dan seluas sungai dan hutan Bojonegoro.
Bojonegoro menjadi istimewa karena punya sungai dan hutan. Tidak semua kota memiliki dua unsur penting itu sekaligus. Ada kota yang hanya memiliki sungai. Ada pula kota yang hanya memiliki hutan. Nah, Bojonegoro memiliki kedua-duanya. Di mana, dua-duanya sangat dominan mewarnai berbagai gejala alam.
Sungai yang melintasi Bojonegoro adalah sungai terpanjang di Pulau Jawa. Sungai Bengawan Solo. Memang, sejauh ini identik dengan sampah dan banjir. Namun, sebenarnya, sungai Bengawan Solo sangat potensial dijadikan lokasi wisata. Tentu, saat musim kemarau tiba. Ingat, gagasan ini hanya cocok dilakukan saat musim kemarau saja. Biar agak kekinian, boleh diistilahkan sebagai musim panasnya kita-kita.
Mungkin gagasan ini terlalu ndadak jika harus direalisasikan dalam waktu dekat. Tapi, setidaknya sebelum 2030 saya yakin sudah bisa. Mengingat, waktu 12 tahun sudah sangat cukup bagi Bojonegoro untuk melahirkan generasi-generasi imajinatif dengan kreativitas berlebih.
- Yanizha, Ilustrator Muda dan Kreatif Bojonegoro
- Foto Buku Tahunan, Bisnis Kreatif Menggiurkan di Bojonegoro
Untuk potensi sungai, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) bisa saja membikin semacam kapal apung semi raksasa di atas sungai. Di mana, kapal apung itu bisa bergerak kesana-kemari. Di atasnya, penumpang bisa bersantai dan menikmati panorama sungai. Ada alunan musik yang menghibur para penumpang. Tentu, wisata itu harus berbayar. Agar bisa menutup biaya operasional dan mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kita bisa bayangkan, kapal apung ini mirip kayak Island Ship dalam film anime One Piece. Namun, ukuran tentu disesuaikan dengan lebar sungai. Eh tapi jangan bayangkan kalau kapal itu bisa terbang kayak seperti dalam film tersebut lho ya. Hee
Kapal apung semi raksasa juga bakal menjadikan Bojonegoro kayak Venezia Italia atau Dutch Venice di Desa Giethoorn Belanda. Dua tempat itu menjadikan sungai begitu bermakna. Bahkan, kalau mau, Bojonegoro bakal lebih spektakuler karena ukuran sungainya jauh lebih lebar.
Jika membikin kapal semi raksasa dinilai keberatan, Pemkab bisa mengkoordinir festival pasar perahu. Ingat, bukan festival balap perahu lho ya. Tapi festival pasar perahu. Sebab festival berbasis balapan dan cepet-cepetan cenderung kurang tuma’ninah dan mudah dilupakan.
Nah, festival pasar perahu bukan memfestivalkan perahunya. Tapi lebih pada memfestivalkan kegiatan jual-belinya. Sebuah pasar yang memanfaatkan sungai sebagai lokasi dan perahu sebagai tokonya. Mirip seperti pasar terapung di Banjarmasin Kalimantan Selatan. Bedanya, ini di Bojonegoro dengan segala keunikannya.
Selain mampu menarik wisatawan dan menjalankan roda ekonomi kerakyatan, saya yakin festival pasar perahu juga membikin masyarakat lebih mampu memelihara sungai. Ingat, festival ini bisa dilakukan saat musim kemarau saja. Biar nggak terseret banjir.
Dengan membikin kapal apung semi raksasa atau festival pasar perahu di sungai, setidaknya pemerintah dan masyarakat Bojonegoro mampu bersyukur pada pemberian Tuhan berupa nikmat sungai. Sehingga, kita tidak hanya mengutuk sungai saat banjir, tapi juga menikmati dan mensyukuri sungai saat musim kemarau.
Berikutnya potensi hutan. Dengan wilayah seluas 2.384 km persegi, 40 persen wilayah Bojonegoro adalah hutan. Kondisi geografis semacam ini tentu sangat menguntungkan. Tentu, bagi mereka yang mau memandang lebih dalam nikmat-nikmat dari Tuhan. Dan sialnya, memang masih banyak yang belum memandang demikian.
Sebelum meneruskan membaca, kamu harus meyakini bahwa saat ini Perhutani sudah tidak kaku seperti dulu. Perhutani kini lebih terbuka dan mudah diajak kerjasama. Asal memiliki gagasan jelas, Perhutani juga bakal mengizinkan masyarakat mengelola hutan kok.
Sejauh ini, identitas hutan Bojonegoro baru tercium dan terlihat melalui kerajinan kayu dan akar jatinya. Ada 3 titik kerajinan kayu di Kota Bojonegoro; Margomulyo, Kasiman dan Sukorejo Kota. Hanya dengan 3 titik itu saja, unsur kekayuan Bojonegoro sudah terbangun. Padahal, itu belum apa-apa.
- Imam Mahdi, Seniman Cukil Kayu yang Nyentrik
- Desa Ini Mampu Bikin Kurungan Perkutut jadi Bisnis Potensial
Meski identik dengan hutan, sampai sekarang Bojonegoro belum benar-benar membranding hutan. Yang dibranding baru hasil olahan produk hasil hutan. Padahal, jika hutan dibranding, tentu sangat lebih spektakuler. Sebenarnya, wisata hutan kota sudah ada di Bojonegoro. Bahkan di dalam kota. Namun, gaungnya masih lemah. Atau mungkin karena berada di dalam kota, sehingga menjadi lemah? Hmm bisa saja.
Yang belum dicoba Pemkab Bojonegoro adalah membikin bumi perkemahan dan outbond center. Dengan potensi hutan cukup luas, harusnya itu mulai dicoba. Terutama hutan-hutan di kawasan kecamatan.
Bojonegoro memiliki Lembah hutan Anggorokasih di Kecamatan Margomulyo. Lembah yang menghubungkan 3 kabupaten (Ngawi, Bojonegoro, Blora) itu, sangat layak dijadikan outbond center dan bumi perkemahan.
Sebab, jauh-jauh hari kawasan itu sudah terkenal sebagai kawasan motor trail bagi pejabat-pejabat kota sebelah. Kawasan itu juga memiliki sumber daya alam berupa perkebunan jambu merah lho. Tentu sangat ampuh menarik pengunjung.
Belum lagi wilayah hutan di Kecamatan Bubulan, Gondang, Temayang hingga Sekar. Masing-masing hutan memiliki karakter khas. Dan layak dibranding sebagai lokasi wisata. Tidak hanya terpaku pada outbond center dan bumi perkemahan, hutan juga bisa dijadikan sebagai lokasi liburan alternatif buat masyarakat yang tiap hari terpapar rerimbunan dinding beton, biar matanya bisa kembali fresh.
Kalau boleh jujur, mengelola hutan jauh lebih berpotensi menarik wisatawan dibanding mengelola mall dan tempat perbelanjaan. Sebab semua kota sudah memiliki mall namun tidak semua kota memiliki hutan seperti Bojonegoro.
Sudah waktunya kita menghilangkan kesan menyeramkan hutan dan menggantinya sebagai lokasi yang menyenangkan. Selain mampu meningkatkan city branding, mengelola hutan secara seksama juga bakal diganjar pendapatan asli daerah dan meningkatkan geliat ekonomi kerakyatan.
Jadi, siapkah kamu memelihara dan memaksimalkan potensi wisata sungai dan hutan Bojonegoro, Nabsky?
Comments 6