Korupsi bukan soal mencegah dan meringkus orang-orang yang terlibat di dalamnya saja. Sampai kapanpun, korupsi selalu ada dengan bermacam bentuknya. Kenapa?
Akhir akhir ini mata kita dihibur dengan 2 orang menteri yang ditangkap oleh KPK atas tuduhan korupsi di negara kita. Penyelidikan masih terus berlanjut dan tugas menteri dititahkan pada pelaksana tugas yang ditunjuk oleh Presiden.
Momen demi momen ini pada hakikatnya selalu menjemukan kita. Membuat kita semakin benci dan pesimistis dengan para pejabat yang tak hentinya mencuri uang rakyat. Belum lagi diperkuat dengan para oligarki korup lainnya yang sedang bersembunyi dibalik kerah putihnya.
Seperti yang kita ketahui, perilaku koruptif tidak hanya terjadi di negara kita saja. Namun semua negara juga mengalaminya, Indonesia tercatat melalui CPI (Corruption Perception Index) masuk peringkat 85 dari 180 negara dengan poin 40. Nilai ini setidaknya meningkat ‘lebih baik’ dari tahun sebelumnya. Setidaknya itu yang diucapkan oleh situs KPK.
Apakah semakin banyaknya koruptor yang ditangkap membuktikan bahwa KPK tidak main main dalam memberantas korupsi? Atau justru ini membuktikan bahwa KPK tidak becus dalam mencegah korupsi?
Apakah semakin sedikitnya jumlah koruptor yang ditangkap membuktikan bahwa kinerja KPK selama ini berhasil dalam pencegahan korupsi? Atau KPK tidak mampu meringkus koruptor yang bersembunyi di balik ketek oligarki yang tersistematis?
Setidaknya 4 pertanyaan itu pasti terbersit dalam pikiran kita. Bahkan kadang kita berpikir bahwa apakah KPK hanya setingan untuk melindungi mega korupsi oleh oligarki dengan menangkap curut curut yang korupsinya hanya sebanyak remahan roti?
Bingung kan? Saya juga. Persamaan korupsi dan mencuri terletak hanya pada keinginan untuk memperkaya diri sendiri, mereka hanya berada di tempat dan waktu yang berbeda. Loh, sama dong dengan kita semua? Iya, kita semua memiliki kesempatan untuk korupsi. Tapi jika keadaan tidak memungkinkan bisa apa?
Kita mungkin sekarang bisa berkata bahwa korupsi adalah perbuatan yang sangat memalukan, tapi kita belum pernah merasakan pada posisi di mana kita berkesempatan untuk melakukannya atau bisa jadi terjebak dalam lingkarannya. Sehingga mau tidak mau kita kecipratan dosa korupsi itu sendiri.
Mudah mengatakan kita akan menolaknya jika kita hidup sendirian. Bagaimana jika mereka mempunyai keluarga? Hidup mereka akan terancam seperti perdagangan antar kartel narkoba di film film, terima atau mati.
Ini bukan omong kosong, masih ingat beberapa waktu lalu rumah ketua KPK diteror bom? Atau penyidik KPK yang disiram air keras hingga cacat permanen? Sampai sekarang pun belum diketahui siapa pelakunya. Sekejam itu. Dan itu yang tersorot kamera. Bagaimana yang dibelakang kamera? Atau di bawah meja?
Korupsi akan selalu ada dan tetap ada sampai kapanpun, jika kita menutup satu jalan, satu atau dua jalan lain akan terbuka dan begitu seterusnya. Lalu apakah pencegahan dan pemberantasan menjadi sia sia? Tentunya tidak.
Namun korupsi seharusnya bukan soal mencegah dan meringkus orang orang yang terlibat di dalamnya, lebih dari itu. Praktik pencegahan korupsi harus kaya akan nilai sehingga meningkatkan kualitas hidup bangsa. Asaz kejujuran dan keadilan misalnya, mereka bukan tujuan yang harus dicapai, namun nilai yang harus dipegang dan digunakan sebagai alat berkehidupan dalam kehidupan berbangsa.
Mendidik diri sendiri merupakan hal yang sulit, namun hanya itu yang bisa meningkatkan peradaban umat manusia. Ilmu pengetahuan, moral, dan estetika merupakan hal hal yang berkesinambungan membentuk peradaban. Pengabaian atau penolakan terhadap salah satu variabel merupakan kenaifan yang harus dihindari.
Manusia dan bangsa yang tidak memegang karakter nilai hanya akan merusak diri dan bangsanya. Mudahnya mereka akan menghalalkan segala macam cara untuk tujuan praktis mereka, seperti korupsi, mencuri, membunuh, menindas orang miskin, dan lainnya. Sehingga akan memunahkan spesies kita sendiri nantinya.
Analogi yang sering saya pakai adalah kenapa ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju namun rumah sakit masih harus terus dibangun dan ramai pasien? Pola jawabannya sama, namun dijawab dengan konteks beda.