Mau jadi manusia nokturnal atau diurnal, tiap gaya hidup yang kita pilih selalu mengundang resiko. Hanya, lagi-lagi, semua akan kalah dengan rasa nyaman.
Tak bisa dinafikan dalam hidup, manusia mmmiliki zona nyamannya masing-masing. Contohnya ada yang merasa aman kalau menjalin hubungan backstreet tanpa diketahui oleh banyak orang terutama orang tua.
Ada pula yang merasa nyaman ketika melakukan semua hal sendirian seperti orang introvert, pun terdapat tipe manusia yang merasa akan banyak inspirasi berdatangan jika melakukan aktivitas di malam hari.
Kalong dan jangkrik dan koala memang mempunyai lifestyle nokturnal dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Pola kehidupan hewan tersebut tentunya akan sangat wagu jika dilakukan oleh manusia.
Sebab, secara penilaian bersama, manusia normal adalah mereka yang melakukan aktivitas pada siang hari, lalu malam harinya digunakan untuk bergelut dengan bunga tidur.
Lantas apakah menjadi manusia nokturnal itu adalah pilihan yang keliru?
Jika merujuk hak prerogatif masing-masing orang, maka tak keliru memilih menjadi manusia nokturnal. Walau jika dirujuk dari segi medis, begadang yang tiada artinnya mempunyai dampak buruk bagi kesehatan, tapi itu pilihan.
Begini, saya merupakan salah satu orang yang prever begadang atau menjadi manusia nokturnal. Alasan fundamentalnya karena di malam hari lebih bisa fokus menjalani suatu hal, ngobrol bareng teman bisa lebih intim pula dan beragam inspirasi mulai banyak bermuculan. Jelas itu tak bisa di dapat siang hari.
Selain ada nokturnal, ada pula diurnal yakni kebalikan daripada nokturnal. Artinya memang seluruh aktivitas dilakukan di siang hari. Meski begitu bukan berarti diurnal tidak bisa ngobrol lebih intim bareng teman, memperoleh ide-ide segar dan fokus. Ini hanya soal nyaman atau tuntutan hidup saja.
Ambil contoh pola kehidupan seorang mahasiswa. Mereka mungkin akan banyak melakukan kegiatan di malam hari. Apalagi jika ada jadwal perkuliahan pagi. Apalagi ada tuntutan tugas yang menuntut diselesaikan secara tepat waktu.
Kehidupan itu saya alami, kalau dikomparasikan antara masa putih abu-abu dan saat sudah menjadi mahasiswa jauh sangat berbeda. Jam tidur menjadi berubah akibat tuntutan tugas beserta kegiatan-kegiatan penunjang, seperti aktivitas unit kegiatan mahasiswa dan komunitas lainnya.
Bahkan menulis yang saya klaim menjadi passion, banyak dilakukan di malam hari. Memang ini mengganggu kehidupan banyak orang terutama teman-teman kontrakan, dia tidur aku bangun dan begitupun kebalikannya.
Tapi siapa juga yang dapat memenjarakan pilihan orang lain, sudah pasti tidak ada kecuali para aparat di masa demo Undang-undng Ciptaker lalu; ada yang berniat baik menyuarakan aspirasinya tapi malah ditangkapi. Hash, Jans tenan og polisi itu~
Banyak pihak, terkhusus orang tua menyarankan memperbaiki pola kehidupan yang lebih sehat namun lagi-lagi kenyamanan tidak bisa diganggu-gugat.
Kiranya mungkin adalah matahari yang memang menjadi faktor utama penyebab tidak bisa tidur. Alergi kali ya wqwq