Tokoh Enola Holmes mungkin masih belum sepopuler Sherlock Holmes. FYI, dia adalah simbol emansipasi perempuan di era Victorian.
Saya yakin beberapa di antara Nabsky sekalian adalah penggemar dari karakter fiksi ciptaan Sir Arthur Conan Doyle. Siapa lagi kalau bukan Sherlock Holmes. Ya, para Nabsky pasti ada yang Sherlockian.
Cerita mengenai Sherlock Holmes begitu terkenal di Britania Raya, bahkan meluas hingga dunia. Itu mengapa banyak penulis kemudian mengadopsi karakter Sherlock Holmes ke dalam berbagai cerita.
Kisah mengenai Detektif Sherlock Holmes tidak hanya berhenti pada tokoh utamanya, tapi berkembang ke orang-orang terdekat Sherlock; Microft, Eurus, Adler hingga yang baru saya ketahui adalah Enola Holmes, adik bungsu dari Sherlock Holmes.
Tentu sebagai penggemar si jenius Sherlock Holmes, saya merasa dipuaskan dengan berbagai varian cerita. Di sini, kita akan membicarakan Enola Holmes. Tayangan Enola Holmes resmi rilis di Netflix kemarin (23/9).
Karakter Enola sendiri diperankan Millie Bobby Brown, aktris Britania yang tahun ini berusia 16 tahun. Millie sendiri telah memainkan cukup banyak peran dan beberapa film yang dimainkannya sukses di layar kaca; Godzilla : King of The Monster, Stranger Things, Instruders, dan banyak lainnya.
Film Enola Holmes disutradarai Harry Bradbeer. Naskahnya terinspirasi dari novel Nancy Spinger, Novelis asal Amerika yang cukup terkenal dengan cerita Sci-Fi dan Misteri.
Nancy sendiri beberapa kali masuk nominasi dan memenangkan Edgar Award untuk kategori penulis misteri di Amerika, dan cerita berseri Enola Holmes masuk dua kali nominasi Best Juvenile Mystery di tahun 2007 dan 2010.
Mari bicarakan Enola Holmes. Salah satu yang paling menarik dari film ini adalah ia dibuka dengan menjelaskan dari mana asal nama Enola. Filosofi di balik nama seorang anak amat menarik, karena tentu ada maksud atau harapan orang tua ketika memberikannya.
“I know it’s not a usual name, but my mother’s rather fans of words games…and enola is backwards read, well…alone.”
Yap, nama Enola merupakan anagram dari kata Alone, yang dibaca terbalik. Tentu nama-nama konyol yang diberikan pada anak-anak di keluarga Holmes tak pernah lepas dari keanehan sang Ibu, Eudoria Holmes.
Enola dari Alone, Microft yang lebih menyerupai Microsoft, dan Sherlock…entah dari mana.
Eudoria memberikan nama Enola agar kelak ia dapat hidup dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Meski begitu, masa kecil hingga remaja Enola didampingi oleh ibunya. Enola dibesarkan dengan ‘tak wajar’.
Pada umumnya, perempuan dari keluarga bangsawan, atau setidaknya mereka yang terpandang, di Era Victorian dikirim ke sekolah Perempuan untuk belajar bersikap; tata cara makan, tertawa, berjalan, hingga berpakaian.
Enola? Ia dididik oleh perempuan jenius, Eudoria Holmes yang mewariskannya mata lebar penuh rasa penasaran, petualangan, dan tantangan.
Enola melahap seluruh buku yang ada di Perpustakaan, bermain tenis, belajar sains, dan yang paling penting, ia diajari bagaimana untuk bertahan di dunia yang keras yang dinamainya ‘Latihan Kebugaran’; Jujitsu, permainan pedang, panah, dan tentu saja strategi dengan belajar catur.
Petualangan Enola dimulai ketika ulang tahunnya yang ke 16. Eudoria menghilang tanpa memberitahu ke mana perginya. Di tengah misi untuk mencari keberadaan ibunya, Enola justru bertemu dengan Tewksbury yang sedang kabur.
Mereka dikejar oleh orang yang berniat membunuh Tewksbury, di sisi lain Enola sendiri tengah kabur dari rencana Mycroft mengirimkannya ke sekolah Perempuan. They became partners.
Kaburnya Tewksbury yang merupakan anggota penting keluarga kerajaan rupanya berkaitan dengan hilangnya Eudoria. Inggris sedang menghadapi perubahan, dan suara yang dimiliki oleh Tewksbury amatlah berpengaruh pada voting yang diadakan oleh kerajaan.
Begitu misteri di balik dalang dalam rencana pembunuhan Tewksbury dipecahkan, Eudoria kembali menemui Enola. Enola memilih jalannya sendiri dalam menjalani hidup, dan ia memilih menjadi Detektif seperti Sherlock.
Sebagai penggemar Sci-Fi, cerita Enola tak dapat dielak bahwa ia disajikan dengan amat menarik. Pertama, peran Enola sendiri dimainkan oleh Aktris dari Inggris dengan aksen British yang membuat rangkaian cerita Sherlock tak kehilangan identitasnya sebagai cerita Inggris. Saya selalu senang mendengar logat british dalam dialog sepanjang film.
Kedua, Enola berbeda dengan kebanyakan cerita tentang Sherlock yang menggunakan sudut pandang Watson. Film Enola Holmes ini menggunakan sudut pandang orang pertama, yakni Enola sendiri sebagai narrator.
Kelebihan dari penggunakan sudut pandang pertama tentu saja mendekatkan cerita dengan penontonnya. Ini karena penonton seolah diajak berkomunikasi oleh naratornya. Ketiga, sekaligus penilaian paling personal, adalah dilibatkannya Helena Bonham Carter sebagai Eudoria.
Helena sendiri adalah salah aktris favorit saya yang juga pernah memerankan si gila Belatrix dalam serial Harry Potter. Helena berakting dengan bagus sebagai ibu yang liar, jenius, sekaligus penyayang.
Sosok inilah yang sebetulnya selalu ingin saya lihat, karena di berbagai cerita dikatakan bahwa kejeniusan anak-anak Holmes berasal dari ibunya.
Hal lain yang menarik dalam film ini adalah bagaimana karakter perempuan dihidupkan dengan suara dan dobrakan pemikirannya di tengah jaman yang meminggirkan mereka dan membuatnya hanya sebatas pajangan yang harus bersikap sopan untuk dapat diterima dan dikatakan terdidik.
Lebih dalam lagi, Eudoria, yang selalu ingin saya kenal, dimunculkan tentu dengan peran-perannya yang tak terduga. Pemikir dan penggerak di balik gerakan revolusioner di Inggris.
Pemimpin dari gerakan perlawanan yang dilakukan kelompok perempuan, sekaligus menjadi gerakan yang menggemparkan Kerajaan Inggris dalam tayangan tersebut.
Film ini amat menarik, hanya saja kejeniusan Enola di dalam film ini tidak dijelaskan secara detail. deduktif yang amat terkenal dari Sherlock juga tak dimunculkan, padahal menurut saya itu adalah bagian paling menarik yang dapat menjelaskan betapa jeniusnya keluarga Holmes, sekaligus membuat pembaca maupun penonton berdecak kagum karenanya.
Meski bagaimana pun, saya tetap puas menonton Enola. Tayangan itu setidaknya mengobati kerinduan para Sherlockian ketika menunggu Steven Moffat dan Mark Gatiss menuliskan naskah baru untuk season ke 5 BBC Sherlock Holmes.