Tanggal 24 September diperingati sebagai Hari Tani Nasional. Namun peringatan kali ini bukan hanya sekadar peringatan, khususnya di Bojonegoro. Berikut laporannya.
Bojonegoro tidak sedang baik-baik saja. Tentang reforma agraria yang dimaknai hanya sekadar bagi-bagi sertifikat tanah, perampasan tanah yang terjadi di kabupaten dengan slogan Jer Karta Raharja Mawa Karya ini, konflik agraria dan Sumber Daya Alam (SDA), dan juga akan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja/Omnibus Law.
Kondisi itu memunculkan kesadaran untuk melawan ketidakadilan plus kesewenang-wenangan penguasa, beberapa rakyat yang tergabung dalam Aliansi Bojonegoro Menggugat (ABM) pada 24 September menggelar aksi damai.
Alinasi tersebut terdiri dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Kader Hijau Muhammadiyah (KHM). Aksi dimulai dari depan kantor ATR/BPN yang berada di Jalan Teuku Umar, tepatnya di Taman Lokomotif.
Langkah kaki diiringi dengan berbagai nyanyian seperti Buruh Tani, Darah Juang, dan lain sebagainya. Tak lupa poster yang unik nan asyik menjadi media untuk menyuarakan unek-unek.
Dari Taman Lokomotif, berjalan kaki hingga menuju kantor DPRD. Di depan kantor lembaga yang konon sebagai wakil rakyat itu, beberapa kawan dari Aliansi Bojonegoro Menggugat menyuarakan unek-unek dengan berorasi.
Berangkat dari problem-problem struktural yang menindas kaum tani, wabilkhusus segenap rakyat Bojonegoro, Alianasi Bojonegoro Menggugat menuntut: laksanakan reforma agraria sejati sekaligus gagalkan omnibus law.
Selain itu; hentikan perampasan tanah rakyat Bojonegoro, berikan subsidi pupuk sepenuhnya pada petani produsen, dan hentikan konflik agraria serta kriminalisasi petani di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi ini.
Ingat, Nabs. Kata Hadratusyyaikh Hasyim Asyari, “Pak tani itulah penolong negeri”. Tanpa petani, apakah kita bisa makan nasi?
Ketika kriminalisasi plus perampasan lahan terjadi atas nama pembangunan, bukankah hal itu menyakiti penolong negeri? Dan apakah mau, kalau nanti beras yang kita makan sehari-hari dari petani diganti dengan semen?