Silang pendapat dan opini dalam belantika musik Indonesia bukanlah hal baru. Tiap era atau generasi punya ceritanya masing-masing. Band atau musisi lain pun pernah mengalaminya. Seperti Sheila on 7, Kangen Band, Wali, hingga Smash. Untuk sekarang ini, Feast dan Baskara mungkin jadi “korban” utamanya.
Popularitas band Feast berbanding lurus dengan goncangan yang diterimanya. Seperti yang terjadi di akhir April ini ketika Feast mendapatkan hujatan dari banyak pihak akibat pernyataan sang vokalis, Baskara yang dianggap merendahkan genre musik lain.
Semua berawal dari potongan klip di internet di mana Baksara, vokalis Feast memberikan pernyataan dalam sebuah sesi wawancara. Pada potongan klip tersebut, Baskara dengan bangganya menyatakan jika lagu berjudul Peradaban dari Feast lebih keras dari semua lagu metal yang pernah didengarnya.
Pernyataan yang ada dalam sebuah video wawancara pada 2018 pun akhirnya viral. Banyak yang menganggap jika Feast dan Baskara merendahkan genre metal. Akibatnya, Feast dan Baskara jadi bahan cibiran serta guyonan dari para netizen maupun metalheads. Kolom komentar di Youtube dan Instagram Feast pun dipenuhi oleh hujatan.
Tak ingin berlarut-larut, Feast akhirnya melayangkan permintaan maaf dalam sebuah klarifikasi. Dalam video tersebut, Baskara sebagai vokalis meminta maaf atas perkataannya yang dianggap menyinggung.
Bukannya malah mendapatkan simpati, Feast malah terus-terusan dihujat. Bahkan, sejumlah personel band metal Indonesia juga ikut bersuara. Seperti Stevi Item, gitaris Deadsquad yang mengatakan jika permintaan maaf itu justru membuat Feast jadi terlihat lemah dan wibawanya hilang di mata fansnya.
Feast bukanlah band pertama yang mendapatkan cibiran dan hujatan seperti ini. Ada band Pop Punk asal Jakarta, Pee Wee Gaskins yang pernah mendapatkan perlakuan yang serupa, tapi tak sama.
Ketika namanya populer antara 2008 hingga 2010, Pee Wee Gaskins memiliki banyak haters yang jumlahnya tak sedikit. Para personel PWG dianggap songong. Para haters juga menganggap PWG sebagai band yang menodai genre Punk.
Ketika manggung, PWG kerapkali mendapatkan perlakuan buruk. Saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri ketika para personel Pee Wee Gaskins dilempari botol dan sandal saat beraksi di panggung. Tepatnya di pergelaran Indiefest 2009 Surabaya.
Saat membawakan lagu pertama di acara tersebut, PWG langsung disambut dengan lemparan botol dan sandal langsung. Dochi dan Sansan sebagai frontman kerap bergerak menghindar agar tak terkenal lemparan botol dan sandal tersebut.
Hebatnya, PWG tetap bisa menyelesaikan aksinya sampai habis.
Cerita yang tak jauh berbeda juga pernah dialami band yang lebih senior dan terhitung legendaris di skena musik underground Indonesia. Yakni Rocket Rockers dan Superman Is Dead.
Kasus Rocket Rockers dan Superman Is Dead ini hampir mirip. Keduanya mendapatkan perlakukan kurang menyenangkan ketika berpindah label, dari indie ke major label. Kala itu, Rocket Rockers dan SID sama-sama “membelot” ke Sony Music Indonesia.
Keputusan pindah ke major label membuat para penggemar Rocket Rockers dan SID tak terima. Mereka dianggap sebagai pengkhianat. Alhasil, dalam beberapa pertunjukkan, baik Rocket Rockers maupun SID sering mendapatkan ludahan dan lemparan benda.
Silang pendapat dan opini dalam belantika musik Indonesia bukanlah hal baru. Tiap era atau generasi punya ceritanya masing-masing. Band atau musisi lain pun pernah mengalaminya. Seperti Sheila on 7, Kangen Band, Wali, hingga Smash. Untuk sekarang ini, Feast dan Baskara mungkin jadi “korban” utamanya.
Apa yang menyebabkan hal seperti ini terjadi? Mungkin ada beberapa faktor. Salah satu yang terbesar, menurut saya adalah superioritas dan stigma dari sebuah genre.
Penggemar Deadsquad atau Seringai mungkin merasa lebih terhormat dibandingkan dengan fans Kangen Band. Genre pop melayu yang mendayu-dayu dianggap jauh lebih inferior dibanding distorsi gitar thrash metal.
Akibatnya, muncul kasta-kasta tertentu dari pendengar musik di Indonesia. Genre yang satu lebih tinggi daripada genre yang lainnya.
Saling olok satu sama lain dalam industri musik Indonesia itu nampaknya bukanlah hal yang baru dan mengagetkan. Feast tentunya tak perlu takut dan khawatir. Pasalnya, kejadian seperti ini akan membentuk jati diri Feast yang sebenarnya. Apakah mereka jadi band yang lembek, atau jadi lebih tangguh seperti lirik-lirik lagu ciptaannya.
Diskursus dan debat mengenai kualitas suatu musik di tanah air pasti akan terus jadi. Ini adalah bumbu yang membuat musik Indonesia makin sedap untuk dinikmati.