Selalu ada kebaikan di balik perihal yang perih. Adagium itu dipegang erat oleh sejumlah orang yang mengatasnamakan diri Komunitas Ridho Ilahi. Meski tak pernah menampakkan eksistensi, mereka terus bergeliat di jalur sunyi.
Komunitas Ridho Ilahi berlabel anonim. Cukup sulit mengetahui pergerakan mereka secara detail. Namun, gerakan yang dilakukan bukan lagi sporadis, tapi benar-benar sistematis.
Jurnaba.co beruntung bisa berbincang dengan satu di antara anggota komunitas tersebut. Meski, tentu saja, dia enggan menyebut identitas secara jelas. Dia hanya mau berkisah tentang gerakan yang dia dan teman-temannya lakukan.
Sejak pertengahan 2018, komunitas ini terbentuk secara tidak formal. Bergerak dengan menyisihkan sedikit rezeki untuk sesama. Khususnya janda tua sebatang kara dan penderita hydrocepalus di sejumlah wilayah di Bojonegoro.
“Sekadar membagi sedikit kebahagiaan untuk sesama,” Ucap pria yang enggan disebut namanya itu.
Kegiatan yang dilakukan Komunitas Ridho Ilahi cukup sistematis. Yakni dengan mendatangi keluarga yang terdeteksi. Dalam hal ini, terdeteksi sebagai janda tua kurang mampu dan penderita hydrocepalus.
Selain memberi bantuan, komunitas tersebut punya agenda rutin mendatangi keluarga-keluarga tersebut secara langsung, berkomunikasi serta mengajaknya bercanda secara sederhana. Dengan begitu, setidaknya beban yang dirasa sedikit berkurang.
“Dengan itu, kami percaya beban yang ditanggung juga bisa berkurang. Meski sedikit,” ucapnya.
Giat Komunitas Ridho Ilahi tidak terpusat di satu daerah saja. Tapi merata. Di sejumlah kecamatan yang ada di Bojonegoro. Hebatnya, mereka memiliki bank data tentang keluarga-keluarga yang harus didatangi dan dibantu.
Berapa jumlah janda tua miskin dan berapa jumlah penderita hydrocepalus yang terdapat di Bojonegoro, mereka punya datanya. Dan dari data tersebut, mereka bergerak melakukan eksekusi memberi bantuan.
Dari data yang mereka miliki, jumlah penderita hydrocepalus di Bojonegoro memang menyebar. Di sejumlah titik kecamatan. Sementara, dari yang sudah dikunjungi, penderita hydrocepalus ada di 9 kecamatan di Bojonegoro.
Bubulan, Sekar, Temayang, Dander, Trucuk, Malo, Balen, Kanor, Sumberrejo. Menurut dia, itu data yang sudah pernah diberi bantuan. Jumlah tersebut, tidak menutup kemungkinan, bisa bertambah.
Sedangkan untuk janda tua jompo, sudah ada ratusan yang pernah dikunjungi. Data-data jumlah janda jompo di Bojonegoro, tentu berpotensi bertambah. Di 9 kecamatan tersebut, juga terdapat janda jompo. Komunitas Ridho Ilahi bahkan bercita-cita memperluas cakupan kecamatan yang dikunjungi.
“Data tidak kami catat. Mengingat tujuan kami hanya berbagi saja,” Imbuhnya.
Kalau masih ada kesempatan, ucapnya, kegiatan ini akan terus lanjut ke sejumlah kecamatan lain. Tentu, diniati sebagai wujud rasa peduli kepada sesama.
Komunitas Ridho Ilahi merupakan tindak lanjut agenda sodaqoh Jumat Barokah yang membagikan nasi bungkus gratis selepas sholat Jum’at yg sudah menjadi agenda rutin mereka.
Ide melanjutkan kegiatan ini, kata dia, diubah polanya dengan berkunjung langsung pada janda jompo dan penderita hydrocepalus — sebagai wujud simpati dan empati terhadap kondisi mereka.
Dia menceritakan, dalam beberapa kesempatan, anggota banyak yang meneteskan air mata saat berkunjung ke penderita hydrocepalus yang tinggal di pelosok Kota Bojonegoro. Tangisan yang bersumber dari respon empati atas ketabahan orangtua dalam membesarkan mereka.
“Namun demikian, kami kadang harus menaham senyum bahagia ketika mengunjungi janda jompo.. kami sering dikira anak cucunya,” Katanya.
Dia juga mengakui bahwa perasaan sedih dan haru serta bahagia campur aduk ketika terucap terima kasih dan senyuman dari beliau-beliau yang mereka kunjungi.
Nabs, berbagi kebaikan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Baik secara blak-blakan maupun secara anonim seperti yang dilakukan Komunitas Ridho Ilahi. Yang terpenting, tetap berupaya untuk bisa berbagi kebaikan.