Nahdlatul Ulama tidak kemana-mana tapi ada dimana-mana. Kesuksesan dakwah NU yang santuy plus menyejukkan di Benua Biru, dibuktikan dengan adanya Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU.
Benua biru atau Eropa bukan hanya sekadar revolusi industri, modernisasi, sepak bola, gemerlap kota, dan ilmuan. Kemajuan Eropa sekarang ini, tidak bisa lepas dari pengaruh ilmuan dari timur, Nabs. Seperti Avicena (Ibnu Sina), Averous (Ibnu Rusyd), Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Maskawaih, Ibnu Khaldun, Imam Ghazali, dan lain sebagainya.
Jejak-jejak peradaban Islam di Eropa, juga tidak bisa lepas dari begawan sastra ‘Maulana Jalaludin Rumi’. Dimana merujuk pada video dari Arsip Nusantara (2019) dengan tajuk Johan Wolfgang Von Goethe, menyebutkan bahwa Goethe merupakan orang dengan IQ tertinggi di dunia. Dia mengagumi karya Rumi dan memiliki kedekatan dengan Islam. Dan juga dibuktikan dengan beberapa karyanya yang menaruh kekaguman terharap Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur’an.
Selain itu juga, jejak-jejak peradaban Islam di Eropa, bisa dilacak dari adanya bangunan tua yang khas yang tersebar di beberapa negara Eropa. Seperti di Spanyol (Cordoba), Boznia-Herzegovina, Yunani, dan lain sebagainya. Di era kiwari, penyebaran agama Islam yang _rahmatan lil alamin_ di Benua Biru salah satu di antaranya dilakukan oleh Nahdlatul Ulama melalui PCI NU.
Ada PCI NU Federasi Rusia dan Negara-Negara Eropa Utara (FREU), PCI NU Jerman yang berkedudukan di Berlin, PCI NU Belanda yang sering mengadakan diskusi daring ihwal berbagai hal, dan PCI NU yang lainnya.
Itulah bentuk kesuksesan dakwah NU di Eropa, dibuktikan dengan adanya PCI NU. Dan semoga, PCI NU juga memiliki perhatian lebih terhadap buruh migran. Agar keberadaan NU tidak hanya dinikmati kalangan akademisi yang sedang ngangsu kaweruh (belajar) di berbagai perguruan tinggi wabilkhusus di Benua Biru.
Melainkan juga menaruh perhatian kepada nahdliyin dari berbagai kalangan agar keberadaan NU bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Dan kesuksesan dakwah NU di berbagai penjuru bumi, tidak bisa lepas dari usaha plus do’a para pendahulu. Seperti KH. Hasan Gipo, KH. Hasyim Asyari, KH. Wahab Chasbullah, KH. Hasyim Muzadi, dan lain sebagainya.