Segalanya berawal dari keraguan. Ilmu pengetahuan, peradaban, bahkan hingga perasaan cinta, dibangun dari sebuah keraguan. Begitulah, Rene Descartes, si Bapak Filsafat Modern itu, membangun pondasi filsafatnya melalui keraguan.
Barangkali Descartes ingin mengatakan pada kita semua bahwa keraguan itu penting. Sebab segalanya berawal dari rasa ragu. Perasaan cinta hingga ilmu pengetahuan pun, dibangun dan diawali rasa ragu.
Nabs, Descartes membangun
Cogito Ergo Sum melalui sebuah metode yang dihasilkan dengan menjunjung tinggi perasaan ragu. Keraguan untuk mengungkap kebenaran.
Segalanya harus diragukan. Atau, kemampuan meragukan segalanya. Inilah yang menjadi basis filsafat Descartes, yakni aku ragu maka aku berpikir, dan aku berpikir maka aku ada: Cogito Ergo Sum.
Rene Descartes lahir pada 31 Maret 1596. Dia meninggal di Stockholm, Swedia pada Februari 1650 di usia 53 tahun. Selain bapak filsuf modern, dia juga seorang matematikawan.
Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal Eropa abad ke-17 dan 18.
Dengan metode Descartes itulah, akhirnya memunculkan kembali bahwa segala sesuatu harus dipecahkan dengan rasional. Melalui pembuktian. Melalui logika hingga analisis berdasar fakta-fakta, bukan melalui dogma.
Dengan kata lain, semua permasalahan dapat dilihat dari sudut pandang realistis, bukan dari sebuah kepercayaan atau takhayul. Dari sinilah, Nabsky, Descartes memulai era Renaissance di Eropa — ketika akal lebih berpotensi digunakan daripada hati. Eh
Nabs, Descartes membangun pondasi filsafat dengan cara meragukan apa saja yang bisa diragukan. Bahkan, dia meragukan keberadaannya sendiri. Sebab dari keraguan itu, muncul langkah adaptif dengan apa yang ada di luar dirinya: upaya skeptis.
Semisal, boleh kok kita meragukan keberadaan kita sendiri. Mungkin saja, masing-masing dari kita, saat ini, sebenarnya sedang tidak berada di tempat yang kita yakini sedang berlangsung.
Kamu atau aku yang saat ini sedang memegang ponsel misalnya, bisa jadi sebenarnya sedang nonton bola di Stadion Letjend H. Soedirman. Hehe
Atau begini, siapa saja yang saat ini sedang berada di sampingmu, sebenarnya hanyalah ilusi personal.
Sebenarnya, dia sedang berada di rumah. Namun, malam ini, kamu sedang membayangkan dia hadir di sampingmu.
Descartes menganggap bahwa pengetahuan memang dihadirkan indera. Tapi, menurutnya, indera bisa saja menyesatkan — seperti mimpi dan khayalan.
Maka, Descartes mengambil kesimpulan bahwa data keinderaan tidak dapat diandalkan. Misalnya saja, ketika kamu sedang bermimpi ketemu bidadari.
Ada kemungkinan wujud bidadari terbentuk karena indera kita pernah menginternalisasi wujud perempuan cantik, sayap, dan aroma keringat bercampur deodoran (kebanyakan baca cerita dewasa). Wqwq
Nabs, menurut Descartes, benda-benda yang tampak dan pernah diserap indera, melebur dan bersatu dalam mimpi dan khayalan. Itu semua terangkum dalam kekuatan halusinasi maupun imajinasi.
Jatuh Cinta dan Meragukan Segala-galanya
Inti pemikiran Descartes adalah meragukan segala-galanya. Secara prinsip, Descartes ingin menunjukkan pada kita bahwa jalan menuju kepastian dan kebenaran adalah keraguan.
Oke, kita geret pada contoh yang dekat. Kita sangat lazim meragukan perasaan cinta. Apa benar aku jatuh cinta? Apa benar aku dicintai? Kamu yang konon sudah punya pacar, jangan-jangan itu hanya ilusi personal saja.
Atau sebaliknya, kamu yang dikenal sebagai seorang jomblo, jangan-jangan itu hanya ilusi personal saja. Sebab sebenarnya, kamu sudah punya pacar tapi kamu sedang tidak merasa? Sebab perasaan cinta, kau tahu, pasti diawali keraguan.
Dalam metode meragukan segalanya itu, sebenarnya Descartes mengajarkan pada kita untuk memastikan segalanya. Yakni, memastikan dengan cara meragukannya terlebih dahulu.
Menurut Descartes, kepastian itu ada dalam kesadaran. Sedang kesadaran adalah tindakan dari rasio. Dan rasio, kau tahu, berawal dari keraguan. Itu artinya, keraguan bisa mengantar kita pada kepastian dan kebenaran. Halaahhh
Buat kamu yang sudah punya pacar, atau sudah punya teman dekat berpotensi dijadikan pasangan, kau berhak ragu dan bertanya: apa benar-benar kau cintaku?
Sedang buat kamu yang belum punya pacar, atau belum punya teman dekat berpotensi dijadikan pasangan, kau juga berhak ragu dan bertanya: kenapa aku masih sendiri? Duh.