Andai kenangan hari itu singgah sebagai mimpi sekarang, aku ingin Tuhan membangunkanku, setelah Juli berakhir.
Jika kau bertanya momen apa yang paling membuatku bahagia di tahun ini, aku akan menjawab, saat aku dapat melihat punggungmu.
Duduk tepat dibelakangmu. Menatap jalan yang sama. Mengamati rambut lehermu yang berbentuk segitiga dan bahumu yang tegap.
Suara berisik kendaraan macet bahkan bukan masalah, asal bersamamu lebih lama. Apa kau ingat nan? Itu bulan Agustus.
Saat aku mencegah keras tanganku untuk melingkar di pinggangmu. Ketika jaket yang kau pakai lebih terlihat seperti tempat yang akan membuat nyaman.
Bahkan aku mencoba sesekali menghentikan nafas. Suara jantungku terdengar begitu keras, sampai aku takut kau mendengar. Aku tidak dapat memahami situasi itu, kecuali dengan satu kalimat, yang sangat ingin kudekap agar membuatnya lenyap.
Aku telah jatuh, tersungkur.
Berulang kali aku menginginkan rasa ini pergi, tapi sayang. Ia terus kembali. Aku tidak bisa bangkit, nan. Andai hatiku mau mendengarkan.
Tapi, kali ini, aku akan membiarkan. Biar ia mendapat sebanyak mungkin kenangan dan kenyamanan. Kalau perasaan bahagia yang kurasa, aku bisa apa.
Aku mencintai motorku yang mudah kehabisan bensin. Dengan begitu, kita bisa turun untuk mengisi, sambil dapat kutatap wajahmu dari sisi miring.
Aku suka dering teleponmu yang terus berbunyi. Sesekali kita harus berhenti untuk mengangkatnya. Aku terus berharap jalanan macet. Perjalanan ini bisa menjadi semakin lama. Ah. Andai ini bulan Desember.
Aku benci sekali dengan jalanan kosong, atau tanganmu yang bergerak untuk mempercepat laju. Aku lebih suka ketika arah pandangmu berpendar ke kanan dan ke kiri, atau sekedar melepas satu tangan dari setir, karena penat.
Rasanya susah sekali menceritakan ini pada orang lain. Aku ingin menyimpannya untuk diriku sendiri. Biar ini menjadi fakta yang hanya Tuhan dan aku yang tau. Pengecut?
Tidak juga. Aku hanya berhati-hati, kalau-kalau hatimu berpenghuni. Setiap pagi, aku terus meminta Tuhan untuk menggerakkan kakimu ke arahku.
Menyambar kunci, kemudian mengendarai motor, denganku. Menyusuri kota yang tampak tenang karena wangi parfummu.
Ah. Jika kenangan hari itu singgah sebagai mimpi sekarang, aku ingin Tuhan membangunkanku, setelah Juli berakhir.